Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengamankan dana taspen

Menteri keuangan mar'ie muhammad menerjunkan tim khusus untuk meneliti penempatan dana pt taspen. beberapa perusahaan dianggap tak layak, tapi kebagian juga. kolusi? (tab)

24 Juli 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK seperti dulu-dulu. Kali ini protes anggota DPR bagaikan ''gayung bersambut, kata berjawab'' dengan sikap Pemerintah. Bukan karena protes itu (yang menyangkut PT Taspen) sangat mengena ke sasaran, tapi lebih-lebih lantaran Pemerintah sudah semakin jernih melihat persoalan. Pekan lalu, misalnya, Presiden Soeharto memerintahkan Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad agar meninjau ulang seluruh penyertaan PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) di 17 perusahaan, termasuk di PT Barito Pacific Timber. Perhatian khusus ini dilanjutkan oleh Menteri Keuangan, yang memberikan penjelasan soal Taspen di depan Komisi VII DPR. Namun, para wakil rakyat rupanya belum mau berhenti sampai di situ. Oka Mahendra dari FKP mengusulkan, dalam masalah Taspen ini, DPR menggunakan hak angket, yaitu hak untuk menyelidiki. Usul serupa juga dikemukakan Sabam Sirait dari FPDI. ''Kalau bisa hak angket itu untuk memeriksa semua BUMN beserta penempatan dananya,'' kata Sabam. Tuntutan itu erat kaitannya dengan acara dengar pendapat de- ngan Komisi VII, Juni lalu. Direktur Utama Taspen waktu itu dijabat Ida Bagus Putu Sarga tidak menyinggung soal penyertaan saham Taspen di swasta. Bahkan, dalam laporan per 30 April 1993, Taspen hanya menyebutkan bahwa uang pegawai negeri yang iinvestasikannya dalam berbagai portfolio cuma Rp 2,1 triliun (10% dalam bentuk saham dan investasi lainnya). Jumlah ini jauh lebih kecil dari dana Taspen yang diumumkan Menteri Keuangan, yaitu sebesar Rp 7,4 triliun. Timbul pertanyaan, mengapa waktu itu Putu Sarga menyebutkan Rp 2,1 triliun saja? Lalu, di mana sisanya yang Rp 5,3 triliun? Inilah satu sisi gelap yang harus dikuak. Untuk mencari kejelasan tentang itu juga tak mudah, karena sejak dipindahkan ke PT Jasa Raharja, Putu Sarga sulit dihubungi. Sementara itu, beredar selentingan bahwa swasta yang ''dibantu'' Taspen bukan 17 tapi 22 perusahaan. ''Mungkin ada kolusi dalam penempatan dana itu,'' kata seorang anggota DPR. Kolusi atau bukan, yang pasti Purwanto Abdulcadir resmi menjabat Direktur Utama PT Taspen sejak awal Juli 1993 mengatakan bahwa penempatan dana Taspen di Barito Pacific Timber tidak akan ditinjau kembali. Keterangan yang dikutip harian Surya terbitan Surabaya itu juga menyatakan, Taspen hanya akan meninjau ulang penempatan dananya di lima perusahaan swasta. Kalau ditelusuri, terlihat bahwa beberapa perusahaan memang belum jelas prospek usahanya. Sebutlah Bali Imperial Hotel (PT Satria Balitama), yang antara lain dimiliki Arifin Panigoro dan Siswono Yudohusodo (kini Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan). Dalam proyek yang menelan investasi Rp 82 miliar lebih itu, 31% di antaranya merupakan penyertaan dana Taspen. ''Gegabah betul Taspen. Bali kan sudah kelebihan hotel. Kalau begitu, kapan uang pegawai negeri akan kembali?'' komentar sumber TEMPO. Sikap gegabah itu juga diakui oleh Komisaris Utama Taspen, Benyamin Prawoto. Benyamin yang adalah juga Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan ini membenarkan bahwa beberapa perusahaan sesungguhnya tidak layak dimodali. Di samping itu, Taspen seperti kata Benyamin telah menempatkan dananya di perusahaan yang berada dalam grup yang tidak memiliki kinerja (performance) yang baik. ''Prospek perusahaan itu baik, tapi perusahaan di grupnya sangat jelek,'' ujar Benyamin. Seperti diketahui, dana Taspen diperoleh dari tunjangan hari tua (THT) yang dipotong 3,25% dari gaji pegawai negeri sipil (PNS). THT akan dibayarkan ketika PNS pensiun (kini jumlahnya 13 bulan gaji). Sedangkan dana pensiun, yang dipotong 4,75% dari gaji PNS, dibayarkan setiap bulan kepada pensiunan PNS. Mungkin karena fungsinya yang berbeda itu, pengelolaan THT sepenuhnya menjadi wewenang Taspen. Adapun pengelolaan dana pensiun harus seizin Menteri Keuangan. Jadi, karena penempatan dana Taspen di perusahaan swasta izinnya datang dari J.B. Sumarlin, bisa dipastikan bahwa dana Taspen yang dititipkan ke swasta itu adalah dana pensiun. Kenyataan itu semakin menggugah perhatian DPR, karena dana pensiun menyangkut hajat 4 juta PNS dan 1,5 juta pensiunan. Maka, penyertaan modalnya ke swasta dianggap kurang aman alias berisiko. Tak heran bila anggota DPR, Budi Hardjono, menganjurkan supaya dana Taspen itu ditarik kembali dan dibelikan obligasi PLN, yang dipandang cukup aman. Anjuran ini ada benarnya juga. Seperti diakui Direktur Taspen yang baru, Purwanto Abdulcadir, belakangan ini penerimaan Taspen dari saham menurun. Memang, secara keseluruhan kondisi keuangan Taspen cukup baik. ''Taspen masih menempatkan 50% lebih dananya dalam SBI,'' kata Purwanto. Tahun 1992 Taspen melaba Rp 75,5 miliar, turun Rp 25 miliar dari tahun 1991. Seperti diketahui, dana yang ditempatkan di perusahaan swasta saat ini mencapai Rp 950 miliar atau 13% dari total dana Taspen. Ada 17 perusahaan yang menikmati dana murah itu, antara lain RCTI (Taspen membeli 15% saham RCTI), Indonesia Artasangga Utama (70%), Bhineka Multi Corp. (35%), Sarinah Jaya (18%), dan Multi Anggana Ganda (48%). Dari ke-17 perusahaan itu, PT Barito Pacific Timberlah yang memperoleh penyertaan dana Taspen yang cukup besar (Rp 375 miliar). Yang ikut dipersoalkan, mengapa penyertaan dilakukan sebelum Barito Pacific resmi masuk bursa. Anggota DPR, Aberson Marle Sihaloho, mengusulkan agar penyertaan dana Taspen di Barito ditunda saja, sampai perusahaan itu jelas untung. Tapi Purwanto Abdulcadir menepiskan kemungkinan itu secepatnya. Memang, ada lima perusahaan yang dana Taspen-nya ditinjau ulang, tapi Barito tidak termasuk dalam kelompok itu. Bagaimana dengan swasta yang lain? ''Dana dari Taspen kami gunakan untuk investasi baru dan memperkuat permodalan,'' kata Presiden Direktur Bukaka Teknik Utama, Fadel Muhammad. Dana Taspen di Bukaka ada Rp 18,75 miliar (14% saham Bukaka). Sedangkan Pasaraya, milik Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief, memanfaatkan dana Taspen Rp 122 miliar untuk perluasan usaha ecerannya. Sebenarnya, Taspen telah menganggarkan dana Rp 1,3 triliun untuk penyertaan di swasta. Namun, sejak Menteri Keuangan dipegang Mar'ie Muhammad, angka itu menjadi masalah. ''Pak Mar'ie sangat kaget ketika disodori penyertaan dana Taspen di swasta,'' kata sumber di Departemen Keuangan. Maka, April lalu, Mar'ie, melalui SK No. S-702/MK01/93, memerintahkan Dewan Komisaris Taspen mencekal dana Taspen yang belum dicairkan. Upaya cekal ini menimpa Gunung Agung, yang sebentar lagi genap 40 tahun. Menurut Tanto Sudiro, sejak tahun lalu PT Taspen sudah menyatakan kesediaannya membeli 21% saham Gunung gung. ''Tapi keputusan itu belum direalisasi sepenuhnya,'' kata Tanto. Sumber TEMPO mengatakan, Taspen akan menempatkan dana Rp 22 miliar di Gunung Agung. Jelaslah, sebagian besar dana Taspen telanjur ditempatkan di swasta, dan Pemerintah mau tak mau harus waspada. Mengapa? Kendati ada dana pensiun yang dikelola Taspen, untuk pensiun PNS hingga kini Pemerintah harus menomboknya dengan dana APBN. Pada tahun 1993/94, Pemerintah telah menyediakan gaji dan pensiun pegawai negeri sebesar Rp 8,9 triliun. Kini Menteri Keuangan menerjunkan tim yang terdiri dari Sekjen Departeme Keuangan, Dirjen Anggaran, Dirjen Lembaga Keuangan, dan Dirjen Pembinaan BUMN. Tim ini akan meneliti ulang penempatan dana Taspen di swasta. ''Tapi kita akan melakukannya secara hati-hati. Ada aturan mainnya,'' kata Mar'ie Muhammad menegaskan. Bambang Aji dan Sri Wahyuni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus