Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Ahmadiyah Sesudah Rabithah

Pemimpin ahmadiyah yang berpusat di pakistan, mirza mubarak ahmad, datang ke indonesia & mengunjungi jamaah di desa-desa. organisasi islam di mekah-rabithah alam islami menyatakan mereka sebagai'non muslim.

11 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AHMADIYAH masih ada, Iho. Aliran Islam yang sebuah ini, yang berpusat di Pakistan (dan diperkirakan berpengikut sekitar 10 juta), di tahun 1974 dinyatakan oleh organisasi internasional Rabithah Alam Islami sebagai "non-Muslim". Tapi rekomendasi formal memang bukan "pembasmian". Ahmadiyah tetap ada -- bahkan pucuk pimpinannya dari Pakistan baru saja berada di Indonesia. Selama setengah bulan, sampai awal Juli, tokoh itu, Mirza Mubarak Ahmad, meninjau jamaahnya. Ia adalah Wakil A'la (Penanggung jawab Tertinggi) organisasi dunia Ahmadiyah -- di samping juga Wakil Tabsyir alias Penanggung jawab Departemen Misi. Ia, orang kedua sesudah Khalifah Ahmadiyah (yang ke 3 kini) Mirza Nasir Ahmad (dan kedua-duanya adalah putra Khalifah 11 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad almarhum), berkendaraan mobil dari Jakarta ke dusun-dusun di Jawa Barat. Di sejumlah tempat mereka berhenti: Bogor, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Desa Wanasigra, Desa Singaparna, Desa Manislor di Kabupaten Cirebon. Di masing-masing tempat berpidato kepada sejumlah jamaah. Jawa Barat memang terhitung daerah terkuat Ahmadiyah -- selain Denpasar, Surabaya dan Padang, yang juga dikunjungi. Ali Bhutto "Acara itu kunjungan rutin saja," tutur Syafi R. Batuah, Sekretaris Ta'lif wat Tasnif (Penyusunan dan Penerbitan) Pengurus PB, "yang sejak masa-masa akhir ini dilakukan secara berkala." Mirza Mubarak sendiri sudah datang ke sini tahun-tahun 1963 dan 1968. Sedang khalifah mereka, yang merencanakan mengunjungi Indonesia dalam rangka keliling dunia pada 1974, berhalangan karena masalah visa -- di tahun ketika Rabithah Alam Islami mengeluarkan fatwa pengharaman itu. Begitu juga di tahun 1980. Tetapi, "kami sama sekali tak mengalami kesulitan apa-apa di sini," kata Mirza Mubarak kepada TEMPO. "Sikap terbuka datang dari mana-mana, dan semua orang terasa sebagai saudara. " Memang tak ada hubungan dengan badan-badan resmi keagamaan -- Majelis Ulama misalnya. Tapi Departemen Agama rupanya memberi fasilitas yang wajar. Sedang di Tasikmalaya misalnya, Ketua MU kabupaten sendiri secara pribadi menghadiri pertemuan mereka. Majelis Ulama Indonesia memang ada mengeluarkan rekomendasi yang isinya sejajar dengan pernyataan Rabithah - pada Munas II MUI di Jakarta tahun lalu. Majelis tentu saja mengikuti "sikap mayoritas" seperti yang diwakili Rabithah di Mekah itu. Mereka tak bisa membenarkan kepercayaan Ahmadiyah, bahwa Mirza Ghulam Ahmad (yang nota bene kakek Mirza Mubarak Ahmad ini) adalah 'nabi' -- walaupun dinyatakan "nabi tanpa syari'at". Bahkan sebagian kaum Ahmadiyah sendiri, yang dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore (sebagai tandingan Ahmadiyah Qadian ini) hanya menyebut anutan mereka itu sebagai 'mujaddid' alias pembaru. Memang, ke-pembaru-an Ghulam Ahmad itu "ditentukan Allah sendiri"- di samping ia juga mereka percayai sebagai "Almasih Yang Dijanjikan". Betapa pun Ahmadiyah Lahore tidak termasuk yang dilarang Rabithah. Meski begitu, jangan lagi di Indonesia -- tempat berdiamnya lebih 10 ribu orang Ahmadiyah Qadian dan beberapa ribu orang Ahmadiyah Lahore. Sedang di Pakistan sendiri Ahmadiyah (kedua-duanya) ternyata baik-baik saja. Musibah di tahun 1974 itu dulu menimpa mereka di bawah pemerintahan Ali Bhutto. Banyak yang memperkirakan, bahwa Bhutto agaknya terpaksa memenuhi desakan golongan ulama yang "keras" -- yang sebal melihat Ahmadiyah -sebagai konsesi sikap pemerintahannya sendiri yang tidak disukai kaum ulama. Teror pun lalu terjadi, waktu itu, di pusat Ahmadiyah di Kota Rabwah -- digerakkan oleh para pemuda ekstrimis. Tapi kini, seperti dikatakan Mirza Mubarak sendiri, "Pemerintah Ziaul Haq telah berbuat banyak bagi Pakistan". Ia tidak menyebut "bagi Ahmadiyah". Tapi mengesankan bahwa tidak ada kesulitan apa-apa -- malah ada penambahan jumlah pengikut. Pergi haji, misalnya, yang oleh Rabithah tentu saja dilarang dilakukan seorang Ahmadi, tetap bisa mereka laksanakan tanpa perlu menyebut diri mereka seorang Ahmadiyah. Lancar saja, seperti yang juga terjadi di Indonesia. Menarik, bukan? Sebab pemerintahan Ziaul Haq justru secara fornal didukung golongan ulama. Inspirator Dan di kamarnya di tingkat ke-10 Hotel Hilton, Jakarta, tokoh berusia 57 tahun itu bicara juga tentang organisasi Islam internasional semacam Rabithah. Tapi bila ia mengkritiknya (karena, menurut dia, tidak memegangi asas kebebasan penafsiran), bukan berarti ia menginginkan organisasi pengganti. Bagi pemimpin rohani ini, "organisasi Islam dunia tidak akan bisa menyelamatkan umat manusia dari bom atom". Sebab penduduk dunia "bukan umat Islam saja. " Tapi begitu juga PBB. Perserikatan itu boleh dikatakan tak ada gunanya, selama "tidak mempunyai kekuasaan militer". Ia menyebut impotensi PBB di Timur Tengah, misalnya -- tapi juga sikap bangsa-bangsa Arab yang "lebih banyak hanya bicara" dan tindakan adat yang "malah membuat problem baru", yakni perpecahan di kalangan Arab. Mirza Mubarak, yang juga menyatakan bahwa yang sedang terjadi di Iran itu "tidak berdasar Islam sama sekali" (hukum balas dendam, eksekusi kepada orang-orang tanpa hak membela diri), menyebut dirinya bukan politikus. Dan memang ia mengesankan ajaran alirannya yang diketahui tidak melibatkan diri pada politik. Islam, bagi mereka, lebih dipahami sebagai 'inspirator'. Sepintas lalu mereka memang bisa tampak hanya sebagai penonton. Dan itulah sebabnya Ahmadiyah banyak dinilai eksklusif, alias terkucil, lantas "dipecat".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus