Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KINI ada satu pilihan lagi untuk menjual dagangan nonmigas ke negara-negara Eropa Timur: melalui "mak comblang". Yang ditunjuk pemerintah berdagang dengan sistem imbal beli itu adalah Cargill. Perusahaan Amerika Serikat yang memiliki enam cabang di dunia - salah satunya di Indonesia - ini, meskipun tidak meminta komisi, sanggup menjadi perantara perdagangan nonmigas kita ke Jerman Timur, Polandia, Cekoslovakia, Hungaria, Rumania Bulgaria, Yugoslavia, dan Rusia. Dan, tidak tanggung-tanggung, Cargill ditargetkan bisa mengerek ekspor nonmigas kita ke delapan negara itu, dari US$ 167 juta tahun lalu menjadi US$ 364 juta. Dalam pelaksanaannya Cargill bekerja sama dengan PT Rexford Pratama dan PT Pantja Niaga. Untuk jasa baik itu, Cargill akan mendapat prioritas dalam tender-tender barang keperluan pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN). "Imbalan itu wajar saja," kata Rachmat Saleh, Menteri Perdagangan, seperti yang dikutip Suara Katya. Tentu saja dengan catatan: harganya memang bersaing dan persyaratannya pun lebih baik. Di kalangan eksportir karet, ternyata, sudah banyak yang mengenal nama Cargill. Sebab, selama ini, mereka juga memakai jasanya untuk menjual karet ke Amerika dan Inggris. Hanya saja, menurut Direktur Eksekutif Gapkindo (Gabungan Pengusaha Karel Indonesia), Harry Tanugraha, pasaran karet di Eropa Timur itu sudah dikenal sebagai pasar yang "lunak". Selain harganya lebih bagus ketimbang di Amerika, Eropa Barat, dan Jepang, negara-negara Blok Timur itu juga tidak banyak cerewet dan tak suka main klaim. Meskipun tanpa Cargill, Harry Tanugraha sudah memperkirakan, penjualan karet ke Eropa Timur tahun ini bisa mencapai 110 ribu ton, seperti 1984. Itu berarti meningkat 13 ribu ton dari tahun lalu, yang hanya 97 ribu ton. "Kalau Cargill mau menangani, harus sanggup menaikkan ekspor karet ke sana," kata Harry Tanugraha. Apalagi mengingat pesaing, seperti Malaysia, telah mencaplok pasaran di sana 150 ribu ton. Yang masih mengganjal, seperti dialami eksportir di Sumatera Utara, pembayarannya sering terlambat. Lebih menjengkelkan bila karet sudah siap diangkut, tetapi kapal tidak masuk, dan L/C pun belum dibuka. Ini benar-benar terjadi, baru-baru ini, di beberapa gudang di Medan dan Belawan: pesanan Rumania masih menumpuk. Karena inllah, karet produksi yang berkisar antara 70% dan 90%, membanjiri pasaran Amerika Serikat - kendati harus banting harga. Kecuali, tentunya, kalau Cargill bisa mengalirkan ke Eropa Timur dengan mulus. Menjual kopi ke Eropa Timur, ternyata, juga tidak mengalami kesulitan sampai kini. Bersaing harga dengan India, Amerika Latin, dan negara-negara di Afrika pun bisa diatasi. Buktinya, tahun lalu ekspor kopi Indonesia ke enam negara Timur mencapai 31.768 ton dengan nilai US$ 46 juta, meningkat dari tahun 1984 yang 22.915 ton dengan nilai US$ 25 juta. Ekspor kopi itu, kata Dharyono Kertosastro, Ketua AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia), juga memakai jasa pihak ketiga, yang ditunjuk pembeli: Karena pemasaran kopi ke Eropa Timur itu sudah cukup mantap, Dharyono malah mengkhawatirkan bila Cargill memonopoli. Namun, jasa Cargill itu tak menjadi soal lagi, kalau harga memadai. "Jangan malah menambah beban eksportir," katanya. Ia pun mengingatkan kebiasaan imbal beli di sana perlu diperhatikan. Tapi Cargill sudah dilengkapi dengan jurus baru. Produk yang harus dibelinya dari kedelapan negara itu, jika tidak mendapat tempat di sini, dia akan menjualnya ke negara lain. Dengan demikian, diharapkan bisa mengutip devisa lebih banyak. Tapi kalau ada importir di negara sosialis malas membayar, entah bagaimana eksportir kita berurusan dengan Cargill. Suhardjo Hs. Laporan Makmun Al Mujahid (Aceh) & B.K. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo