HATI-hati membeli sepatu olah raga Nike. Sebab, ada merk impor, yang disalurkan PT Jay Gee Enterprises (JGE), yang diiklankan bersama atlet-atlet internasional. Satu lagi produksi dalam negeri, yang belum jelas nomor SII (standar industri Indonesia)-nya, keluaran PT Panarub. Nike -- nama Dewi Kemenangan kepercayaan Yunani kuno -- populer di Indonesia sejak JGE melancarkan promosi menjelang Olimpiade Los Angeles 1984. Tahu-tahu, di pasaran beredar juga keluaran Panarub. Merasa didompleng, JGE kemudian menyeret Panarub ke pengadilan. Di tingkat pertama JGE menang, tapi di tingkat banding tertendang. Kasasi JGE ke Mahkamah Agung, ternyata, ditolak -- seperti diumumkan 11 Maret lalu oleh pengacara PT Panarub. Soedaro Gautama. Alasannya mudah ditebak: sesuai dengan produksi dalam negeri. Juga, karena merk Nike sudah terdaftar sejak 1979, atas nama Lucas Sasmito. Tak jelas bagaimana hubungan Lucas dengan PT Panarub. Buku KOMPASS 1985, Standard Trade Industry Directory of Indonesia, yang memuat ribuan perusahaan di Indonesia, belum mencantumkan nama perusahaan yang konon sejak 1976 telah memproduksi sepatu merk terkenal itu. Menurut Jimmy, dari PT Panarub, ia merakit sepatu Nike dengan ramuan sendiri. "Dibandingkan merk dari Korea dan Taiwan, kualitas kami tak kalah," ujar Jimmy, menyombong. Sedangkan JGE menilai produk lokal itu tak ada persamaannya dengan Nike International: Kalau dibuka, misalnya, isinya karton. "Pemakai bisa lecet," ujar D. Soebiantoro dari JGE. Sebelum resmi memegang lisensi sepatu dari AS itu, JGE sebenarnya telah meminta perlindungan ke Direktorat Paten & Hak Cipta. "Ternyata, sudah ada spekulan yang lebih dulu masuk," ujar Soebiantoro. Maklum, sepatu merk itu sudah populer di luar negeri sejak dasawarsa lalu. Perintis Nike International adalah bekas pelatih olah raga AS, Bill Bowerman, dan bekas kampiun maraton AS yang kemudian menyandang gelar sarjana ekonomi, Phil Knight. Bowerman yang merancang, dan Knight yang mencarikan pabrik untuk merakit. Mula-mula mereka memesan 300 pasang dari pabrik di Onitsuka, Jepang, kendati untuk dipasarkan di AS. Baru, 1974, mereka mendirikan pabrik sendiri di Exeter, AS. Kampanye yang mereka lakukan lewat atlet-atlet internasional, seperti juara lari maraton Boston, John Anderson, petenis Ilie Nastase, kemudian atlet-atlet atletik Mary Decker dan Carl Davis, melebarkan pasar ke berbagai penjuru dunia. Bahkan, pabrik pabrik perakitannya kemudian dibuka di Muangthai, Malaysia, dan Filipina. Omsetnya pun berlipat terus seperti deret ukur, dari US$ 1,96 juta pada 1972, mencapai US$ 700 juta pada 1982. Pemasaran di Indonesia yang ditangani PT Jay Gee, tahun lalu, mencapai omset sekitar Rp 3 milyar. Namun, JGE belum berpikir untuk mendirikan pabrik perakitan sendiri. Keputusan Mahkamah Agung, menurut Soebiantoro, tidak menyatakan bahwa JGE tak boleh lagi mengimpor sepatu-sepatu yang dipasarkan dengan harga terendah Rp 20.000 per pasang itu. PT Panarub juga belum berniat meminta lisensi Nike International. Produkproduknya dipasang harga Rp 7.500-Rp 15.000. Produk lokal, bermerk dan logo serupa impor itu, bukan tidak mungkin disalahgunakan agen dengan memasang harga impor. Max Wangkar Laporan Budi Kusumah & Suhardjo Hs. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini