Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mencetak uang selagi ada peluang

Bisnis properti sedang marak di jakarta. yang sedang ancang-ancang antara lain pt wisma dharmala sakti akan membangun office park. juga pt duta anggada realty. ciputra sedang mengembangkan grup sang pelopor.

23 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAHASIA dari sebuah sukses dalam bisnis terletak hanya pada satu hal, yakni Anda siap bertindak, persis ketika peluang itu tiba. Mungkin pemeo inilah yang sedikitnya bisa menjelaskan, mengapa sekarang para taipan dan konglomerat berlomba-lomba membeli dan menguasai lahan di banyak kawasan strategis, di Jakarta . Soalnya memang itu. Bisnis properti kini sedang mengalami panen raya yang hampir tak ada duanya dalam sejarah DKI Jakarta. Permintaan akan tanah untuk perkantoran terus meningkat, jadi siapa cepat dia yang dapat. Tak heran bila harga tanah membubung tinggi. Sebidang tanah di kawasan paling elite. yang disebut Segi Tiga Emas, mula-mula bisa dibebaskan dengan harga Rp 400 ribu. Kini, gara-gara boom, harga tanah mencelat sampai Rp 2 juta-3 juta per m2. Setelah siap bangun, lengkap dengan sertifikatnya pula, harga tanah "matang" itu bisa lebih mahal. "Itu memang premi yang harus dibayar para pemakai, kan tanahnya sudah beres," kata Alexandra Wangsawidjaja, Manajer Investasi PT Procon Indah, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pemasaran ruang perkantoran. Harga tanah yang gila-gilaan itu masih terhitung murah jika dibanding dengan harga tanah di negara tetangga, Singapura misalnya. Menurut angka di Economic Development Board Singapura, tanah di sana bisa mencapai Sin.$ 13.000 per meter atau sekitar Rp 13 juta. Maka, orang pun beranggapan, sekaranglah saatnya menanam modal besar-besaran di Jakarta, sebelum harga tanah melejit lebih tinggi lagi. Dan bila gedung perkantoran sudah berdiri, fasilitas yang biasanya ditata dan dilengkapi secara modern itu bisa disewakan dengan harga US$ 25 - US$ 32 per m2 per bulan. Benar-benar bisnis yang mencetak uang. Sementara itu, permintaan terus mengencang. "Tahun lalu kebutuhan itu sekital 140.000 m2," tutur Susan Pranata, Eksekutif Senior PT Procon Indah. Maka, beberapa gelintir kelompok bisnis terjun menyerbu bisnis properti, bagaikan tikus menyerbu keju. Mereka tak begitu peduli, yang mereka terjuni itu adalah bisnis jangka panjang. Pokoknya terjun dulu. Bahkan grup yang tidak punya cukup dana untuk membebaskan tanah pun nekat pinjam uang ke bank. Anehnya, bank yang bersangkutan juga nekat membuka keran. Yang sedang memasang ancang-ancang adalah kelompok Dharmala, lewat PT Wisma Dharmala Sakti yang sudah go public. "Soalnya, untuk memenuhi komitmen pada masyarakat, kami harus terus mengembangkan diri," kata Micky Thio, salah seorang eksekutif top kelompok Dharmala. Properti Dharmala itu mengambil tempat di kawasan Jalan Gatot Subroto, yang termasuk kawasan Segi Tiga Emas pula. Lahan yang disiapkannya tiga hektare. Di lokasi itu mereka akan membangun sebuah taman perkantoran yang istilah kerennya office park. Delapan gedung akan berkumpul menjadi satu di sana. Dua di antara delapan gedung itu akan menjadi menara kembar yang masing-masing berlantai 20. Sementara itu, enam lainnya mengitarinya dengan ukuran menengah, delapan lantai. Pasokan ini tampaknya akan terus membludak pada tahun ini dan tahun depan. Gedung-gedung yang akan rampung, misalnya Sampoerna Plaza dan Exchange House di Jalan Rasuna Said, Kuningan. Di Jalan Gatot Subroto ada Century Plaza, Mulia Plaza, dan Palm Court Condominium. Di Thamrin-Sudirman sedang tumbuh Bank Industri, Plaza Indonesia, Landmark Centre Tower II, Tamara, dan Wisma Bank Dharmala. Selain di lahan perkantoran, gerak bisnis properti ini juga menggebu ke arah pembangunan berbagai pusat perbelanjaan dan apartemen mewah, yang populer disebut kondominium. PT Duta Anggada Realty adalah salah satu contohnya. Perusahaan yang juga sudah menjual saham di Bursa Efek Jakarta ini merencanakan pembangunan 88 apartemen mewah di kawasan Karet yang berdekatan dengan kawasan Segi Tiga Emas. Tanah seluas 5.000 m2 sudah disiapkannya untuk proyek ini. Selain itu, Duta Anggada juga tengah memperslapkan sebuah pusat perbelanjaan seluas 17.000 m2. Pusat bisnis ini bakal menempati lahan Hotel Angkasa Puri di Jalan D.I. Panjaitan, yang nantinya bakal diratakan dengan tanah. Dana sebesar Rp 30 milyar sudah disiapkan untuk membiayai kedua proyek ini. Semangat yang menggebu untuk terjun ke bisnis properti ini memang ditunjang oleh dana yang melimpah. "Mau duit berapa saja pasti disediakan bank, kalau perlu mereka bikin sindikasi," kata Ans Gregory, salah seorang eksekutif dari kelompok Gunung Sewu. Misalnya saja proyek Dharmala tadi, yang diperkirakan akan menelan dana sekitar Rp 100 milyar. Kiatnya memang begitu. Pada tahap awal mereka menggunakan kredit sindikasi dari berbagai bank. Setelah proyek berjalan, dan laba mulai terbayang, perusahaan-perusahaan itu bisa melempar sebagian sahamnya ke pasar modal untuk mengganti modal bank yang mahal dengan modal murah dari masyarakat. Untuk menutup yang seratus milyar itu, misalnya, "bisa saja nanti kami bikin right issue," kata Micky. Artinya, PT Wisma Dharmala Sakti berencana menerbitkan saham baru yang langsung dijual ke pemegang saham lama, termasuk masyarakat. Dengan gejolak harga tanah yang memanas, saham perusahaan properti pasti cepat laris. Harga sahamnya pun ikut terbuai ke atas, dan mungkin saja para investornya ikut menuai laba besar. Jadi, sama-sama untunglah. Tapi untung yang lebih besar pasti jatuh ke pangkuan perusahaan. Paling banter mereka cuma melepas 20 persen saham, dan utang bisa terlunaskan. Hanya saja, pasokan yang berlebihan tentu bisa "memukul balik" pemiliknya. Manajer wanita di Procon Indah memperkirakan, tingkat hunian gedung-gedung itu bakal merosot di tahun-tahun mendatang. Sekarang, tingkat hunian tersebut masih di angka 90 sampai 99,1 persen. Beberapa bulan sebelumnya, sempat tercapai angka 99,3. Tapi bila pasokan bertambah kelak, tingkat hunian akan merosot menjadi 90 persen tahun depan, dan menukik lagi menjadi 85-86 persen tahun berikutnya. Pada tahun-tahun itu pula, diperkirakan kelebihan pasokan akan kembali mewarnai bisnis properti di Jakarta, mirip apa yang terjadi pada tahun 1986. Akhir tahun ini saja, kelebihan persediaan ruang kantor diperkirakan mencapai 45.000 m2. Kalau tak pandai-pandai membuat kalkulasi dan menjaring calon penyewa, bukan mustahil akan ada pengusaha gedung jangkung yang kelak dihinggapi sakit "bingung-bingung". Untuk menghadapi kemungkinan yang kurang sedap itu, para cukong itu sudah siap dengan kiat masing-masing. Henry Onggo, misalnya, pemilik Ratu Plaza yang juga Presdir PT Landmark ini. Ia yakin bahwa kelebihan pasokan tak akan mengganggu bisnisnya. "Asal lokasi dan gedungnya bagus, itu tak jadi menjadi masalah," katanya kepada Sri Pudyastuti dan TEMPO beberapa waktu lalu. PT Landmark memang menguasai lokasi strategis di ujung Jalan Sudirman. Ia juga memiliki akses langsung dengan jalan utama kawasan Segi Tiga Emas yang lain, Kuningan. Maka, ia optimistis, investasi US$ 44 juta yang digunakan untuk membangun menaranya yang kedua itu bakal kembali dalam waktu tujuh tahun. Persaingan yang keras ini dihadapi dengan cara lain oleh Dharmala, yang membangun gedung-gedung berukuran menengah. Sasarannya, perusahaan publik yang ingin dianggap memiliki gedung sendiri. "Mereka perlu citra, jadi suka kalau namanya dipajang di luar gedung," tutur Micky Thio. Jika gedung cuma terdiri dari delapan lantai, maka penyewa empat lantai saja bisa menjadi penyewa utama atau anchor tenant. Kiat ini juga dipakai oleh pabrik rokok. Sampoerna, yang menyewa empat lantai gedung Mulia Group di Kuningan. Maka, orang akan lebih mengenal gedung itu sebagai Sampoerna Plaza. Ada juga yang ekstrem. "Office building berhenti dululah," kata Ir. Ciputra, bos PT Pembangunan Jaya yang sekarang sedang mengembangkan Grup Sang Pelopor. Taipan yang juga erat berkaitan dengan Metropolitan Group ini punya naluri lain. Analisanya, dengan banyaknya rumah yang tergusur, maka yang bakal menikmati rezeki adalah pengusaha real estate yang membangun perumahan. "Jangan kaget kalau nanti Sang Pelopor membangun rumah paling banyak," tambahnya sembari tertawa. Ciputra juga sedang mengincar kawasan di luar Segi Tiga Emas. Untuk jelasnya, ia sedang memburu tanah di sepanjang jalan tol ke Bandar Udara Soekarno-Hatta. Dengan investasi Rp 2 trilyun, tanah seluas 1.200 hektare itu bakal disulapnya menjadi kota mini. Di lahan yang luas ini, kondominium, pusat bisnis, sampai lapangan golf akan disiapkan oleh Ciputra. Memang, buat yang punya duit, pilihan selalu lebih banyak. Yopie H., Yudhi S., dan Wahyu Muryadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus