Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Mar'ie, si gelandang moneter

Ada anggapan kekuasaan menteri keuangan terlalu besar. dialah ketua dewan moneter, yang mengatur dan bertanggung jawab terhadap utang luar negeri.

7 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Mar'ie, si gelandang moneter
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ADA pertimbangan dan alasan tersendiri mengapa Presiden Soeharto memutuskan untuk menunjuk Mar'ie Muhammad sebagai Menteri Keuangan RI. Salah satu yang penting, barangkali, karena lelaki yang berkacamata tebal itu dipandang amat berhasil menjaring pajak penghasilan (PPh) ketika dia menjabat Direktur Jenderal Pajak. Kini, adalah Mar'ie Muhammad meneruskan tongkat komando dari tangan J.B. Sumarlin yang oleh pengamat ekonomi Sjahrir dipandang sebagai menteri yang lebih besar kekuasaannya daripada seorang menteri keuangan di Amerika Serikat. Betulkah? Baiklah disimak apa yang tercantum dalam Keppres tahun 1960. Di situ memang dijelaskan ada 19 wewenang dan kewajiban Menteri Keuangan RI. Dari merencanakan dan mengusahakan terpenuhinya APBN, dia juga mengawasi berbagai urusan yang menyangkut soal kredit dari bank, bursa efek, moneter dalam dan luar negeri, serta mengatur berbagai pinjaman negara. Ada empat hal yang yang banyak diperbincangkan orang akhir- akhir ini, yakni soal pengelolaan dana BUMN, pengaturan pinjaman yang menyangkut keuangan Pemerintah, dan pengawasan serta pembinaan terhadap bank- bank swasta maupun pemerintah. Maka, tak mengherankan kalau ada yang menanyakan sejauh mana sebenarnya hak Menteri Keuangan dalam menarik-ulur dana yang terhimpun di sebuah perusahaan negara. Sebagai kuasa dari Pemerintah yang menjabat Komisaris Utama BUMN, Menteri Keuanganlah yang berhak memutuskan investasi seperti apa yang layak diterjuni oleh sebuah BUMN. Prosesnya, setelah debitur memperoleh kata sepakat dengan BUMN yang akan memberi pinjaman, barulah rencana pinjaman itu diajukan kepada staf Menteri Keuangan. Nah, jika staf dan dirjen yang membawahkan BUMN yang bersangkutan telah setuju, tinggal menunggu keputusan Menteri Keuangan. Ada dua bahan pertimbangan yang digunakan oleh Menteri Keuangan dalam menyalurkan dana milik BUMN, yakni keamanan dan keuntungan. Itu pula sebabnya dia berkewajiban melakukan penilaian secermat mungkin atas bonafiditas calon debitur. Dan mungkin itu pula yang menyebabkan bekas Menteri Keuangan Sumarlin tiba pada kesimpulan bahwa ''Taspen (yang meminjami beberapa perusahaan swasta) tidak akan dirugikan barang serupiah pun.'' Tapi, tentu saja, seorang Menteri Keuangan tak mungkin mengurus 183 BUMN seorang diri. Mungkin itulah yang dijadikan pertimbangan mengapa BUMN-BUMN ini tidak lagi dikendalikan hanya oleh seorang direktur yang memimpin direktorat pembinaan BUMN. Maka, sejak tahun lalu, direktorat tersebut sudah dinaikkan pangkatnya menjadi direktorat jenderal. Wewenang lainnya yang juga pernah dibicarakan sementara pengamat ekonomi adalah pengaturan pinjaman luar negeri. Soalnya, melalui Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN), banyak proyek pemerintah dan swasta yang terpaksa ditunda. Sebab, kalau diteruskan, itu pasti akan membahayakan keuangan negara. Memang, ini bukanlah kerja Menteri Keuangan semata- mata, tapi juga melibatkan menteri yang lain dan pejabat setara menteri, seperti Gubernur Bank Sentral, Menteri Negara Ketua Bappenas, dan Menko Ekuin serta Pengawasan Pembangunan ketika itu. Wewenang lain yang tak kalah menariknya adalah di bidang moneter dan perbankan. Berdasarkan Undang-Undang Bank Sentral Nomor 13 Tahun 1968, adalah Bank Indonesia yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk secara operasional mengawasi dan membina dunia perbankan, termasuk tentu saja bank-bank pemerintah. Keputusan tersebut telah diperkuat dengan jabatan Gubernur BI yang setara dengan menteri negara. Namun, instansi yang paling berhak menindak bank yang tidak beres keuangannya adalah Menteri Keuangan. Sebab, dialah yang bertindak sebagai Ketua Dewan Otoritas Moneter. Gubernur BI dan beberapa menteri yang lain adalah anggotanya. Tapi mengapa Menteri Keuangan yang tampil di muka layar TVRI ketika sebuah bank swasta nasional terkemuka, yang tergolong sehat, tiba-tiba dilanda rush tiga tahun silam? Dan bukan Gubernur BI? Suatu hal yang sedikit banyak telah menjadi pembicaraan di luar. Tapi dengarlah jawaban Sumarlin kepada Linda Djalil dari TEMPO yang menemuinya akhir pekan lalu. ''Dalam kondisi yang harus ditangani secepat itu, memang saya yang memberikan penjelasan. Ini bukan karena saya mau maju sendiri, tapi itu sudah menjadi keputusan Dewan Moneter yang ketika itu cepat bersidang. Dalam rapat yang juga dihadiri oleh Gubernur BI, kami bersepakat, yang akan memberikan penjelasan kepada masyarakat yang sudah gelisah adalah Ketua Dewan Moneter,'' katanya. Maka, tak perlu heran jika seorang Menteri Keuangan tiba-tiba saja muncul di televisi untuk mengumumkan kesehatan sebuah bank, atau berbicara tentang masalah kredit macet. ''Jadi, masalahnya bukan soal ini jatah Menteri Keuangan dan itu jatah Gubernur BI,'' kata Sumarlin. Budi Kusumah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus