Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Indonesia Terima Rp 840 Miliar dari Kerja Sama Pengurangan Emisi

Pemerintah melakukan moratorium pemberian izin baru di hutan primer dan lahan gambut sejak 2011.

28 Mei 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembersihan rumah kaca di Taman Menteng, Jakarta Pusat. DOK TEMPO/Dasril Roszandi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pemerintah Indonesia akan memperpanjang perjanjian kerja sama pengurangan emisi karbon dengan Norwegia yang sudah terjalin selama 10 tahun. Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan perpanjangan kerja sama tersebut didasari oleh keberhasilan Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 11,2 juta ton CO2eq pada 2016-2017. Angka itu jauh lebih tinggi dari laporan awal yang diajukan Indonesia, yang mencapai 4,8 juta ton CO2eq.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Atas capaian tersebut, Norwegia akan menggelontorkan dana sebesar US$ 56 juta atau lebih dari Rp 840 miliar. Dana tersebut diterima berdasarkan skema pembayaran berbasis kinerja atau result based payment (RBP) atas penurunan laju deforestasi dan degradasi hutan di Tanah Air selama periode tersebut. "Dalam LoI (letter of intent) yang baru, kami menyepakati bahwa hal yang belum dicapai periode pertama akan dioptimalkan pada periode berikutnya," ujar Alue, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lewat perjanjian baru nanti, Alue mengatakan, pemerintah bakal mengoptimalkan fase RBP. Pada kerja sama sebelumnya, pemerintah Norwegia menjanjikan dukungan keuangan hingga US$ 1 miliar, yang sebagian akan dibayarkan berdasarkan hasil pengurangan emisi deforestasi serta degradasi hutan dan lahan gambut di Indonesia. "Dari komitmen sebesar US$ 1 miliar itu, 80 persen akan dialokasikan untuk RBP.”

Alue berharap kerja sama Indonesia dan Norwegia bisa mewujudkan Persetujuan Paris atau Paris Agreement, yang merupakan kerangka United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam mengawal pengurangan emisi karbon. Perjanjian itu menetapkan pengurangan emisi sebesar 29 persen berdasarkan usaha secara mandiri dan 41 persen dengan dukungan internasional dengan baseline tahun 2030.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Ruanda Agung Sugardiman mengatakan Indonesia telah melakukan moratorium pemberian izin baru di hutan primer dan lahan gambut sejak 2011. Kebijakan ini belakangan sudah bersifat permanen. Selain itu, pemerintah sedang menuju kebijakan satu peta atau one map policy.

Meski begitu, Ruanda tak menjamin penurunan emisi karbon akan konsisten. Pasalnya, kata dia, fluktuasi capaian penurunan emisi sangat tinggi, terutama apabila terjadi pada kebakaran lahan gambut di sejumlah titik Tanah Air. Pada 2017, target pengurangan emisi sebesar 29 persen sudah tercapai sekitar 17-19 persen. Dengan kebakaran pada 2019 yang cukup tinggi, Ruanda mengatakan capaiannya bisa lebih rendah dari itu.

“Kalau kami bisa tahan kebakaran, itu sangat signifikan kurangi emisi rumah kaca,” kata Ruanda.

Duta Besar Kerajaan Norwegia Vegard Kaale mengatakan sedang dalam proses mendiskusikan waktu dan format pembayaran berbasis kinerja atau RBP pertama dan pencairannya sambil menunggu Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup beroperasi penuh. "Kami senang, dalam 10 tahun kerja sama tersebut, deforestasi menurun. Kami optimistis untuk melanjutkan kerja sama ini," tutur Vegard.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar sebelumnya mengatakan penyerahan dana tersebut akan dilakukan pada Juni mendatang. Saat ini pemerintah tengah menyiapkan sejumlah dokumen dan laporan sebagai prasyarat pembayaran. Salah satunya, dokumen measurement, reporting, and verification (MRV) sebagai basis panduan penghitungan RBP untuk kinerja REDD+ Indonesia sejak 2016,dan mencapai kesepakatan pada Februari 2019.

Selanjutnya, laporan penurunan emisi GRK sebagai dasar pengajuan pembayaran RBP pertama. Laporan ini memuat penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan tahun 2016-2017, dengan data baseline tahun 2006-2007 hingga 2015-2016. Adapun harga per ton CO2eq sebesar US$ 5, yang mengacu harga yang berlaku pada World Bank tentang REDD+.

LARISSA HUDA


Ganjaran Menjaga Hutan

Sepuluh tahun lalu, Norwegia menggelontorkan dana US$ 1 miliar untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan serta kehilangan lahan gambut di Indonesia. Penggundulan hutan menyumbang 80 persen emisi gas rumah kaca Indonesia. Implementasi dilakukan dalam tiga fase:

  1. Fase Persiapan
    Langkah persiapan utama untuk implementasi pengurangan emisi dari deforestasi atau degradasi hutan (reducing emissions from deforestation and forest degradation/REDD). Langkah ini mencakup:
    - Pengembangan strategi nasional terhadap REDD+.
    - Membentuk badan koordinasi khusus.
    - Membentuk institusi independen untuk pengawasan, pelaporan, dan verifikasi (MRV).
    - Membentuk instrumen pendanaan berdasarkan pembayaran untuk pengurangan emisi.
    - Memilih sebuah provinsi untuk dijadikan proyek percobaan.
  2. Fase Transformasi
    Fase kedua ini dimulai pada Januari 2011 dengan aspirasi bersama hingga 2013. Indonesia-Norwegia berfokus pada:
    - Peningkatan kapasitas, pengembangan kebijakan, penegakan hukum, serta implementasi di satu provinsi atau lebih untuk percobaan.
    - Reformasi hukum untuk menangani konflik kepemilikan tanah, klaim untuk kompensasi, dan penegakan hukum.
    - Melarang pemberian konsesi konversi hutan baru selama dua tahun ke depan.
    - Membuat database lahan yang terdegradasi.
    - Mengembangkan mekanisme verifikasi internasional yang independen.
  3. Fase Pemberian Kontribusi untuk Pengurangan Emisi yang Diverifikasi
    Dimulai pada 2014 yang memperbolehkan Norwegia dan pihak lain membayar pengurangan emisi melalui mekanisme pendanaan. Pada fase ini, kontribusi penurunan emisi yang terverifikasi secara nasional akan diimplementasikan, mencakup:
    - Indonesia menerima laporan tahunan kontribusi penurunan emisi yang terverifikasi secara nasional yang mengacu pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
    - Norwegia atau mitra lainnya yang tergabung dalam kerja sama menyalurkan kontribusi pendanaan sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya.

SUMBER: LOI Indonesia-Norwegia dalam Kerja Sama Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi Hutan

 LARISSA HUDA 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus