ADA kabar baik buat peminat rumah KPR-BTN. Dengan TUM-KPR (Tabungan Uang Muka Kredit Pemilikan Rumah), yang mulai April diperkenalkan BTN, orang tidak perlu lagi bersusah payah menyediakan uang muka (UM) -- karena bisa dicicil dalam bentuk tabungan. Besar tabungan pun ditentukan menurut kemampuan. Tinggal pilih, menabung dua tahun atau tiga tahun, pokoknya harus ada uang mengendap di BTN selama enam bulan. Konon, dengan sistem ini, siapa pun bisa memiliki rumah. Cara baru memiliki rumah itu dimaksudkan untuk meringankan peminat KPR agar tidak terlalu berat mencicil. TUM-KPR juga bertujuan untuk membiasakan peminat suka menabung. Dengan itu pula persyaratan memiliki Tabanas Rp 00 ribu dihilangkan. Juga gaya "pura-pura suka 'nabung", yang selama ini dilakukan peminat, berubah menjadi suka menabung beneran. Bagi BTN sendiri sistem ini sangat menguntungkan. Sebab, uang muka, yang biasanya dibayarkan langsung oleh peminat kepada pengusaha perumahan, kini harus mengendap dulu dalam bentuk TUM di BTN dengan imbalan bunga 12% (bandingkan dengan bunga Tabanas yang 15% ) -- sebuah sumber dana murah lagi bagi BTN. "Mungkin sistem ini akan menyulitkan developer, karena tidak lagi menerima uang muka sebagai tambahan untuk biaya proyek," kata Sasonotomo, Dirut BTN. Artinya, pembangun kelak harus menyediakan dana mahal (kredit) lebih banyak. Tapi, jangan dilupakan, "Ketika ada developer yang sudah menerima uang muka lantas kabur," katanya lebih lanjut. Atau pembangun perumahan yang membohongi BTN, karena rumah yang dibangunnya tak kunjung laku. Seperti konon menimpa CV Wahyu Utomo, yang membangun perumahan di Solo. Rumah sudah lama selesai, tapi karena lokasi tidak menarik, ternyata sepi dari peminat. Akhirnya Wahyu mengambil jalan pintas: menjual fasilitas KPR tanpa menarik uang muka. Memang, tanpa uang muka rumah-rumah itu langsung terisi. Hanya saja, karena peminatnya pada dasarnya tidak mampu, maka yang mencicil hanya sebagian kccil saja. Yang sebagian tenang-tenang saja. Sebab, meskipun haknya sebagai penerima fasilitas KPR hilang, mereka tidak rugi apa-apa. Gara-gara itulah BTN Yogyakarta kini rugi Rp 380 juta Untuk menilai bonafiditas perusahaan pembangun rumah, kini BTN -- yang biasanya menilai sendiri menyerahkannya kepada PT Insal Utama. Bagi perusahaan jasa seperti Insal ini, pekerjaan melakukan penilaian memang sudah merupakan profesinya. Dengan sistem komputer yang dimiliki Insal, BTN dapat dengan mudah mengecek kelayakan proyek yang dikerjakan developer. Bahkan penilaian proyek, yang biasanya dilakukan BTN dalam tiga bulan, bisa dilakukan Insal hanya dalam waktu 11 hari. "Seharusnya developer senang, sebab proses penilaian menjadi lebih cepat," kata Gilbert Wiryadinata, Dirut Insal. Biaya yang dikeluarkan untuk menilai proyek pun tidak lebih mahal: 1,5% dari nilai proyek. Dan, yang penting, developer tidak perlu takut pada Insal, sebab penentuan layak atau tidaknya satu proyek, masih tetap ada pada BTN -- singkatnya Insal sebenarnya hanya memberikan masukan fakta. "Dengan adanya Insal, diharapkan kepercayaan konsumen kepada developer maupun BTN bertambah," ujarnya. BTN kini juga menghapuskan kewajiban memiliki izin prinsip bagiperusahaan swasta. Sehingga, asal memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), siapa pun bisa menikmati KPR. Dengan begitu, pemasaran rumah bertambah luas. Yang terakhir ini mendapat tanggapan baik dari para pengusaha. "Habis, selama ini banyak perusahaan swasta yang enggan mengurus izin prinsip," kata Firman Lesmana, Dirut PT Niti Buana, pembangun perumahan dari Jawa Timur. Tapi mengenai TUM itu sendiri, tanggapan mereka agak kurang enak. Selain tidak mungkin lagi memperoleh uang muka, sebagai salah satu sumber dana murah untuk proyek, pengusaha dihantui kerugian. Menurut Yopie Batu Bara, Direktur Utama Ira Widya Utama, Medan, sistem TUM malah akan menambah sepi pemasaran rumah, yang memang sudah seret sejak 1984. Sebab bisa saja terjadi, ketika cicilan TUM selesai, harga bahan bangunan sudah naik. Akibatnya, memang tinggal dipilih. Menunggu peminat yang memiliki cukup uang muka, atau menerima menunggu TUM tapi rugi. Selain itu, dengan TUM, posisi peminat menjadi lebih dominan. Kalau tidak suka, seorang peminat bisa saja pindah ke developer lain, sebab uang muka yang selama ini dijadikan jaminan tidak ada lagi. "Untuk ikatan, seperti uang muka ini, seharusnya ada penggantinya," ujar Dicka Sasmita, dari PT Pelangi Buana, Jakarta. Tapi tidak semuanya takut-takut. Iskak Syafi'i, Dirut PT Bumi Indah Jaya di Jawa Timur, misalnya. Ia menilai, sistem TUM akan menambah luas pasar perumahan. "Sebab, nantinya, tukang bakso pun bisa memiliki rumah," ujarnya. Juga, dengan melihat kemampuan peminat dalam menabung, pengusaha akan mudah menentukan tipe rumah yang bakal laku keras. Soal tambahan biaya proyek, "Itu bisa dikompensasikan dengan mempercepat proyek, sehingga beban bunga berkurang," ujar seorang pengusaha di Jakarta. Memang, sebenarnya para pengusaha tidak perlu gelisah, juga para peminat yang sudah punya uang muka yang cukup. Sebab, BTN pun memberikan masa peralihan selama dua tahun (hingga Maret 1988). Bagi yang punya uang, tahun ini, boleh langsung membayar uang muka dan membuat perjanjian kredit. Sedangkan untuk tahun depan, peminat harus menabung minimal enam bulan dalam bentuk TUM itu. Dan tahun berikutnya, 1988, jangka waktu menabung minimal satu tahun. Aturan banyak berubah, memang. Yang penting: Siapkah menabung dengan teratur?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini