Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kilang Balongan merupakan penyangga kebutuhan terminal bahan bakar Plumpang dan Cikampek.
Kebutuhan distribusi BBM akan ditambal dari Kilang Cilacap dan Kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama.
Adapun kebutuhan avtur untuk tiga bandara akan dipasok dari tangki Pertamina di Bandara Soekarno-Hatta dan Rewulu di Yogyakarta.
JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memastikan kebutuhan bahar bakar yang selama ini dilayani dari Kilang Balongan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, akan dipasok dari aset lain milik perseroan. Langkah ini ditempuh agar kebakaran tangki T-301 yang berada di area Kilang Balongan, kemarin, tak mengganggu distribusi bahan bakar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tidak perlu panik karena stoknya berlebih,” ucap Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur PT Pertamina, Mulyono, kemarin.
Selama ini, Kilang Balongan menjadi penyangga utama kebutuhan bahan bakar di dua wilayah, yakni Plumpang, Jakarta Utara, serta Cikampek. Setelah Kilang Balongan terbakar, kebutuhan distribusi ke Plumpang dan Cikampek akan ditambal dari Kilang Cilacap dan Kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang berada tak jauh dari situ. Produksi masing-masing kilang akan digenjot hingga 300 ribu barel dan 500 ribu barel per hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stok produk jenis gasolin untuk Terminal BBM (TBBM) Plumpang dianggap masih aman untuk kebutuhan maksimal 13 hari, persis sama dengan level ketahanan stok gasolin di Cikampek. Adapun ketahanan stok solar kedua kawasan itu berkisar 10-12 hari.
“Jadi, bisa saling menutupi kebutuhan dari kilang lain,” kata Mulyono.
Setelah terjadi insiden kebakaran, perusahaan kini membekukan aktivitas produksi kilang yang berjarak 200 kilometer di sebelah timur Kota Jakarta tersebut. Area refinery unit (RU) VI Balongan itu merupakan lapak pengolahan minyak mentah yang dipasok dari kawasan Duri dan Minas di Riau. Kilang Balongan terbakar sejak pukul 00.45 WIB, kemarin subuh. Mulyono memperkirakan pemadaman baru tuntas dalam 4-5 hari. Bila merujuk pada periode tersebut, potensi produksi harian yang hilang dari kilang tersebut mencapai 400 ribu barel.
Nicke Widyawati. Dok Tempo/Fakhri Hermansyah
Menurut Mulyono, kebakaran itu tak akan mengganggu peredaran produk Pertamina. Apalagi, kata dia, tingkat pemakaian bahan bakar di masyarakat belum pulih karena melemahnya mobilitas saat pandemi Covid-19. “Konsumsi belum baik, jadi stok masih tinggi.”
Secara total, perseroan masih mengantongi 10,5 juta barel gasolin yang cukup untuk kebutuhan selama 28 hari, dengan hitungan pemakaian per hari berkisar 62.500 kiloliter. Stok solar sebanyak 8,8 juta barel juga bisa memenuhi kebutuhan 20 hari. Sementara itu, stok avtur sebanyak 3,2 juta barel untuk 74 hari konsumsi.
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan manajemennya memiliki skenario pengoperasian aset dalam situasi darurat. Menurut dia, kebakaran tersebut hanya merusak tangki penyimpanan produk Pertamina tanpa menyentuh alat produksi.
“Kilang bisa segera beroperasi setelah pemadaman, sehingga tak ada kendala suplai,” ujarnya. “Tak perlu sampai ada panic buying.”
Beroperasi sejak 1994, Kilang Balongan merupakan kilang keenam dari tujuh kilang Pertamina (Persero) dengan kapasitas 125 ribu barel per hari. Merujuk pada keterangan di situs resmi perusahaan, kilang tersebut berkontribusi besar dalam pendapatan Pertamina sebagai penghasil Premium, Pertamax, Pertamax Plus, solar, Pertamina DEX, kerosene atau minyak tanah, elpiji, dan propylene.
Chief Executive Officer Commercial and Trading Subholding Pertamina alias PT Patra Niaga, Mas’ud Khamid, mengatakan kilang tersebut juga menyuplai avtur untuk tiga bandara, yaitu Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur, Husein Sastranegara di Bandung, serta Ahmad Yani di Semarang. Kebutuhan tersebut kini ditambal dengan stok dari lokasi lain, seperti tangki Pertamina di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, serta TBBM Rewulu di Yogyakarta.
Kilang minyak di Unit Pengolahan VI Balongan Indramayu, Jawa Barat, 2009. DOK TEMPO/Arnold Simanjuntak
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, mengatakan, dengan kalkulasi kasar, potensi kerugian biaya yang ditanggung Pertamina bisa mencapai US$ 8 juta atau berkisar Rp 115 miliar. Angka itu diperoleh dari angka production loss hingga 400 ribu barel yang dinyatakan manajemen Pertamina, dengan asumsi tarif produksi BBM sekitar US$ 20 per barel. “Hitungan ini belum termasuk potensi kerugian bila produksi Kilang Balongan terganggu hingga beberapa waktu ke depan,” ucapnya.
Meski penyebab insiden Kilang Balongan belum jelas, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan manajemen bisa mengambil pelajaran dari persektif investasi. Pasalnya, keamanan infrastruktur pun menjadi perhatian pemodal. “Ini menjadi pesan bahwa mereka perlu lebih memperhatikan aspek health, safety, security, environment (HSSE).”
CAESAR AKBAR | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo