JUMAT pekan lalu, Menteri Perindustrian Hartarto menyatakan kesediaannya untuk sebuah wawancara dengan TEMPO, Sabtu esoknya, pukul 07.00 WIB. Tapi mengapa begitu pagi? Ternyata, Menteri hendak meresmikan pabrik poliester di Purwakarta dan karenanya harus siap lebih dini. Maklum, rombongan dari Jakarta dijadwalkan berangkat pukul 08.00 sementara peresmian pabrik poliester dilakukan pukul 10.00. Pagi masih terasa segar, ketika wartawan TEMPO Max Wangkar dan Mohamad Cholid datang menemui Menteri Hartarto di kantornya, di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Mengingat waktu yang begitu sempit, keduanya langsung menanyakan soal izin impor kendaraan niaga (truk) yang dalam waktu dekat akan dilaksanakan oleh Pemerintah. Mendengar ini Menteri agak terkejut, tapi membenarkan adanya izin itu. Ia lalu menjelaskan banyak hal tentang pertumbuhan ekonomi, industri otomotif, proteksi, dan bea masuk. Di bawah ini, beberapa petikan dari wawancara tersebut. Industri otomotif kini sedang boom karena adanya lonjakan permintaan yang besar sekali -- khususnya terhadap sedan. Tapi dari pihak mereka kami mendengar babwa justru Pemerintah baru saja memutuskan untuk membolehkan lagi impor truk. Apakah isu ini benar? Keputusan impor 3.000 truk built-up diambil Pemerintah dalam Sidang Kabinet Bidang Ekuin, Rabu yang lalu. Tujuan kebijaksanaan ini tak lain agar angkutan barang yang diperlukan masyarakat dan kebutuhan angkutan ekspor bisa dipenuhi oleh perusahaan angkutan dalam negeri. Dengan demikian, gejolak kenaikan harga truk -- baik yang ringan maupun sedang -- bisa turun. Ini mencegah kenaikan biaya angkutan barang dan membatasi dampak negatif pada harga-harga. Kebijaksanaan ini tampaknya penting sekali dan sejalan dengan kebijaksanaan deregulasi yang sudah diambil Pemerintah. Tapi adakah pertimbangan lain yang lebih mendasar? Pertimbangan utama terletak pada perkiraan-perkiraan atas pertumbuhan ekonomi kita. Sejak 1985 ke atas, pertumbuhan ekonomi kita mengarah baik. Ekspor nonmigas meningkat, ekonomi dalam negeri semakin berkembang. Ini nyata sekali pada permulaan tahun ini dengan meningkatnya pemanfaatan barang konsumsi. Peningkatan ini cukup tajam pada semen, alat-alat angkutan, baik itu truk, sedan, sepeda-motor, barang-barang elektronik, tekstil. Pokoknya, pasaran meningkat pesat. Khusus pada kendaraan bermotor, pada triwulan I terjadi lonjakan tinggi. Untuk mobil kategori I (kendaraan niaga dengan bobot sampai 2,5 ton) permintaannya meningkat 56%. Kategori II (truk ringan dengan berat 2,5-9 ton) juga meningkat dengan 72%, sementara kategori III (truk yang bobotnya 9-24 ton) naik 61%. Dapat diperkirakan, kebutuhan kendaraan yang tahun-tahun sebelumnya rata saja, tahun ini akan mencapai 250.000 unit, bahkan pada tahun 1994 bisa mencapai 450.000 unit. Persoalan timbul karena kapasitas produksi kendaraan niaga, khususnya kategori II dan III, terbatas. Nah, agar permintaan masyarakat dapat dipenuhi, maka Pemerintah mengizinkan impor truk ringan dan sedang dalam keadaan built-up dengan jumlah tertentu. Dengan catatan, impor ini bersifat sementara. Jadi, ini bersifat sementara. Tapi, apakah industri mobil akan terus diproteksi? Ya, karena mereka sedang melakukan usaha-usaha manufakturing lengkap. Dan nyatanya, dengan memanfaatkan komponen-komponen dalam negeri, produksinya bisa mantap. Proteksinya ada dua lapis, yakni NTB (non-tariff barier) dan tarif bea masuk yang tinggi, yakni bea masuk 100% untuk sedan. Apakah belum waktunya proteksi itu dikurangi? Proteksi akan diteruskan, sampai manufakturing itu selesai. Itu kan untuk kepentingan nasional dan hankam juga, setidaknya agar kita mampu membuat peralatan sendiri. Kalau tidak, bila nanti ada apa-apa, ya kita yang repot. Kita jangan hanya memikirkan jangka pendek, tapi juga jangka panjang. Dan sekarang manufakturing sudah hampir selesai. Kalau sedan bagaimana? Kalau sedan kan ndak usah manufakturing penuh. Lalu apa masih perlu diproteksi? Kalau untuk sedan, sebenarnya, ya, ndak perlu. Kita impor juga tak apa. Orang yang memakai juga terbatas. Kalau satu saat nanti, permintaan sedan tak terpenuhi? Kebutuhan sedan bisa dipenuhi dan harus bisa dipenuhi. Saya rasa tidak akan terjadi permintaan yang melampaui produksi. Tapi, pihak-pihak mana yang boleh mengimpor truk? Ya, mereka yang membuat kendaraan niaga. Berapa banyak yang boleh diimpor? Tiga ribu, sudah cukup. Kebijaksanaan kita untuk full manufacturing itu ternyata tepat sekali. Dulu pada tahun 1983 semua orang mengkritik, sekarang semua full manufacturing sendiri. Bayangkan, kalau kita impor truk Mercedes dari Jerman. Harganya jauh lebih mahal daripada buatan dalam negeri. Di samping itu, keandalannya tidak terjamin. Maksudnya? Lha, kan yang di sana juga impor. Ini yang kadang-kadang ndak bisa dimengerti. Kalau di sana tak bisa lagi suplai, ya susah. Mobil yang akan diimpor itu kan dalam bentuk built-up, tak ada yang CKD (completely knocked down). Bea masuknya bagaimana? Sedang diproses dengan Departemen Keuangan. Kira-kira kapan akan dilaksanakan? Segera. Tinggal soal administratif saja. Sekarang kan ada gejolak harga karena permintaan lebih besar daripada suplai. Mengapa antisipasi produsen bisa salah? Itu karena peningkatan permintaan baru terjadi pada triwulan I tahun ini. Kalau sekiranya perkiraan ini tidak terealisasi sampai akhir tahun, apakah impor itu akan diteruskan? Saya rasa akan terpenuhi. Bisnis menguntungkan. Impor itu mahal. Kebijaksanaan impor ini keluar atas permintaan Gaikindo ataukah inisiatif Pemerintah? Ya, Pemerintah (Hartarto menekankan jempol kanannya ke meja kerja). Kalau menunggu mereka, ya....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini