Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sudah jatuh ditimpa tetangga

Pn timah di pulau bangka tutup. penyebabnya adalah ekspor timah rrt ke as dalam jumlah besar, walau sudah diperingatkan. itc tak dapat berbuat apa-apa karena birma juga membocorkan timahnya. (eb)

7 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN ton timah menumpuk di pulau Bangka. Ratusan karyawan diberhentikan oleh kontraktor-kontraktor PN Timah, karna eksplorasi tidak bisa dilanjutkan. Lebih parah lagi Malaysia, produsen timah terbesar di dunia. Sejumlah besar tambang -- yang di sana umumnya dikelola oleh swasta -- sudah ditutup. Begitu pula di Bolivia, penghasil timah nomer dua. Apa sebabnya? Menurut Pran Chopra dari Bangkok Post yang melaporkan dari KL, sebabnya merupakan kombinasi dari 3 faktor. Pertama -- seperti dalam hal lesunya banyak bahan mentah lainnya -- resesi di negeri-negeri industri. Kedua, pelepasan sebagian sarana penyangga (buffer stock) timah Amerika Serikat -- konsumen terbesar timah produksi Dunia Ketiga. Para produsen timah hanya berhasil sedikit mengendorkan rencana AS itu, sehingga sekarang keputusan AS untuk menjual 100 ribu ton timahnya masih terkatung-katung di udara. Sedang faktor ketiga, adalah menanjaknya ekspor timah RRT ke Amerika yang ditaksir melampaui 7000 ton tahun lalu. Atau lebih dari separo ekspor total IRT yang diperkirakan antara 12-15 , ribu ton. Tembakan Musa Tak mengherankan kalau Malaysia yang paling keras terhempas di atas balok-balok timahnya -- yang pertama kali melancarkan tembakan diplomatis ke alamat Peking. Menteri Perindustrian Dasar Bahan Mentah Malaysia, Dato Musa Hitam, telah mendesak RRT mengurangi ekspornya "demi kepentingan kesejahteraan negara-negara Dunia Ketiga". Tapi buat Malaysia, kecaman Dato Musa Hitam bukan kecaman pertama ke alamat RRT. Salah seorang pemimpin Malaysia yang terkemuka, Encik Ghafar Baba ketika turut dalam rombongan mendiang Tun Razak ke Peking musim panas yang lalu sudah menyentil hal itu. Namun RRT diam saja. Bahkan ketika diundang ke sidang ITC (International Tin Council) di London pertengahan Desember yang lalu, tak tampak dari mereka yang hadir. Saking gemasnya, sidang ITC itu memutuskan untuk mengirim delegasi 3 negara untuk berunding dengan Peking. Untuk itu, permintaan untuk menerima delegasi itu sudah disampaikan lewat Kedubes RRT di London. Namun sampai akhir Januari, belum juga terdengar ba atau bu dari para anak buah Mao. Makanya orang jadi bertanya-tanya, apakah nantinya RRT akan memberikan tanggapan yang lebih positif terhadap permintaan a/n negara-negara Dunia Ketiga itu ketimbang permintaan negara-negara ASEAN pada Jepang agar ekspor karet sintetis dikurangi? Menurut sementara pengamat, jawaban RRT bakal lebih positif dari pada Jepang. Sebab RRT lebih peka terhadap segi-segi politis dari pada hubungan ekonominya dan sering kali mau bekerja sama guna kepentingan politis itu. Dan mengingat anjloknya harga timah itu sebagian disebabkan oleh permainan di antara kekuatan-kekuatan raksasa -- OPEC versus Dunia Pertama dan RRT + AS versus produsen timah lainnya , bantuan satu negara raksasa jugalah yang dapat menaikkannya kembali. ITC Impoten Berapa besar potensi timah RRT? Cadangan timahnya, diduga sekitar 1,5 juta ton. Produksinya diduga sekitar 20 ribu ton setahun. Potensi itu baru mulai diolah berdasarkan perjanjian pembagian kerjasama ekonomi antara RRT dan Uni Soviet -- ketika hubungan antara kedua negara komunis itu masih mesra. Ketika hubungan memanas, RRT baru mengekspor 100 ton setahun sampai awal 1970-an. Dua tahun berikutnya ekspor timahnya naik 10 x menjadi 1000 ton, lantas naik 10 x lagi dalam 21 tahun berikutnya. RRT juga ikut menikmati lonjakan timah seperti halnya sejumlah komoditi lainnya. Bukan hanya dalam hal kwantitas, tapi juga dalam harganya. Harga timah RRT pertengahan 1974 naik sampai 50% di atas harga lantai ITC ($ AS 300 atau $ M 900/pikul). Sekarang ini, orang-orang di KL menaksir harga jual timah RRT itu 5 sampai 10% di bawah harga lantai ITC, walaupun itu disangkal oleh importir-importir New York. Memang agak aneh bahwa importir-importir New York itu terus memborong timah RRT walaupun cadangan resmi timah milik pemerintah AS sedang dilepas ke pasaran. Untuk memecahkan keruwetan gara-gara persekongkolan antara produsen Cina dan konsumen Amerika itu, RRT mau diundang lagi ke Konferensi Timah Internasional bulan Juli yang akan datang. Sebab merosotnya ekspor timah anggota-anggota ITC yang tinggal 3000 ton saja dalam kwartal pertama tahun ini dibandingkan dengan kwartal terakhir 1975 -- sementara ekspor RRT beberapa kali lipat jumlah itu -- memang sudah keterlaluan. Dan membuat ITC praktis impoten dalam pengendalian harga. Sementara itu, Malaysia sedang menghadapi ancaman lain pula. Birma, yang resminya diketahui hanya mengekspor 600 ton timah setahun, diam-diam telah membocorkan timahnya ke peleburan-peleburan Malaysia. Birma sendiri bukan anggota ITC, namun timahnya bocor ke Malaysia lewat Muangthai yang justru anggota ITC pula. Berarti satu kebocoran tambahan bagi ITC. Makanya Birma pun mau diminta jadi anggota ITC, dan menghadiri Konferensi Timah Internasional ke-5 nanti. Namun apakah RRT dan Birma mau menghadiri konferensi itu, masih jadi tanda tanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus