PERDANA Menteri Jepang Toshiki Kaifu, yang berkunjung ke Jakarta pekan silam, ternyata membawa berita baik tapi sekaligus meninggalkan tanda tanya. Berita baik itu, bahwa tahun ini Jepang akan menyediakan bantuan ekonomi pada Indonesia US$ 1,7 milyar. Rinciannya: US$ 1,2 milyar merupakan pinjaman langsung dari Pemerintah Jepang (OECF), dan US$ 500 juta pinjaman dari Bank Ekspor Impor Jepang. Keterangan tentang ini diberikan oleh juru bicara Kedubes Jepang di Jakarta, Masaru Antatsu. Dan itu belum semua. Melalui JICA (Japan International Cooperation Agency), sebuah lembaga pemberi bantuan, Jepang memberi grant alias hibah, yang biasanya dituangkan dalam bentuk pendidikan keterampilan dan bantuan tenaga ahli. Tahun 1989, hibah dari JICA ada sekitar US$ 500 juta. Tahun ini, jumlah hibah itu diperkirakan sama. Kalau benar, maka seluruh bantuan Jepang untuk tahun anggaran 1990-1991 akan berjumlah tak kurang dari US$ 2,2 milyar. Yang menjadi tanda tanya, dari seluruh bantuan ekonomi itu, berapa besar yang diberikan dalam bentuk pinjaman khusus alias special assistance loan. Angka tersebut kini ditunggu-tunggu, khususnya oleh mereka yang gemar berspekulasi dalam valuta asing. Soalnya, jumlah pinjaman khusus itu akan membawa dampak langsung bagi ekonomi Indonesia, antara lain untuk cadangan devisa. Tahun lalu, bantuan yang dijanjikan Jepang lewat OECF (The Overseas Economic Cooperation Fund) juga US$ 1,2 milyar. Separuhnya (US$ 600 juta) dijanjikan sebagai bantuan proyek -- biasanya berbentuk barang dan tenaga ahli dari Jepang. Sedangkan yang US$ 600 juta lagi diberikan sebagai special assistance loan, yakni pinjaman tunai. Lalu, ditambah dengan pinjaman khusus dari Bank Ekspor Impor, maka special assistance loan yang bisa dirupiahkan itu menjadi US$ 950 juta. Berita baik mengenai pinjaman Jepang telah diutarakan oleh PM Kaifu dalam dialog dengan Presiden Soeharto, yang terbagi atas pembicaraan politik dan perundingan ekonomi. Menurut Mensesneg Moerdiono, Presiden Soeharto antara lain menjelaskan usaha Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yang bersengketa di Kamboja, di samping sedikit mengungkapkan perihal kunjungannya ke Uni Soviet tahun silam. Sedangkan PM Kaifu, menurut Masaru Antatsu, menuturkan perkembangan politik di Jepang, di samping menyinggung soal dialog ekonomi Jepang-AS, dan bagaimana Jepang menyambut baik perkembangan di Eropa Timur -- tapi tetap mementingkan Asia. "Jadi, saya datang ke Indonesia untuk menyampaikan pesan bahwa Jepang tetap mementingkan Asia," kata Kaifu, sebagaimana dikutip Masaru Antatsu. Baru sesudah itu, dibahas segala sesuatu yang menyangkut hubungan Indonesia-Jepang. Di sini Presiden Soeharto menyampaikan terima kasihnya untuk bantuan Jepang yang disalurkan lewat IGGI, seraya menjelaskan usaha Indonesia untuk memperkuat struktur perekonomian lewat deregulasi dan peningkatan ekspor nonmigas. Namun, Indonesia menghadapi masalah harga minyak yang terus berfluktuasi, juga perkembangan kurs mata uang negara-negara terkemuka. Menanggapi ini, PM Kaifu menjelaskan bahwa Jepang kini sebenarnya masih mempersiapkan bantuan yang akan diajukan di sidang IGGI bulan depan. Namun, dalam kesempatan itu, Kaifu juga menyebutkan angka. "Pemerintah Jepang lewat OECF akan menyediakan dana 1,2 milyar dolar," ujar Kaifu. "Exim Bank Jepang juga akan menyediakan dana 500 juta dolar," tuturnya, seperti yang dikutip Antatsu. Presiden, kabarnya, dengan senyum arif ada mengisyaratkan agar Kaifu bicara tentang jumlah persisnya bantuan khusus yang akan diberikan Jepang. Tapi Kaifu menjawab, juga sambil tersenyum, bahwa Jepang sedapat mungkin akan memenuhi permintaan Indonesia berdasarkan rekomendasi Bank Dunia. Menurut seorang pengamat dari kalangan pemerintah, pinjaman khusus yang diminta Indonesia tentu realistis. "Kita pun harus sadar bahwa masih ada negara lain di Asia, misalnya Bangladesh, yang membutuhkan pinjaman khusus yang sangat lunak persyaratannya itu," kata sumber TEMPO. Jika melihat penerimaan devisa negara dari ekspor migas dan nonmigas tahun lalu, serta penerimaan dari pajak yang terus meningkat, Bank Dunia tentu tak akan memberikan rekomendasi kepada IGGI, agar Indonesia mendapatkan pinjaman khusus yang lebih besar dari tahun lalu. Selain itu, Presiden Soeharto juga menyinggung masalah lingkungan serta pentingnya pembangunan radar pengamat cuaca yang rencananya akan dibangun di Bukittinggi. Khusus mengenai proyek radar itu, PM Kaifu mengakui manfaatnya, tapi tak melupakan bahwa dana yang diperlukannya sangat besar. "Kita harus mempertimbangkannya secara saksama," kata Kaifu. Akhirnya PM Jepang itu mengimbau agar hubungan kedua negara lebih ditingkatkan lagi lewat jalur budaya. Untuk itu, Pemerintah Jepang antara lain hendak membangun sebuah pusat pembinaan bahasa Jepang di Jakarta. Max Wangkar, Linda Djalil, Liston P. Siregar, dan Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini