Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Tingkat kesadaran pelaku ekonomi kreatif mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HKI) atas karya-karya yang dimiliki masih sangat rendah. Musikus yang juga pegiat HKI, Melanie Subono, menuturkan selama ini proses registrasi HKI dipersepsikan rumit dan memakan waktu. Kerumitan itu terjadi mulai dari pemenuhan persyaratan pendaftaran hingga prosedur pencatatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Citra yang terbentuk di kalangan seniman itu, negara kita ribet prosedurnya,” ujar Melanie kepada Tempo, kemarin, 28 Juli 2022. Hal itu membuat pendaftaran karya intelektual tak dianggap sebagai prioritas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat, kata Melanie, juga belum familier dengan cara kerja dan manfaat pendaftaran HKI yang menawarkan keuntungan berupa royalti. “Ibaratnya, kalau ada yang mau beli lagu dengan pembayaran tunai hanya Rp 10 juta, dia akan pilih itu dibanding royati yang potensinya bisa sampai Rp 100 juta.” Agar kesadaran masyarakat meningkat, ia menilai, sosialisasi harus terus dilakukan bersama dengan upaya penyederhanaan prosedur registrasi HKI.
Kreator konten dan dosen Institut Kesenian Jakarta, Gideon Bima Maharesi, mengakui bahwa kurangnya sosialisasi menjadikan kesadaran pelaku ekonomi kreatif untuk mendaftarkan karyanya masih rendah. “Saat ini sosialisasinya masih kurang, bahwa setiap karya seni bisa diurus HKI. Misalnya banyak yang baru tahu kalau ternyata konten YouTube itu bisa mendapat HKI,” ucapnya.
Faktor kedua adalah kenyamanan perlindungan karya yang didapatkan kreator dari platform tempat karya dipublikasikan. Gideon menuturkan, sejumlah platform seperti YouTube telah menerapkan aturan yang ketat mengenai orisinalitas karya untuk melindungi hak cipta. “Ada algoritma untuk mendeteksi pelanggaran hak cipta. Jadi, karena merasa HKI sudah dilindungi oleh platform, kreator enggan mendaftar HKI ke Kemenkumham,” kata dia.
Pembuatan konten digital di lokasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pembuatan tas kamera di kawasan Manggarai, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Razilu, menyatakan soal komitmen pemerintah untuk senantiasa meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya HKI. Ke depan, dia ingin agar proses pendaftaran HKI dipermudah. Bahkan Razilu merencanakan pemberian insentif bebas biaya pendaftaran bagi pendaftar yang tidak mampu. “Kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki kekayaan intelektual rendah, padahal di balik pelindungan kekayaan intelektual itu ada nilai ekonomi,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif pada 12 Juli 2022. PP ini memberi peluang kepada pelaku ekonomi kreatif untuk mendapatkan kemudahan pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun nonbank dengan bermodalkan HKI.
Adapun kekayaan intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang harus memenuhi dua syarat. Pertama, telah tercatat atau terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Kedua, produk kekayaan intelektual tersebut sudah dikelola dengan baik secara sendiri atau telah dialihkan haknya kepada pihak lain.
“Kekayaan intelektual yang sudah dikelola maksudnya adalah kekayaan intelektual yang sudah dilakukan komersialisasi oleh pemiliknya sendiri atau pihak lain berdasarkan perjanjian," kata Razilu.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo