Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Harga Telur Anjlok Terpicu Kelebihan Pasokan

Kerugian ditaksir mencapai Rp 38,4 miliar per hari.

28 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pedagang telur ayam di Pasar Jatinegara, Jakarta, 26 Januari 2021. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Penurunan harga telur diprediksi terjadi hingga Februari.

  • Pemerintah diharapkan bisa menyerap kembali pasokan telur di sentra produksi.

  • Kementerian Pertanian sedang melakukan gerakan membeli telur dari peternak.

JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional, Musbar Mesdi, mengatakan remuknya harga telur telah memukul para peternak. Sebab, harga tersebut berada di bawah biaya produksi. Penurunan harga telur bahkan diprediksi terus berlanjut hingga bulan depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Musbar, harga telur anjlok karena menurunnya permintaan konsumen, khususnya di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), serta Bandung. Hal itu terjadi bersamaan dengan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) oleh pemerintah. Adapun kontribusi penjualan yang dilakukan secara online sangat kecil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Serapan yang turun, otomatis stok menumpuk di peternakan. Ini membuat terjadinya panic selling asal telur itu bisa keluar karena tidak ada gudang penyimpanan yang besar," tutur Musbar kepada Tempo, kemarin.

Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen, harga seharusnya berada pada kisaran Rp 19-21 ribu per kilogram. Kenyataannya, berdasarkan data Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), harga telur di tingkat peternak ada yang menyentuh Rp 16-17 ribu per kilogram.

Penurunan harga telur menjalar ke pedagang. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga rata-rata telur ayam ras tercatat sebesar Rp 27.700 per kilogram. Angka ini turun menjadi Rp 26.900 per kilogram, kemarin.

Pedagang telur ayam di Pasar Jatinegara, Jakarta, 26 Januari 2021. Tempo/Tony Hartawan

Naiknya harga pakan yang terus berlangsung turut mengempiskan pendapatan peternak ayam petelur. Musbar mencatat, harga pakan naik dari Rp 4.700 per kilogram menjadi Rp 5.700 per kilogram. Sedangkan produksi telur setidaknya 12.800 ton per hari tidak bisa direm. Apabila kerugian yang ditanggung peternak Rp 3.000 per kilogram, Musbar memprediksi kerugian peternak mencapai Rp 38,4 miliar per hari atau bisa menembus Rp 1 triliun per bulan.

Kelebihan pasokan ini, ujar Musbar, dikeluhkan sejak 22 Januari lalu kepada Kementerian Perdagangan. Peternak di antaranya meminta perubahan harga acuan di tingkat peternak menjadi Rp 21.000 per kilogram. Meski begitu, ia berharap pemerintah bisa menyerap kembali pasokan telur di sentra-sentra produksi. Pasalnya, harapan telur diserap program bantuan sosial akibat pandemi Covid-19 sudah pupus setelah digantikan dengan bantuan uang tunai.

"Meski ada surat soal harga acuan yang disesuaikan dengan harga bahan baku, kalau telur tidak keluar dari on farm, tidak ada hasilnya," tutur Musbar. Menurut dia, selama angka penularan Covid-19 masih tinggi, telur ayam masih sulit diserap pasar.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, menuturkan inti permasalahannya adalah keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Kalau itu tidak seimbang, kata Damawi, tidak akan terjadi harmonisasi. Menurut dia, pemerintah harus menentukan berapa target konsumsi telur masyarakat. Setelah hal itu ditentukan, pemerintah bisa mengkalkulasi perkiraan angka produksinya.

"Pandemi Covid telah memukul tingkat konsumsinya. Akhirnya yang terjadi, GPS (grandparent stock) yang sudah diimpor, yang sudah diproduksi, terpaksa harus disesuaikan dengan konsumsi untuk mencapai kesimbangan," kata Damawi.

Damawi menilai pemerintah masih memonitor angka produksi saja. Menurut dia, pemerintah belum berbuat banyak untuk menaikkan konsumsi masyarakat, sebagaimana yang telah dilakukan negara tetangga. "Ini sudah disampaikan apa yang bisa diperbuat untuk konsumsi ayam, apalagi saat kondisi gawat. Mumpung masyarakat masih percaya," ujarnya.

Kepala Bidang Distribusi Pangan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Inti Pertiwi, mengatakan anjloknya harga telur terjadi akibat produksi telur yang tinggi dan penurunan permintaan telur di Jabodetabek dibanding pada Desember 2020 dan awal Januari 2021. Menurut Inti, jika tidak ada tindakan, ia memproyeksikan harga telur turun terus hingga Februari mendatang.

"Langkah yang diambil pemerintah adalah membantu melakukan penyerapan telur dengan harga pembelian pemerintah (HPP) di sentra-sentra produksi yang harganya saat ini sedang jatuh," tuturnya. Kementerian Pertanian, kata Inti, sedang melakukan gerakan membeli telur dari peternak.

Selain itu, ujar Inti, Kementerian Pertanian membantu distribusi telur dari wilayah sentra ke konsumen. Kementerian juga akan memastikan tidak ada masalah dalam distribusi telur. Yang terpenting, kata dia, Kementerian bakal memastikan tidak ada permasalahan dalam penetapan harga jual oleh pedagang.

"Artinya, tidak boleh ada tindakan pedagang yang menekan harga telur yang merugikan peternak," ucap Inti.

Inti berujar bahwa pemerintah akan menerapkan HPP di tingkat peternak. Artinya, jika harga telur di bawah HPP, pemerintah akan bergerak untuk menyerap, bisa dengan menugasi badan usaha milik negara (BUMN) pangan. Selanjutnya Kementerian Pertanian akan menghitung kebutuhan dan produksi telur, mengantisipasi terjadinya surplus atau defisit yang terlalu besar, serta memetakan sumber-sumber produksi telur dan memastikan kelancaran distribusinya.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan, Syailendra, menuturkan pemerintah tengah memikirkan upaya untuk menyerap telur ayam dari peternak. Menurut dia, penghentian bantuan sosial berupa paket bahan pokok memberikan dampak yang sangat besar terhadap penyerapan telur ayam ras. "Sedang kami tangani agar telur tersebut bisa terserap. Ini harus ada terobosan karena telur tidak bisa tahan lama," ujar Syailendra.

Selain itu, kata Syailendra, pemerintah tengah menghitung ulang harga acuan bahan pokok dan penting di tengah dinamisnya harga komponen inputnya, termasuk untuk telur ayam ras. Ia berharap, dalam 1-2 bulan ke depan, harga acuan baru tersebut bisa diselesaikan. "Kami diskusi bersama stakeholder lainnya," ucapnya.

LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus