MEROKETNYA harga tanah di beberapa kawasan strategis di Jakarta telah melambungkan nama Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ir. Soni Harsono, 60 tahun. Alumnus Sekolah Tinggi Teknik Hannover, Jerman Barat, itu melewatkan jam-jam sibuk di ruang kerjanya yang penuh tumpukan map, berisikan surat-surat tanah. Belum lama ini ia meluangkan waktu untuk sebuah wawancara dengan wartawati TEMPO Sri Pudyastuti, antara lain tentang keterlibatan aparat, tidak lengkapnya peraturan, dan kasus-kasus manipulasi tanah. Menurut Soni, penyebabnya ada tiga: adanya orang yang mengaku memiliki tanah yang bukan haknya, ada spekulan tanah dan ada calo. Beberapa petikan dari wawancara itu: Benarkah pelbagai keruwetan soal tanah tidak ada kaitannya dengan kerja administrasi pertanahan? Pada masa lalu administrasi pertanahan memang kurang tertib. Begitu juga sistem penggunaan tanah, seharusnya cepat dimanfaatkan. Kalau tidak cepat dibangun misalnya, SIPPT (Surat Izin Penggunaan dan Peruntukan Tanah) bisa dicabut. Pengaturan batas waktu SIPPT memang ada, tapi tidak tegas pengaturannya. Buktinya, kan masih banyak yang belum dibangun. Lalu belakangan terjadi manipulasi. Kalau harga tanah tinggi, tapi yang menikmati rakyat, bagus. Ini kan nggak. Tadinya tanah dibeli dari rakyat, kemudian dijual lagi setelah harganya menjadi mahal. Saya pernah dilapori, ada orang yang baru saja beli tanah, tapi selang beberapa hari dijual lagi pada orang lain. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Begini. Seseorang menjual tanah pada perantara, lalu si perantara menjualnya lagi kepada orang lain. Karena itu, saya katakan, perlu pengaturan. Kalau menurut saya, banyak yang mesti ditertibkan, selain menertibkan aparat kita sendiri. Tidak cuma BPN, tapi juga oknum lurah yang ikut-ikut memberikan pernyataan. Dari mana Anda menemukan kasus manipulasi tanah di kawasan Segi Tiga emas? Dari laporan-laporan. Untung, masih banyak calon pembeli tanah yang datang menanyakan keabsahan tanah. Tapi ada juga yang didesak calo yang mengatakan "Gampang, kita akan bereskan dengan BPN." Sangkanya BPN ada di belakang semua itu. Pembeli tergiur lalu menyetor uang muka. Belakangan ia terkecoh, dan tidak bisa mengurus sertifikat. Apa tindakan BPN? Orang sering mengeluh, apa fungsi BPN dan mengapa mesti ke pengadilan. Jawab saya, saya kan sudah memperingatkan, mengapa nekat. Bahwa ia tertipu, itu kan soal pidana, urusan pengadilan. Bagaimana kalau ada yang mengatasnamakan ormas, perusahaan, atau pejabat? Kalau tanahnya sudah ada pemilik sahnya, saya cuma bisa bilang, sebaiknya diselesaikan menurut aturannya. Bagaimana tentang mereka yang mengaku memiliki hak eigendom. Bukankah hak itu sudah tidak berlaku lapi sejak tahun 198O? Ya, itu juga salah satu pangkal masalah. Di Jakarta ini dulu banyak tanah partikelir. Ada yang dari tahun 1820, sudah dimutasikan, dibeli dari Pemerintah Belanda. Ada juga yang karena tidak membayar pajak, hilang haknya sehingga dialihkan kepada orang lain. Ketika keluar UU No. 1 tahun 1958, status juga sudah berubah. Kemudian Keppres No. 32 tahun 1980 menetapkan bahwa tanah-tanah yang dikuasai tuan tanah menjadi milik negara. Mereka cuma boleh menguasai 10 bahu, asalkan melaporkan dan mendaftarkan tanah haknya itu dalam jangka enam bulan. Ada memang yang mengurus dan mendapat bagian 3 ha, misalnya. Tapi karena tanah itu tidak dipakai seluruhnya, lalu haknya gugur. Tapi, dia tak perduli lalu menjual tanahnya kepada orang lain. Ada pula tanah yang tak diurus, contohnya ada di kawasan Kuningan, sehingga tanah dikuasai negara. Tahu-tahu ada yang menemukan dokumen lama dan mengklaim tanah itu sebagai miliknya. Celakanya, ada pula yang mencari keuntungan dengan mengurus tanah yang sudah milik orang lain itu. Belum lama ini ada 66 aparat BPN dipecat. Apa mereka terlibat manipulasi? Mereka terlibat dalam kasus-kasus pembebasan tanah. Misalnya menginventarisasi jumlah tanaman di atas tanah dengan angka fiktif. Jadi, kasus korupsi. Ada juga yang terlibat sertifikat palsu. Terus terang, kondisi aparat pertanahan di daerah belum memuaskan. Padahal, merekalah ujung tombak BPN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini