Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI menyoroti tantangan pada sektor kesehatan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Wakil Direktur LPEM FEB UI Jahen Fachrul Rezki meminta pemerintah memastikan program prioritas makan bergizi gratis (MBG) benar-benar bisa mengatasi objektif awalnya, yakni mencegah dan memberantas stunting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mencapai tujuan tersebut, kata Jahen, pemerintah perlu memperhatikan kualitas makanan yang diberikan untuk penerima program. “Apa yang bisa dilakukan pemerintah? Tentunya protein intake-nya,” ucap Jahen di acara peluncuran laporan kebijakan sektoral yang digelar di Park Hyatt, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 21 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jahen menilai sangat penting untuk memastikan nilai gizi dari makanan bernutrisi yang masuk ke dalam program tersebut serta mengevaluasi para penerima. Ia mengatakan, dalam pelaksanaan program MBG, pemerintah perlu fokus pada penyebab stunting itu sendiri, yaitu rendahnya kualitas protein yang mengandung asam amino esensial.
Jahen menjelaskan, pemerintah dapat meningkatkan penggunaan pangan olahan untuk kebutuhan medis khusus (PKMK). Dengan formulasi PKMK, makanan yang diberikan bisa sesuai sasaran. “Sehingga nanti bisa memberikan intake kalori khususnya protein yang semakin baik buat masyarakat,” kata dia.
Kemudian apabila target utama program MBG memang untuk mencegah stunting, maka pemerintah perlu memikirkan efektivitas program jika penerima programnya adalah siswa pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah asrama.
Tak hanya itu, Jahen juga menyinggung soal pendanaan program MBG ini. “Pemerintah kan punya keterbatasan in terms of financing,” ujarnya. Menurut dia, pemerintah juga perlu mempertimbangkan partisipasi sektor swasta.
Saat ini, kata Jahen, belum ada aturan spesifik mengenai pengadaan makanan bergizi untuk mengatasi stunting. Maka dari itu, Jahen menyebut pemerintah perlu menyertakan pedoman ilmiah khusus ihwal pengadaan, alokasi anggaran, dan kolaborasi program untuk meningkatkan kapasitas sektor swasta dalam memasok produk berprotein tinggi. Jahen juga menyarankan pemerintah untuk mengembangkan instrumen pemantauan dan evaluasi untuk memastikan efektivitas dan efisiensi program makan bergizi gratis dalam mengurangi stunting.
Adapun sejak bergulir 6 Januari lalu, makan bergizi gratis secara nasional telah terlaksana di 31 provinsi. Sebanyak 238 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) disebut telah beroperasi melayani lebih dari 650 ribu penerima manfaat. Mereka terdiri siswa sekolah PAUD hingga sekolah menengah kejuruan dan sekolah luar biasa, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Periode pertama, Januari hingga April 2025, pemerintah menargetkan 932 dapur makan bergizi gratis dapat beroperasi melayani sedikitnya 3 juta penerima manfaat. Berikutnya, periode April hingga Agustus 2025, ditargetkan jumlah SPPG mencapai 2 ribu titik dan mampu melayani hingga 6 juta penerima manfaat. Akhir 2025, pemerintah membidik 5 ribu dapur makan bergizi gratis dapat beroperasi dan melayani lebih dari 15 juta jiwa penerima manfaat di 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Diketahui, menu program makanan bergizi gratis berbeda setiap harinya. Pemerintah mengatakan telah mempertimbangkan bagaimana komponen gizi di setiap menu yang disediakan. Ahli gizi juga disebut telah menghitung nilai gizi di setiap takaran untuk memastikan makanan untuk para penerima program ini telah memenuhi angka kecukupan gizi.
Pilihan Editor: Erick Thohir Minta BTN Blacklist Developer Bermasalah agar Program 3 Juta Rumah Tak Terkendala