Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Pasti Implementasi MyPertamina

MyPertamina digadang-gadang menjadi solusi pembatasan pembelian BBM bersubsidi. Namun sistem itu tak kunjung diimplementasikan.

13 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengendara sepeda motor menunjukan aplikasi MyPertamina saat antre BBM Pertalite di SPBU Pertamina Jalan RE Martadinata, Bandung, Jawa Barat, 29 Juni 2022. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA — Pembatasan pembelian bahan bakar minyak bersubsidi menggunakan sistem MyPertamina digadang-gadang menjadi solusi untuk mengurangi pembengkakan subsidi BBM tahun ini. Kendati demikian, skema pembelian Pertalite dan solar berdasarkan basis data konsumen ini tak kunjung diimplementasikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman mengatakan MyPertamina masih mengumpulkan data rinci dari konsumen yang mendaftar. Sistem tersebut akan digunakan untuk menyortir konsumen setelah adanya revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. “Akan mulai September setelah perpres terbit bulan ini,” kata Saleh kepada Tempo, kemarin, 12 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai gambaran, Saleh mengatakan, pemerintah telah mengkaji kriteria konsumen yang boleh mengkonsumsi bahan bakar bersubsidi. Kriteria itu misalnya konsumen dengan kendaraan roda empat di bawah 1.500 cc. Sebelumnya, implementasi pembelian bahan bakar bersubsidi dengan syarat telah mendaftar di sistem MyPertamina akan dilakukan pada 1 Agustus 2022 setelah pendaftaran dimulai pada 1 Juli 2022.

Meski demikian, sampai sekarang uji coba pembelian BBM bersubsidi menggunakan QR code yang diperoleh setelah mendaftar di MyPertamina masih belum dimulai. Adapun pendaftaran kini telah mencakup beberapa wilayah, antara lain Sumatera, Jawa dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, serta Papua dan Maluku.

“Implementasi QR code harapannya bisa segera dilaksanakan,” ujar Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting. Ia mengatakan pembelian BBM bersubsidi perlu diawasi secara digital agar penyalurannya lebih
terkendali.

Layanan MyPertamina di SPBU MT Haryono, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Seperti diketahui, hingga Juli 2022, Pertalite telah tersalurkan sebanyak 16,8 juta kiloliter dari kuota 23 juta kiloliter; sementara solar sudah tersalurkan 9,9 juta kiloliter dari kuota 14,9 juta kiloliter. Artinya, untuk lima bulan terakhir 2022, kuota yang tersedia tinggal 6,2 juta kiloliter atau 26,96 persen untuk Pertalite dan 5 juta kiloliter atau 33,55 persen untuk solar.

600 Ribu Kendaraan telah Terdaftar

Irto mengatakan salah satu strategi pengawasan adalah proses pendaftaran yang saat ini tengah berlangsung. Ia mengatakan kurang-lebih 600 ribu unit kendaraan telah mendaftar dalam MyPertamina. Selain melalui laman daring, Pertamina membuka gerai pendaftaran luring di 1.300 titik.

“Melalui pengawasan digital, kami akan mampu telusuri siapa saja pembeli BBM bersubsidi supaya penyaluran BBM tepat sasaran,” ujar Irto. Untuk mendaftar, menurut dia, konsumen harus menyiapkan foto KTP, foto diri, foto STNK depan dan belakang, foto KIR, foto kendaraan tampak semua, hingga foto nomor polisi kendaraan. Instruksi pendaftaran bisa diperoleh di laman MyPertamina. Apabila pendaftaran telah berhasil, konsumen akan mendapatkan QR code yang bisa dicetak dan dibawa saat bertransaksi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan telah membahas pengendalian penyaluran BBM bersubsidi bersama Pertamina, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Menurut dia, pengendalian itu diperlukan untuk menjaga postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Menurut dia, peningkatan volume penyaluran BBM dapat menyebabkan alokasi subsidi dan kompensasi energi melebihi pagu anggaran Rp 502 triliun pada tahun ini.

Dari kuota 23 juta kiloliter yang dijatahkan pemerintah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral justru memperkirakan volume penyaluran Pertalite bisa mencapai 28 juta kiloliter pada tahun ini. Persoalan membengkaknya volume penyaluran itu belum ditambah kenaikan harga minyak global dan fluktuasi nilai tukar yang bisa memberi tekanan kepada APBN.

Ragu akan Efektivitas MyPertamina

Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan, hanya pembatasan yang tegas dan lugas yang bisa mencegah jebolnya kuota BBM bersubsidi. Ia melihat implementasi MyPertamina bukanlah solusi yang tepat. “MyPertamina tidak akan berhasil membatasi BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Bahkan justru menimbulkan ketidaktepatan sasaran dan ketidakadilan bagi konsumen yang tidak punya akses,” ujar Fahmy.

Ia berpendapat, seharusnya pemerintah menetapkan kriteria konsumen Pertalite dan solar yang sederhana serta mudah diimplementasikan di SPBU. Misalnya dengan hanya memperbolehkan roda dua atau sepeda motor, angkutan orang, dan angkutan barang yang bisa membeli BBM bersubsidi. Dengan demikian, SPBU tinggal menyiapkan dispenser khusus konsumen BBM bersubsidi tanpa perlu menggunakan pendaftaran maupun sistem MyPertamina.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan sepakat bahwa BBM bersubsidi seperti Pertalite harus dibatasi untuk kendaraan roda dua dan angkutan umum. Lebih jauh lagi, ia menyarankan agar skema subsidi nantinya diganti dari subsidi terhadap barang menjadi subsidi terhadap orang. “Karena konsep subsidi kita sudah salah, harus segera direformasi,” kata Mamit.

Ia mengatakan pemerintah juga harus mempercepat revisi Perpres 191/2014 karena berbagai solusi tidak bisa berjalan apabila dasar hukumnya belum terbit, termasuk implementasi MyPertamina. “Selama perpres belum terbit, akan sulit bagi Pertamina untuk menjalankan pembatasan. Pada akhirnya sekarang Pertamina hanya menjalankan pendataan lebih dulu karena dasar hukumnya belum ada,” ujar Mamit.

Pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mengingatkan bahwa pembatasan pembelian Pertalite dan solar tidak akan efektif tanpa adanya kriteria dan aturan yang jelas. Ia pun mengkritik pemerintah yang selama ini hanya mengeluarkan imbauan-imbauan.

“Imbauan tersebut tidak akan efektif selama Pertalite masih tersedia dan pembeli Pertalite tidak diperjelas kriterianya,” ujar Achmad.

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus