MENJELANG akhir bulan lalu rombongan Takasumi Gonda,
Presdir PT Indonesia Asahan Aluminium datang ke Sumatera Utara.
Tujuannya ingin memperkenalkan diri sambil melihat langsung
tempat Proyek Asahan yang mau didirikan tahun ini. Termasuk
berbincang-bincang dengan pemuka masyarakat yang berdiam sekitar
lokasi proyek raksasa itu. Tanggal 22 Januari dia berkunjung ke
kantor Gubernur Sumatera Utara, dan diterima oleh Sekwilda
Bardansyah. Apa yang mereka hicarakan di ruangan tertutup itu,
tak banyak merembes ke luar. Kecuali tercetus gagasan membentuk
Badan Pengelola Bersama (Joint Board) dengan Pemda Sumut.
PT itu sendiri sudah diresmikan berdirinya di Jakarta 6 Januari
lalu, sementara orang di propinsi Marah Halim itu tampaknya
sudah mulai gemas menunggu. Maka ketika rombongan Takasumi tiba
di Porsea lewat Parapat, mereka dielu-elukan dengan semarak oleh
masyarakat setempat. Anak-anak-sekolah dikerahkan untuk
menyambut rombongan Jepang & Aneka Tambang itu. Sambil
melambai-lambaikan Merah Putih dan Hinomaru, para bocah
berteriak "Banzai" ke iringan mobil para tamu. Lantas ada
sepatah dua kata dari kedua belah fihak. "Dalam menggarap proyek
ini nanti akan banyak masalah yang bakal dihadapi", kata Gonda.
"Makanya kami minta doa restu dan kerjasama dari masyarakat di
sini. Apa lagi ini proyek nasional dan penanaman modal bersama
antara Indonesia dan Jepang".
Lantas ia menceritakan manfaat proyek itu setelah berdiri,
seperti yang sudah berkali-kali dikhotbahkan pemimpin kedua
bangsa. Gonda kelihatannya cukup ramah, bak ingin menandaskan
bahwa Indonesia-Jepang tetap "sama-sama, na!". Tanpa lupa
membesarkan hati rakyat sana, bahwa proyek seharga $AS 870 juta
lebih itu merupakan "satu-satunya proyek terbesar di Asia
Tenggara". Sekaligus mahkota Pelita-II. Karuan saja uluran
tangan dan sikap ingin memperkenalkan diri dari fihak Gonda dkk
mendapat sambutan yang setimpal. Hari itu juga dia diberi tanda
mata Lambang Pemda Kabupaten Tapanuli Utara dan selembar ulos
diselempangkan di bahunya. Juga piso-piso dan sebuah kepala
kerbau turut jadi perlengkapan hadiah yang mengiringi upacara
adat Batak.
Elu-elu begitu tidak hanya terjadi di daerah Tapanuli Utara di
mana Danau Toba nongkrong pada ketinggian 1 Km di atas muka
laut. Dan sungai Asahan berhulu air danau yang mengalir lewat
celah gunung dan terbanting di sampuran Sigura-gura dan Tangga
terus dibawa arus yang bemuara di pantai Kabupaten Asahan, di
bibir Selat Malaka. Ketika 20 Januari rombongan Gonda tiba di
Indrapura (Kecamatan Air Putih) di Asahan masyarakat setempat
juga bukan main ramainya menyambut sang tamu. Bupati Asahan,
Haji Abdul Manan Simatupang menghadiahkan kain tenunan Batubara
nan tersohor itu kepada Gonda dan rombongannya. Orang Sumitomo
itu sendiri membalasnya dengan menghadiahkan sebilah pedang
samurai yang tersarung, yan khusus dibawanya dari Negeri Sakura.
Sementara bupati anak marga Simatupang itu mengambil kesempatan
guna meminta kesediaan masyaraka mengosongkan tanahnya untuk
memperlebar jalan menjadi 10 meter ke arah Tanjung Gading. Dan
setelah rombongan orang-orang Jakarta & Tokyo itu dihibur dengan
atraksi Mator-tor, semuanya pulang ke Medan dan Asahan kembali
lengang.
Kelengangan itu bakal tidak panjang umurnya. Sebab setelah para
pekerja proyek betul-betul mendarat di sana lengkap dengan
traktor dan buldosernya, kemudian mengangkut turbin dan
generatornya ke Tangga dan Sigura-gura suasana bisa betul-betul
ramai. Bukan hanya lantaran tanah rakyat perlu dikosongkan,
namun menurut wartawan SH Jan Worotikan 600 Ha sawah dan ladang
bakal tergenang kalau nanti dam pengontrol di Paritohan
mengangkat muka air sungai Asahan setinggi dua meter. Belum lagi
areal yang disita untuk proyek perkantoran, perumahan, pabrik,
menara transmisi listrik, dan segala tetek-bengeknya. Berabenya,
soal ganti rugi tanah itu tidak disinggung-singgung sama sekali
di tengah keramaian tukar ulos, samurai dan kepala kerbau itu.
Sementara itu di Jakarta, pemerintah masih sedang memikirkan
sumber bahan baku alumina untuk pabrik peleburan di Kuala
Tanjung nantinya. Sebab Alcoa sudah menarik diri dari Kalimantan
Barat. Sedang proyek Pemurnian bauksit PT Aneka Tambang di pulau
Bintan masih dalam taraf "mencari dana pasaran", bak kata
Wakil Ketua BK PM ir. A.R. Suhud pada TEMPO. Namun perunding
utama Proyek Asahan itu dalam ceramah di depan Perhumas tidak
pesimis.
"Toh Proyek Asahan baru akan selesai dalam 10 tahun, sedang
untuk membangun pabrik pemurnian bauksit hanya makan tempo 3
tahun. Jadi kita lihat perkembangan nanti sajalah", kata Suhud.
Mudah-mudahan saja, dia betul. Kalau tidak, mengapa pelabuhan
peleburan alumina itu dibangun di Kuala Tanjung, di tepi Selat
Malaka kalau bukan lantaran mengandalkan bauksit Kalimantan atau
Bintan ? Dan bukan di Sibolga, kota pelabuhan nan sepi di pantai
Barat Sumatera Utara yang lebih dekat ke Australia, produsen
alumina raksasa yang merupakan alternatif terdekat bagi Proyek
Asahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini