ABDURRAHMAN Wahid mestinya berguru kepada Raden Bagus Permana Agung Drajattun. Ketika Abdurrahman masih jadi presiden, di bulan April 2000 ia mencoba mengganti Direktur Jenderal Bea Cukai itu. Ia menyodorkan nama Eddy Abdurrachman—saat itu menjadi Kepala Bea dan Cukai Jawa Timur. Gagal. Abdurrahman kemudian menyodorkan nama baru: Noegroho Djayoesman (ketika itu Kepala Polisi Jakarta). Gagal lagi. Yang terjadi, bekas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itulah yang lebih dulu tergusur dari kursinya. Meski begitu, rencana untuk menurunkan Permana tak pernah berhenti di masa presiden penggantinya, Megawati. Hingga Jumat pekan lalu, pada usaha yang ke-18 kalinya, pria kelahiran Cakranegara, Lombok, 50 tahun silam itu tak bisa bertahan. Ia digantikan oleh Eddy, calon yang dulu diusulkan Abdurrahman.
Selama hampir empat tahun jadi petinggi Bea Cukai, posisi Permana begitu kukuh. Padahal seabrek kabar tak sedap soal dirinya beredar dengan cepat, mulai dari tender pengadaan pita cukai yang kemudian dimenangi Pura Barutama sampai dikeluarkannya tiga mobil mewah Ferrari milik pejabat pemerintah dari gudang Bea dan Cukai atas seizin Permana. Kemampuan doktor kebijakan publik lulusan Universitas Notre Dame, Amerika Serikat, itu dalam memenuhi target cukai tahun 2001 juga diragukan Presiden Abdurrahman. Nyatanya, target Rp 17 triliun dapat dicapai. Pendek kata, pencinta tenis ini bisa berkelit dari pelbagai tembakan isu.
Jadi, siapa yang berada di balik ”orang kuat” ini? ”Tuhan,” kata Permana, pendek. Benarkah? Tak gampang mencari jawabannya. Banyak kalangan menduga bahwa pejabat karir di Direktorat Jenderal Bea Cukai ini punya beking politik yang kuat. Pada zaman Abdurrahman, Permana kabarnya punya dukungan kuat dari kalangan Poros Tengah. Dalam pertemuan di Hotel Borobudur pada akhir Maret 2000, sejumlah politisi Poros Tengah seperti Hatta Radjasa menggalang kekuatan untuk mempertahankan Permana. Permana sendiri hadir dalam pertemuan itu. Ketika dikonfirmasi, Hatta menjawab, ”Enggak ada dukung-dukungan. Wong semua menteri PAN (Partai Amanat Nasional) saja disikat oleh Gus Dur, bagaimana kita bisa mempertahankan Permana yang cuma Dirjen?” Seorang teman dekat Permana juga membantah soal dukungan dari para sohibnya. ”Orang-orang partai mana ada yang senang sama Permana,” katanya.
Di zaman Megawati, Permana kabarnya mencari beking lain. Bisik-bisik di kalangan pengusaha menyebutkan, lelaki ini mencoba mendekati suami Presiden, Taufiq Kiemas, setelah kekuatan Poros Tengah luntur. Kabarnya, Permana sudah menyetor miliaran rupiah ke kediaman Taufiq. Namun, Permana membantah. ”Tidak ada itu. Saya memang pernah mendapat undangan pernikahan adik Pak Taufiq di Palembang. Tapi saya malah pergi ke Bandung,” ujarnya. Permana juga mengaku pernah didekati orang-orang yang mengaku famili atau teman dekat kalangan Istana. Pria dandy ini kemudian menunjukkan beberapa gepok surat berisi permintaan dari sejumlah orang yang minta agar barangnya bisa melewati jalur hijau. ”Semua saya simpan,” katanya. Bisa jadi, inilah yang menjadi salah satu senjata Permana untuk mempertahankan kursinya.
Kalau begitu, siapa orang kuat di balik Megawati yang akhirnya bisa menurunkannya? Kali ini jawaban Permana bisa tepat. Mungkin cuma Tuhan yang tahu. Juga para pelakunya.
M.T., Setiyardi, Gita W. Laksmini, Dwi Arjanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini