Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemnaker telah mempertemukan dua pihak yang berselisih, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan manajemen PT Pertamina (Persero). Ada beberapa masalah yang diungkap dalam pertemuan, salah satunya mengenai kenaikan upah yang masih memerlukan komunikasi efektif antar pihak.
Berikutnya tentang pemberian insentif sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama atau PKB, yang akan dicermati oleh kedua pihak. Lalu terakhir, penguatan persepsi para pihak terkait lingkup kewenangannya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
"Untuk dapat memfolow-up identifikasi dimaksud akan digelar pertemuan lanjutan pasca-Natal dan sebelum tahun baru," kata Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kemenaker, Indah Anggoro Putri, dalam keterangan tertulis, Kamis, 23 Desember 2021.
Pertemuan digelar usai adanya surat pemberitahuan mogok kerja dari FSPPB pada 17 Desember lalu. Surat ini ditujukan kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan juga Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Lewat surat ini, serikat menyampaikan kalau mereka berencana mogok kerja selama 10 hari, dari 29 Desember 2021 sampai 7 Januari 2022. Ada lima alasan dan sebab mereka melakukan mogok kerja yaitu:
- Tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan PKB di Pertamina, antara pengusaha dan pekerja yang diwakili FSPPB
- Pengusaha dan pekerja yang diwakili FSPPB gagal melalukan perundingan
- Tidak adanya itikad baik dari direktur utama untuk membangun industrial peace atau hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
- Tidak diindahkannya berbagai upaya damai yang sudah ditempuh FSPPB
- Diabaikannya tuntutan kepada Menteri BUMN untuk mengganti pimpinan atau Direktur Utama Pertamina dengan yang lebih baik.
Serikat pekerja kemudian mengirimkan surat ini kepada Ida pada 20 Desember. Sehingga, Kemenaker pun mempertemukan kedua pihak, manajemen dan serikat pekerja Pertamina di kantor Kemenaker, Jakarta Selatan pada Rabu, 22 Desember.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Presiden FSPPB Arie Gumilar, serta Direktur Sumber Daya Manusia Pertamina M. Erry Sugiharto dan tim. "Pertemuan ini sebagai upaya nyata Kemnaker untuk merespon kondisi hubungan industrial yang sedang berkembang di masyarakat Indonesia dan hangat dibicarakan," kata Indah.
Kepala Bidang Media FSPPB Kapten Marcellus Hakeng Jayawibawa membenarkan ihwal pertemuan yang dihadiri oleh Arie dan Erry tersebut. Meski mengapresiasi langkah Kemnaker yang langsung merespons surat mereka, Hakeng menilai pertemuan ini sebenarnya belum sesuai dengan harapan serikat.
"Kami belum melihat ada upaya menciptakan pembicaraan yang setara antara manajemen dan serikat," kata dia kemarin. Padahal, kata Hakeng, serikat selalu mencoba untuk membuka jalur komunikasi dengan manajemen untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah adanya rencana mogok dari para pekerja Pertamina ini, sempat beredar kabar kalau salah satu alasan aksi ini adalah akibat manajemen akan memotong gaji karyawan. Hakeng pun juga menyebut pihaknya tidak pernah mengeluarkan komentar mengenai masalah pemotongan gaji ini. "Itu masih bagian dari internal kami (pekerja dan manajemen," kata dia.
Tempo mengkonfirmasi kepada Pertamina soal isu pemotongan gaji di balik rencana mogok para pekerja ini, termasuk pertemuan di kantor Kemenaker pada 22 Desember. Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman tidak memberikan jawaban spesifik mengenai kedua hal tersebut.
Fajriyah hanya mengatakan saat ini Pertamina sedang melakukan kajian program Agile Working dalam rangka adaptasi menyambut post-pandemi. Sasarannya yaitu para pekerja Pertamina Holding di kantor pusat, yang tugas dan pekerjaannya dapat dilakukan dari rumah.
Para pekerja ini kemudian diberikan opsi memilih pola kerja dengan mekanisme Work From Office (WFO) alias bekerja dari kantor atau Work From Home (WFO) yaitu bekerja dari rumah. Pemilihan pola kerja ini, kata dia, dilakukan dengan persetujuan pekerja dan bersifat opsi sukarela tanpa paksaan.
Fajriyah menyebut program ini tidak akan berdampak bagi para pekerja yang memilih untuk WFO. Menurut dia, direksi dan dewan komisaris Pertamina juga bekerja dari kantor. Meski demikian, program ini masih belum dijalankan. "Masih dalam proses mendapatkan masukan dari berbagai pihak," kata dia, kemarin.
Baca juga: Marimutu Sinivasan Sebut Utang Texmaco Rp 8 T, Sri Mulyani: Padahal Rp 29 T
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.