Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menakar Imbas Pengadaan KRL Baru

Kementerian Perhubungan optimistis pembelian KRL baru tidak akan mempengaruhi nilai subsidi PSO dan harga tiket.

6 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kereta rel listrik commuter line melintas di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, 2 Januari 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pemerintah akan memberikan PMN untuk pembelian KRL baru.

  • Jumlah penumpang KRL Jabodetabek mencapai 975 ribu orang per hari.

  • Harga kereta baru sebesar Rp 20 miliar per kereta.

JAKARTA — Kementerian Perhubungan meyakini keputusan pengadaan armada kereta rel listrik (KRL) melalui skema impor baru tidak akan mempengaruhi besaran subsidi public service obligation (PSO) dari pemerintah kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero). Musababnya, kereta baru semestinya lebih murah dari sisi perawatan. "Meski biaya pengadaannya tinggi, seharusnya enggak mempengaruhi PSO," ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal, kemarin, 5 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kendati demikian, Risal membenarkan bahwa akan ada dukungan pembiayaan dari pemerintah untuk pengadaan sarana KRL tersebut dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN). Namun ia tidak menyebutkan besaran dan waktu pemberian suntikan modal negara untuk pengadaan tersebut. Menurut Risal, Kementerian Perhubungan akan menunggu usul dari operator untuk dukungan biaya pembelian armada baru tersebut.

Perbincangan mengenai armada KRL Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencuat setelah PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengusulkan impor kereta bekas dari Jepang untuk menggantikan 29 rangkaian kereta yang bakal dipensiunkan pada 2023-2024 karena sudah uzur. Usul tersebut ditolak pemerintah karena dianggap melanggar berbagai aturan. Penolakan tersebut juga didukung oleh hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan usul tersebut tak memenuhi kriteria.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kereta rel listrik commuter line di Stasiun Manggarai, Jakarta, 14 Desember 2022. TEMPO/Subekti

Di tengah penolakan tersebut, kebutuhan pengadaan armada tersebut semakin mendesak karena, selain mengganti kereta yang sudah tua, KCI perlu menambah kapasitas angkutannya lantaran terus meningkatnya jumlah penumpang harian KRL Jabodetabek. Perseroan mencatat jumlah rata-rata penumpang KRL mencapai 850 ribu orang per hari dengan volume tertinggi pada tahun ini sebanyak 975 ribu orang per hari.

Untuk itu, Sekretaris Perusahaan KCI Anne Purba mengatakan, perusahaannya telah merencanakan pengadaan kereta baru dan peremajaan dalam lima tahun ke depan. Ia mengatakan, opsi untuk mengadakan armada-armada kereta tersebut telah disepakati dalam rapat koordinasi yang dipimpin Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi serta diikuti oleh para pemangku kepentingan KRL, antara lain Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, BPKP, PT KAI, dan PT Industri Kereta Api (Inka), pada akhir Juni lalu. 

"(Rapat itu) menyusun bagaimana pemenuhan kebutuhan sarana KRL melalui skema retrofit untuk penggantian sarana dalam lima tahun ke depan, juga pengadaan sarana KRL baru untuk penggantian dan penambahan kapasitas," tutur Anne. Untuk penambahan kapasitas, KCI telah berkontrak dengan Inka untuk membangun 16 rangkaian KRL baru yang akan dikirim secara bertahap sepanjang 2025-2026. Nilai kontrak untuk pengadaan tersebut mencapai Rp 4 triliun.

Sementara itu, untuk penggantian kereta yang sudah uzur, Anne mengatakan, KCI akan mendatangkan tiga rangkaian KRL impor baru pada 2024, me-retrofit 19 rangkaian kereta yang dimulai tahun ini, serta mendatangkan delapan KRL baru pada 2027. "Dengan demikian, total 24 rangkaian baru akan didatangkan dari PT Inka sampai 2027."

Pabrik PT Industri Kereta Api (Inka) di Madiun, Jawa Timur. Dok. TEMPO/Nofika Dian Nugroho 

Sumber Pendanaan Pembelian KRL

Dalam proses pengadaan KRL tersebut, Anne mengimbuhkan, ada beberapa sumber pendanaan. Selain dari lingkup internal PT KAI dan KCI, ada pula opsi dukungan pemerintah melalui PMN. Ia menyebutkan, besaran PMN masih terus dikaji dan dikoordinasikan dengan para pemangku kepentingan. "Termasuk dampak terhadap PSO yang sedang kami hitung dan kaji," kata Anne. Ia menegaskan bahwa pengadaan tersebut sangat penting untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna.

Perkara keuangan tersebut sebelumnya menjadi kekhawatiran para pemerhati transportasi. Musababnya, mereka meyakini kemampuan keuangan KCI terbatas untuk bisa membeli kereta. Pasalnya, perseroan baru saja menganggarkan Rp 4 triliun untuk pembelian kereta baru dari Inka. Kemampuan keuangan perseroan untuk melakukan retrofit dan mengimpor KRL baru pun dipertanyakan. "Apakah KCI punya uang?" kata Direktur Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang.

Musababnya, perkara duit itu ujung-ujungnya bisa berimbas kepada para penumpang. Menurut Deddy, KCI bisa saja menaikkan tarif KRL agar biaya pengadaan dan retrofit KRL ditanggung oleh konsumen. "Kecuali pemerintah mau memberi PMN tambahan kepada PT KAI, itu pun prosesnya pasti lama karena harus ada persetujuan DPR," ujar dia.

Senada dengan Deddy, Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana mengatakan, opsi yang diambil pemerintah bakal menekan banyak pihak dalam jangka pendek. Musababnya, pembelian baru dan retrofit ini di luar estimasi serta rencana bisnis PT KAI dan KCI. Selama ini, perseroan mengusulkan impor KRL bekas yang biayanya jauh lebih murah.

Sebagai gambaran, Adit memperkirakan harga satu kereta bekas adalah sekitar Rp 1,6 miliar, sedangkan harga kereta baru bisa mencapai Rp 20 miliar per kereta. Adapun untuk retrofit, biayanya bisa mencapai separuh dari pembelian kereta baru. "Keputusan membeli baru pasti di luar rencana bisnis. Lihat saja, ketika pandemi sudah berdarah-darah arus kasnya (KAI dan KCI)," ujar dia.

Karena itu, Adit menilai, opsi memberi PMN merupakan hal yang wajar. Apalagi keputusan mengimpor KRL baru dan retrofit berasal dari pemerintah. Di samping PMN, ia mengatakan, pemerintah juga dapat menambah PSO untuk menjaga tarif KRL tidak melambung. Namun opsi-opsi itu akan menjadi beban bagi APBN karena tidak direncanakan sejak awal.

Tapi, kalau pemerintah memutuskan tidak akan menanggung biaya tersebut, Adit memperkirakan perseroan berpotensi membebankan biaya-biaya baru kepada konsumen melalui tarif. "Dalam jangka panjang (pembelian KRL baru) menguntungkan, tapi dalam jangka pendek pasti ada yang sengsara, yaitu KCI dan masyarakat," ujar Adit.

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus