Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lolosnya Sang Penyihir

Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan terhadap skandal penyelewengan kredit Texmaco. Kado dari Gus Dur?

21 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SINIVASAN lolos. Tak perlu kaget. Sejak awal, lakon Marimutu Sinivasan bersama Texmaconya memang sudah menunjukkan gelagat aneh. Bila diurut, cuma pada babak-babak awal ia terpojok. Waktu itu, Jaksa Agung Marzuki Darusman, yang menerima laporan penyelewengan kredit Texmaco, langsung bergerak cepat. Tiga pentolan Texmaco, yakni Sinivasan, Manimaren, dan Wairo, dikenai status tersangka. Mereka juga dilarang melancong ke luar negeri. Namun, tak lama setelah itu, arah angin berubah. Entah dengan ilmu apa, Sinivasan berhasil "menyihir" pelbagai kalangan untuk membelanya. Para pakar dan pengamat yang biasanya kritis mendadak pada sakit gigi. Media massa juga melempem. Yang lebih dahsyat adalah tiupan angin pejabat pemerintah. Tak kurang dari Presiden Abdurrahman Wahid sendiri yang memberikan pernyataan bersayap. "Jangan sampai," katanya, "kasus ini mengorbankan aspek ekonomi—meski sisi hukumnya tetap dijalankan." Sejak saat itu, tanda-tanda Sinivasan lolos makin jelas. Cekal ke luar negeri dicabut. Kredit Texmaco di bank-bank BUMN hampir saja diubah menjadi penyertaan modal pemerintah yang menguntungkan Sinivasan—meski akhirnya gagal dan restrukturisasinya ditangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Sementara itu, posisi Menteri Laksamana Sukardi, yang dianggap menjebloskan Texmaco, justru makin tersudut. Belakangan, Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN itu akhirnya malah benar-benar terpental dari kabinet. Karena itu, mestinya tak aneh jika Jumat lalu Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk Texmaco. Alasannya, "Texmaco tak terbukti merugikan keuangan negara," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Ramelan. Kekayaan pabrik tekstil dan mesin terpadu itu, katanya, lebih besar ketimbang utangnya. Dengan aset Texmaco sekitar Rp 16,5 triliun, pemerintah punya "jaminan" penggantian kredit yang sudah dikucurkan. Dengan SP3 ini, penyidikan kasus penyelewengan kredit Texmaco dihentikan sampai ditemukan bukti-bukti baru. Wajarkah penghentian penyidikan ini? Setidaknya ada yang janggal dari nalar Ramelan. Sangkaan kepada Sinivasan bukanlah kredit macet, melainkan penyelewengan kredit. Sebagaimana tertulis dalam dokumen pengaduan Laksamana, Sinivasan dituduh memakai kredit prapengapalan untuk membayar utang jangka pendek dan perluasan usaha. Mestinya kredit ekspor ini hanya boleh digunakan untuk menunjang ekspor. Jelas ini pelanggaran kontrak kredit yang bisa dituntut pidana. Lebih celaka lagi, jumlah kredit yang diselewengkan tidak kecil: lebih dari Rp 1,5 triliun. Bebasnya Sinivasan tentu mengusik rasa keadilan. Banyak orang jadi mempertanyakan keseriusan Gus Dur membasmi korupsi. "Saya dengar, Sinivasan lolos karena Marzuki tak mendapat dukungan Presiden," kata koordinator Indonesian Corruption Watch, Teten Masduki. Kedahsyatan lobi Sinivasan memang sudah berkali-kali terbukti. Sebagai tersangka, ia sering wira-wiri keluar-masuk istana. Sinivasan dikenal amat dekat dengan "orang-orang dalam" yang kini menjadi kepercayaan Gus Dur, seperti Rizal Ramli dan Muslim Abdulrahman. Kedua doktor inilah yang "membawa" Sinivasan kepada Presiden begitu kasusnya meletup akhir tahun lalu. Taufik Kiemas kabarnya juga kena "pelet" Sinivasan. Menurut keponakan Gus Dur yang juga fungsionaris PDI Perjuangan, Syaifullah Yusuf, suami Wakil Presiden Megawati itu telah ditempatkan sebagai komisaris Texmaco. "Sinivasan memang sering memberi sumbangan kanan-kiri," kata Laksamana. Namun, pengacara Texmaco, Maqdir Ismail, membantah bahwa lobi Sinivasan itulah yang meloloskan kliennya. "Kedekatan seperti itu biasa," katanya. Marzuki juga membantah adanya intervensi politik dalam kasus Texmaco. "Tak betul itu," ujarnya. Marzuki mengakui, soal penyelewengan kredit memang ada. Tapi sifatnya sementara. Jatuh temponya masih Desember nanti. Dengan fakta itu, ia merasa bukti yang dipegangnya lemah. "Kalau maju ke pengadilan, kami kalah," katanya. Ini akan menjadi langkah mundur Kejaksaan Agung. Karena itu, ia memilih menyetop penyidikan. Kendati terdengar merdu, pernyataan Marzuki sungguh mengkhawatirkan. Penyelewengan kredit tampaknya bukan lagi tindakan pidana. Sepanjang asetnya cukup menjadi jaminan, para pengutang tak perlu lagi takut mengobral dana pinjaman bank, ke mana pun suka. Jadi? Marilah membobol bank—dan berfoya-foya. Nugroho Dewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus