Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Membangun Kota Mandiri

Sejumlah developer bergabung dalam pt bumi serpong damai, merintis pembangunan kota baru. diprioritaskan bagi golongan ekonomi lemah. sebagian biaya perumahan ditanggung pihak bank.

21 Januari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYUP-sayup Bumi Serpong Damai (BSD), tampaknya memang menjanjikan kedamaian. Hamparan tanah seluas 6.000 ha, gerumbul pepohonan di belakangnya, dan sederetan rumah sederhana yang tampak terlalu sederhana, seakan refleksi dari sebuah kota masa depan. Tentang BSD, Ir. Ciputra berkata bahwa kota ini dirancang sebagai alternatif pemecahan bagi kepadatan Jakarta, dan akan menampung semua lapisan masyarakat. Dari 250 unit yang sudah jadi kini, semua diprioritaskan bagi golongan ekonomi lemah. Tapi 250 unit itu baru satu awal dari rencana jangka panjang. Yang perlu dicatat ialah, dalam upaya mewujudkan rencananya, para developer bersatu dalam sebuah konsorsium. Tidak kurang dari 11 perusahaan milik pengusaha besar seperti Liem Sioe Liong, Sudwikatmono, Ciputra, dan Eka Tjipta Wijaya, bergabung dalam PT Bumi Serpong Damai. Hal serupa juga tengah dirintis Pembangunan Jaya bersama Metropolitan Group (Anthonny Salim) dan Indocement Group (Sudwikatmono) di Meteseh, Semarang. Konsorsium ini akan membangun kota baru: Bukit Semarang Jaya Metro. Dewasa ini pembebasan tanah seluas 1.500 ha tengah dilakukan dengan anggaran sekitar Rp 17 milyar. Sementara itu, suatu konsorsium lain terdiri dari 7 perusahaan (antara lain PT Bangun Cipta Pratama, PT Putraco Indah, dan PT Meta Alvita) merancang kota baru seluas 2.000 ha di kawasan Bekasi. "Sistem pembangunan terpadu akan menguntungkan banyak pihak," kata Mohammad S. Hidayat, Dirut PT Putraco Indah. "Pengusaha yang bisa melakukan investasi jangka panjang lebih baik. Sebab, mereka hanya perlu mengeluarkan modal awal. Pembangunan selanjutnya bisa memakai modal yang kembali (dalam bentuk kredit bank) dan laba yang ditahan." Ucapan Hidayat dibenarkan oleh Eka Tjipta Wijaya dari PT Supra Varitas. Raja minyak goreng Bimoli dan bos dari Bank Internasional Indonesia ini menjadi pemegang saham terbesar (30%) di Bumi Serpong Damai. "Saya hanya menyetor modal sedikit, Rp 3 milyar," kata Eka merendah. Padahal, menurut Eric Samola, Supra Varitas juga sudah menyetor tanah bekas perkebunan karet milik PTP. Sejauh ini, BSD telah membebaskan tanah seluas 2.400 ha, yang berharga rata-rata Rp 4.000 per m2. Sehingga modal yang dikeluarkan PT Bumi Serpong sebenarnya ada sekitar Rp 96 milyar. "Dari investasi itu, 30% ditanggung para pemodal, sisanya ditanggung separuh-separuh oleh Bank BNI dan BRI," kata Eric. Investasi total yang dianggarkan akan menelan sekitar Rp 3,2 trilyun. Tapi, menurut Eka, para pemodal kini tak akan mengeluarkan modal lagi. "Biaya pembangunan perumahan akan dikeluarkan oleh bank yang mengeluarkan kredit," tuturnya kepada Ardian Taufik Gesuri dari TEMPO. Tahun 1989 ini, Bumi Serpong akan membangun 1.500 unit rumah sederhana (tipe 21, 36, dan 54 yang akan dipasarkan dengan KPR BTN), dan 500 unit rumah menengah (tipe 72 yang akan dipasarkan dengan KPR PT Papan Sejahtera). "Modal yang kembali nanti, berikut keuntungan, akan dipakai untuk membeli tanah baru dan pengembangan selanjutnya. Tetap akan memakai kredit bank, tapi dalam batas tertentu sepanjang kredit bisa dikembalikan," ujar Eka selanjutnya. Bumi Serpong Damai, dalam gagasan Ir. Ciputra, tidak dimaksudkan hanya sebagai tempat pemondokan seperti Depok. "Orang yang tinggal di sini akan diusahakan bersekolah, beribadah, dan bekerja di sini, sebagaimana layaknya penghuni suatu kota mandiri," katanya. Untuk itu, BSD akan dilengkapi perkantoran, perhotelan, pertokoan, pusat pertokoan, sekolah, rumah sakit, dan industri yang tak menimbulkan polusi. "Di sini sudah ada Batan (Badan Tenaga Atom Nasional), nantinya juga akan ada industri elektronika dan komputer. PT Citaris (kelompok Indocement) merupakan anggota ke-11 yang berminat mengembangkan kawasan industri di sini," tutur Eric. Pembangunan BSD membutuhkan 30 tahun. Dalam 10 tahun pertama, seperti dituturkan Manajer Pinkye Elka Pangestu, BSD akan membangun 28.000 unit rumah sederhana di atas tanah 1.500 ha yang sudah dibebaskan. Tapi masih diprioritaskan perumahan sederhana dan menengah. Kelak kompleks itu juga akan menampung rumah-rumah mewah. Sementara ini, rumah-rumah mewah masih bisa ditemukan di Kebon Jeruk, Kelapa Gading, Pondok Indah -- tak begitu jauh dari Jakarta. Tanah di situ Rp 300.000 lebih per meter. Nanti kalau stok rumah mewah itu habis terjual, barulah BSD membangun rumah yang tak kalah bagusnya. Untuk kelancaran transportasi, sejumlah armada Patas akan menghubungkan rute Grogol-Serpong lewat jalan tol, dengan tarif Rp 400. Selain itu, rel kereta api Serpong-Jakarta dalam dua tahun mendatang akan ditingkatkan. Tak pelak lagi, penghasilan Jasa Marga dan Jalan tol Tomang-Tangerang akan meningkat. Kabarnya, BSD merupakan proyek nasional, hingga pada saat peresmiannya Senin lalu, tampak hadir Menteri Dalam Negeri Rudini, Menteri Perumahan Rakyat Siswono Judo Husodo, Menteri Perhubungan Azwar Anas, Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara. "Proyek Bumi Serpong itu tak saya bilang canggih, tapi memang terencana baik," kata Bupati Tangerang H. Tadjus Sobirin. "Pengalaman selama ini, pekerjaan satu developer dengan developer lain sering tak bersambungan. Banyak drainase buntu, karena sungai ditutup developer. Misalnya pembangunan di Ciledug," tutur Bupati Tangerang dalam pembicaraan telepon dengan Bambang Aji dari TEMPO. BSD, menurut Eric Samola, dirancang oleh PT Perentjana Djaja dan PT Arkonin Jaya, bersama perusahaan Pacific Consultant International (Jepang) yang dibayar 82 juta yen. Kepada Bupati Sobirin, Mendagri berpesan, kalau akan ditingkatkan menjadi kota administratif, mungkin bisa digabung dengan Ciputat. Yang pasti, seperti Roma, BSD tidak dibangun dalam sehari. Ia dirancang untuk jadi kota mandiri -- lepas dari induknya, Jakarta -- sesuatu yang masih harus dibuktikan setidaknya 10 tahun lagi. MW, Bachtiar Abdullah, Tri Budianto Soekarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus