Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Minim Partisipasi Program Vokasi

Program vokasi masih minim sosialisasi dan sulit diakses pekerja. Ada pula kekurangsesuaian dengan kebutuhan pasar.

10 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Permasalahan yang sering muncul adalah terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat terhadap program vokasi.

  • Tidak ada jaminan penempatan kerja yang diperoleh peserta vokasi setelah menyelesaikan pelatihan.

  • Pemerintah menyiapkan tiga kebijakan triple skilling dalam pelatihan vokasi, yaitu skilling, reskilling, dan up-skilling.

JAKARTA – Pendidikan dan pelatihan vokasi menjadi salah satu strategi utama pemerintah dalam menekan tingkat pengangguran. Pemerintah turut menggandeng pelaku usaha dalam penyelenggaraannya untuk memastikan distribusi tenaga kerja dapat terserap sesuai dengan kebutuhan industri.

Wakil Ketua Umum Bidang Vokasi dan Sertifikasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Mahfudz W.H. berujar, dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan vokasi, masih terdapat sejumlah kendala yang dihadapi. Salah satunya masih minimnya partisipasi calon tenaga kerja dalam program vokasi.

“Permasalahan yang sering muncul adalah terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat terhadap program ini. Beberapa peserta mungkin tidak mampu mengaksesnya karena terhambat faktor finansial, geografis, atau informasi yang kurang,” ujar Adi kepada Tempo, kemarin.

Ketika mereka sudah berpartisipasi pun tak ada jaminan peserta program akan langsung mendapatkan pekerjaan. Persoalan itu disebabkan oleh kurangnya kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan vokasi dan kebutuhan pasar kerja. “Ini bisa disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kurikulum yang diberikan dan kebutuhan pasar kerja yang cepat berubah.”

Adi mengatakan mekanisme proses pencocokan yang dilakukan dengan kebutuhan tenaga kerja saat ini menjadi perhatian utama. Mekanisme tersebut melibatkan koordinasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga pendidikan untuk memastikan ketersediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Kerja sama penyaluran tenaga kerja dilakukan melalui berbagai program pemerintah, seperti Bursa Kerja Khusus dan pelatihan kerja yang digelar pemerintah ataupun sektor swasta.

Sektor usaha yang menjadi target penyaluran tenaga kerja meliputi manufaktur, pariwisata, pertanian, teknologi infornasi, dan lain-lain. “Namun sektor yang menjadi target penyaluran dapat berbeda, bergantung pada kebutuhan dan potensi setiap daerah,” ucap Adi. Adapun program vokasi dan sertifikasi selama ini memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran.

Kementerian Ketenagakerjaan menggelar Festival Pelatihan Vokasi dan Job Fair Nasional pada 28-30 Oktober 2022 di Hall A JCC Senayan, Jakarta, Oktober 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Pasalnya, program-program itu didesain untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan praktis kepada para peserta agar siap terjun ke dunia kerja. “Melalui pelatihan vokasi, pemerintah dan pelaku usaha berkolaborasi untuk memberikan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja,” kata Adi.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengiyakan masih minimnya sosialisasi tentang program pelatihan vokasi di tingkat pekerja. “Apa syarat mengikutinya, bagaimana cara mengikutinya, ini masih sedikit sekali informasinya,” ujar dia. Selain itu, efektivitas program vokasi cenderung terbatas pada segmen tenaga kerja muda atau fresh graduate. “Penganggur yang di-PHK pada usia 40 tahun ke atas tidak bisa menggunakan solusi vokasi ini.”  

Elly menambahkan, para peserta program vokasi juga sering mengeluhkan proses penyerapan tenaga kerja yang cenderung lambat. Mereka harus menunggu cukup lama tanpa ada kepastian penempatan kerja setelah menyelesaikan pelatihan. “Akhirnya mereka kebingungan pada jeda itu harus ke mana. Ada yang masuk ke pekerjaan informal atau kalau punya modal, ya menjadi wirausaha,” katanya.

Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan tengah mendorong revitalisasi program vokasi di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas. Revitalisasi itu mencakup dukungan lembaga pelatihan kerja (LPK), baik yang disediakan pemerintah maupun swasta. Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari menuturkan, dengan peningkatan kompetensi LPK swasta, Balai Latihan Kerja (BLK) pemerintah dan komunitas, tingkat pengangguran diharapkan dapat berangsur turun. “Pelatihan vokasi dan kejuruan ini akan menjadi strategi utama untuk terus diintensifkan,” ujar Dita kepada Tempo.

Adapun hingga 2023, Kementerian Ketenagakerjaan memiliki modalitas kelembagaan pelatihan vokasi yang terdiri atas 292 BLK pemerintah, 2.908 LPK swasta, 3.757 BLK komunitas, dan 79 BLK luar negeri. Jika dihitung secara kumulatif, seluruh lembaga pelatihan kerja itu bisa memiliki kapasitas pelatihan vokasi nasional sebanyak 5.778.881 orang per tahun dan kapasitas sertifikasi 8.873.200 orang per tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dita mengatakan, tak hanya berhenti di pelatihan, program tersebut juga mencakup pemagangan dan penyaluran untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam proyek-proyek prioritas pemerintah, seperti Ibu Kota Negara (IKN), kawasan ekonomi khusus (KEK), destinasi pariwisata prioritas, dan food estate. “Kelompok marginal dan rentan diprioritaskan untuk menjadi peserta pelatihan BLK dan pemagangan,” katanya. Selain itu, BLK didorong untuk aktif terlibat dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan Program Kartu Prakerja.

Para pencari kerja mengantre untuk memasuki ruangan Mega Career Expo 2023 di Gedung Serbaguna Senayan, Jakarta, 4 Oktober 2023. Tempo/Tony Hartawan

Tiga Kebijakan Pelatihan Vokasi

Terdapat tiga kebijakan triple skilling dalam pelatihan vokasi. Pertama adalah skilling yang menyasar pencari kerja atau fresh graduate dengan tujuan penyesuaian keahlian, pencocokan keahlian, serta pembekalan keterampilan vokasi untuk bekerja. Kebijakan ini menyasar penganggur terbuka yang jumlahnya mencapai 8,42 juta orang pasca-pandemi Covid-19, 3,57 juta angkatan kerja baru pada 2022, dan 10 juta pekerja baru pada 2030.

Kedua adalah reskilling yang menyasar pekerja berpotensi atau terkena PHK dengan tujuan pembekalan keahlian vokasi yang berbeda atau baru untuk melakukan alih profesi atau berwirausaha. Kebijakan ini menyasar pekerja terkena PHK yang mencapai 240 ribu orang seusai Covid-19 serta antisipasi 23 juta pekerjaan yang diprediksi bakal hilang karena terkena dampak digitalisasi hingga 2030. “Setidaknya ada 6-29 juta orang di Indonesia yang harus mengikuti pelatihan lagi untuk jenis pekerjaan yang baru,” ucap Dita.

Ketiga adalah upskilling yang menyasar pekerja secara umum dengan tujuan peningkatan kompetensi kerja, pembaruan keahlian, multi-skilling, dan peningkatan karier. Harapannya, kebijakan ini dapat turut menyasar pekerja nonformal dan mengantisipasi kebutuhan 27-46 juta pekerjaan baru yang akan muncul sebagai dampak digitalisasi pada 2030. 

“Jadi ada tiga outcome. Kebijakan pertama untuk mengurangi jumlah penganggur, kebijakan kedua untuk mencegah penganggur kembali, dan ketiga untuk meningkatkan produktivitas serta daya saing,” katanya.

Pemerintah berupaya memastikan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan vokasi. Sektor yang menjadi prioritas dalam pengembangan vokasi adalah manufaktur, agrobisnis, kesehatan, pariwisata, ekonomi digital, dan pekerja migran. Sementara itu, untuk provinsi prioritas setidaknya mencakup Sumatera Utara, Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Bali. Dita mengungkapkan, dalam penguatan program vokasi, pemerintah tak bisa berjalan sendiri. Kerja sama dengan industri dibutuhkan untuk memberikan output yang optimal.

“Keterlibatan industri sangat penting dalam perbaikan vokasi, sehingga pemerintah memberikan insentif bagi industri yang terlibat dalam bentuk super tax deduction hingga 20 persen,” ucapnya. Koordinasi penyaluran pemagangan dan tenaga kerja tetap juga diikuti dengan pembentukan komite vokasi di pusat dan daerah, serta penyusunan informasi pasar kerja atau online job platform. Adapun anggaran yang dialokasikan untuk program pendidikan dan pelatihan vokasi pada tahun ini mencapai Rp 2,28 triliun.

GHOIDA RAHMAH
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus