Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Samurai buat simatupang

Gonda ke proyek asahan, disambut meriah & bertukar cindera mata. namun pekerjaan dimulai rakyat menjadi kecut karena tak menyinggung ganti rugi tanah dan tanah rakyat bakal terendam air. (eb)

7 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG akhir bulan lalu rombongan Takasumi Gonda, Presdir PT Indonesia Asahan Aluminium datang ke Sumatera Utara. Tujuannya ingin memperkenalkan diri sambil melihat langsung tempat Proyek Asahan yang mau didirikan tahun ini. Termasuk berbincang-bincang dengan pemuka masyarakat yang berdiam sekitar lokasi proyek raksasa itu. Tanggal 22 Januari dia berkunjung ke kantor Gubernur Sumatera Utara, dan diterima oleh Sekwilda Bardansyah. Apa yang mereka hicarakan di ruangan tertutup itu, tak banyak merembes ke luar. Kecuali tercetus gagasan membentuk Badan Pengelola Bersama (Joint Board) dengan Pemda Sumut. PT itu sendiri sudah diresmikan berdirinya di Jakarta 6 Januari lalu, sementara orang di propinsi Marah Halim itu tampaknya sudah mulai gemas menunggu. Maka ketika rombongan Takasumi tiba di Porsea lewat Parapat, mereka dielu-elukan dengan semarak oleh masyarakat setempat. Anak-anak-sekolah dikerahkan untuk menyambut rombongan Jepang & Aneka Tambang itu. Sambil melambai-lambaikan Merah Putih dan Hinomaru, para bocah berteriak "Banzai" ke iringan mobil para tamu. Lantas ada sepatah dua kata dari kedua belah fihak. "Dalam menggarap proyek ini nanti akan banyak masalah yang bakal dihadapi", kata Gonda. "Makanya kami minta doa restu dan kerjasama dari masyarakat di sini. Apa lagi ini proyek nasional dan penanaman modal bersama antara Indonesia dan Jepang". Lantas ia menceritakan manfaat proyek itu setelah berdiri, seperti yang sudah berkali-kali dikhotbahkan pemimpin kedua bangsa. Gonda kelihatannya cukup ramah, bak ingin menandaskan bahwa Indonesia-Jepang tetap "sama-sama, na!". Tanpa lupa membesarkan hati rakyat sana, bahwa proyek seharga $AS 870 juta lebih itu merupakan "satu-satunya proyek terbesar di Asia Tenggara". Sekaligus mahkota Pelita-II. Karuan saja uluran tangan dan sikap ingin memperkenalkan diri dari fihak Gonda dkk mendapat sambutan yang setimpal. Hari itu juga dia diberi tanda mata Lambang Pemda Kabupaten Tapanuli Utara dan selembar ulos diselempangkan di bahunya. Juga piso-piso dan sebuah kepala kerbau turut jadi perlengkapan hadiah yang mengiringi upacara adat Batak. Elu-elu begitu tidak hanya terjadi di daerah Tapanuli Utara di mana Danau Toba nongkrong pada ketinggian 1 Km di atas muka laut. Dan sungai Asahan berhulu air danau yang mengalir lewat celah gunung dan terbanting di sampuran Sigura-gura dan Tangga terus dibawa arus yang bemuara di pantai Kabupaten Asahan, di bibir Selat Malaka. Ketika 20 Januari rombongan Gonda tiba di Indrapura (Kecamatan Air Putih) di Asahan masyarakat setempat juga bukan main ramainya menyambut sang tamu. Bupati Asahan, Haji Abdul Manan Simatupang menghadiahkan kain tenunan Batubara nan tersohor itu kepada Gonda dan rombongannya. Orang Sumitomo itu sendiri membalasnya dengan menghadiahkan sebilah pedang samurai yang tersarung, yan khusus dibawanya dari Negeri Sakura. Sementara bupati anak marga Simatupang itu mengambil kesempatan guna meminta kesediaan masyaraka mengosongkan tanahnya untuk memperlebar jalan menjadi 10 meter ke arah Tanjung Gading. Dan setelah rombongan orang-orang Jakarta & Tokyo itu dihibur dengan atraksi Mator-tor, semuanya pulang ke Medan dan Asahan kembali lengang. Kelengangan itu bakal tidak panjang umurnya. Sebab setelah para pekerja proyek betul-betul mendarat di sana lengkap dengan traktor dan buldosernya, kemudian mengangkut turbin dan generatornya ke Tangga dan Sigura-gura suasana bisa betul-betul ramai. Bukan hanya lantaran tanah rakyat perlu dikosongkan, namun menurut wartawan SH Jan Worotikan 600 Ha sawah dan ladang bakal tergenang kalau nanti dam pengontrol di Paritohan mengangkat muka air sungai Asahan setinggi dua meter. Belum lagi areal yang disita untuk proyek perkantoran, perumahan, pabrik, menara transmisi listrik, dan segala tetek-bengeknya. Berabenya, soal ganti rugi tanah itu tidak disinggung-singgung sama sekali di tengah keramaian tukar ulos, samurai dan kepala kerbau itu. Sementara itu di Jakarta, pemerintah masih sedang memikirkan sumber bahan baku alumina untuk pabrik peleburan di Kuala Tanjung nantinya. Sebab Alcoa sudah menarik diri dari Kalimantan Barat. Sedang proyek Pemurnian bauksit PT Aneka Tambang di pulau Bintan masih dalam taraf "mencari dana pasaran", bak kata Wakil Ketua BK PM ir. A.R. Suhud pada TEMPO. Namun perunding utama Proyek Asahan itu dalam ceramah di depan Perhumas tidak pesimis. "Toh Proyek Asahan baru akan selesai dalam 10 tahun, sedang untuk membangun pabrik pemurnian bauksit hanya makan tempo 3 tahun. Jadi kita lihat perkembangan nanti sajalah", kata Suhud. Mudah-mudahan saja, dia betul. Kalau tidak, mengapa pelabuhan peleburan alumina itu dibangun di Kuala Tanjung, di tepi Selat Malaka kalau bukan lantaran mengandalkan bauksit Kalimantan atau Bintan ? Dan bukan di Sibolga, kota pelabuhan nan sepi di pantai Barat Sumatera Utara yang lebih dekat ke Australia, produsen alumina raksasa yang merupakan alternatif terdekat bagi Proyek Asahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus