SIDANG darurat OPEC, yang berlangsung di Jenewa Rabu dan Kamis pekan silam, akhirnya sampai pada satu kesepakatan, setelah didahului oleh silang pendapat antara Arab Saudi, Kuwait, dan Persatuan Emirat Arab (PEA). Seperti diketahui, inilah tiga negara yang menyebabkan terjadinya banjir minyak alias glut, hingga harga terbanting dari US$ 22 menjadi US$ 14,5 per barel. Dan karena terseoknya harga, terpaksa sidang darurat diadakan. Presiden OPEC dari Aljazair, Sadek Boussena, mengumumkan kesepakatan untuk mengurangi produksi minyak sampai 1,445 juta barel per hari, yakni dari rata-rata 23,5 juta barel menjadi 22 juta barel per hari. Kesepakatan itu diberlakukan mulai 1 Mei hingga akhir Juli 1990. Dan, "Keputusan ini akan dilaksanakan sepenuhnya," kata Boussena, tanpa bicara tentang ada atau tidaknya jaminan bahwa kesepakatan itu memang akan dipatuhi oleh setiap anggota, khususnya ketiga negara yang telah dengan sengaja melanggar kuota. Dan kabarnya, merekalah yang terkena kewajiban menurunkan produksi yang telanjur berlebih itu. PEA, misalnya, dikenai pemotongan 200.000 barel per hari. Arab Saudi bersedia menekan produksinya dari 5,81 juta barel per hari menjadi 5,38 juta, sementara Kuwait menurunkan dari 1,9 juta menjadi 1,5 juta barel per hari. Beberapa negara lain seperti Indonesia, Iran, dan Irak, juga harus melakukan pemotongan, hanya dalam jumlah jauh lebih kecil. Di bawah pengamatan hanya sekitar 100 orang wartawan, sidang darurat OPEC kali ini memang tampak setenang danau-danau di Swiss. Dan tentu bukan karena ketenangan itu, maka kesepakatan yang baru diambil tidak bisa lebih cepat mengerek harga ke atas. Minyak Brent masih bermain di sekitar US$ 17,55 per barel, sementara WTI (West Texas Intermediate) bisa mencapai US$ 18,75 per barel. Sedangkan minyak OPEC tampaknya masih jauh dari harga patokan US$ 18 per barel. Memang, harga adalah wewenang pasar untuk menentukannya, seperti pernah diucapkan Sekjen OPEC Subroto. OPEC sudah lama tak punya kendali penuh untuk mengontrolnya. Akan halnya sidang darurat pekan silam itu, pertama-tama dimanfaatkan untuk mengurangi banjir minyak di pasar -- tapi tidak otomatis bisa menaikkan harga. Maka, tidak heran jika banyak pihak meragukan harga akan naik. Bahkan sejak Kamis kemarin kecenderungannya merosot lagi. Apalagi berdasarkan perhitungan OPEC sendiri, kebutuhan pasar sebenarnya bisa kurang dari 21 juta barel per hari -- masih lebih kecil dari batas maksimal seperti yang disepakati. Kendati demikian, Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita tetap optimistis. "Harga pasti akan membaik lagi. Saya berani bertaruh untuk itu," katanya kepada wartawan di Jenewa, tanpa merinci dasar perhitungannya. MC
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini