Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu Hasil Pembaruan Studi Kelayakan

Pelaksana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, PT KCIC, tengah memperbarui kelayakan proyek untuk menentukan besaran pembengkakan biaya (cost overrun).

 

1 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana penyelesaian penggalian terowongan atau tunnel 2 yang merupakan terowongan terakhir dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di Purwakarta, Jawa Barat, 21 Juni 2022. Tempo/Hendartyo Hanggi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pemerintah masih mengkaji besaran pembengkakan biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Nilai pasti pembengkakan biaya atau cost overrun tersebut akan dicantumkan dalam hasil kaji ulang studi kelayakan proyek yang tengah dikerjakan, dan bakal menentukan besaran pinjaman tambahan yang bakal diajukan kepada China Development Bank (CDB).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selepas adanya audit bertahap dari Badan Pengawas Keuanganan dan Pembangunan (BPKP), kenaikan ongkos pembangunan itu sebesar US$ 1,1-1,9 miliar atau sekitar Rp 16,4-Rp 28,3 triliun, dengan asumsi kurs Rp 14.900 per dolar Amerika Serikat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, dalam pertemuan bersama pihak Cina di Beijing, pemerintah RI mengusulkan 75 persen dari kelebihan biaya itu ditanggung pinjaman CDB. Adapun 25 persen sisanya akan ditanggung ekuitas alias perusahaan konsorsium Indonesia dan Cina. "Sehingga dari 25 persen itu, 60 persen adalah porsi ekuitas konsorsium Indonesia," ujar dia kepada Tempo, kemarin. 

Kartika mengatakan pemerintah sudah membahas rencana untuk menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) Rp 4,1 triliun kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI agar bisa menambah ekuitas porsi Indonesia. Rencana tersebut juga sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. "Ini segera diproses tindak lanjutnya." 

Adapun porsi pinjaman CDB, menurut dia, akan diajukan setelah pemutakhiran studi kelayakan yang sudah memasukkan besaran cost overrun, asumsi arus penumpang, dan biaya operasi. Studi kelayakan anyar itu saat ini tengah disusun PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dan akan diajukan kepada CDB sebelum September 2022. "Perpres (Peraturan Presiden Nomor) 93 Tahun 2021 membuka opsi dukungan pemerintah kepada PT KAI sebagai pemimpin konsorsium, dalam hal KAI mengajukan pinjaman tambahan untuk KCIC."

Sumber Tempo yang mengetahui pembahasan penyelesaian cost overrun itu membenarkan bahwa saat ini pemerintah telah melakukan pembicaraan dengan Cina mengenai usulan solusi yang disampaikan Kartika. "Deal formal memang belum, tapi prinsipnya semua setuju," ujar sumber tersebut. Dengan disetujuinya usulan tersebut, ia yakin solusi pembiayaan 75:25 antara CDB dan ekuitas bisa segera diterapkan. "Tinggal eksekusi saja."

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Perekonomian, Wahyu Utomo, mengatakan pembiayaan melar biaya kereta cepat masih dibahas pemerintah. "Setahu saya, (pembengkakan biaya) masih dibahas karena ada permintaan agar cost overrun ini juga ditanggung pemerintah Indonesia," ujarnya, pekan lalu.

Wahyu mengimbuhkan, Kementerian Keuangan telah membahas pembiayaan dari kocek pemerintah untuk pembangunan proyek sepur kilat tersebut, bukan untuk pembengkakan biaya. Cost overrun akan dibahas secara terpisah.

Solusi pembiayaan melarnya biaya proyek sepur berkecepatan 350 kilometer per jam itu memang belum mencapai kesimpulan formal. Padahal masalah itu bukan cerita baru. Perkara tersebut sebetulnya sudah terdeteksi sejak Juli 2019. 

Duta Besar Cina untuk Indonesia Lu Kang (kiri) dan Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China Dwiyana Slamet Riyadi saat penyelesaian penggalian terowongan atau tunnel 2, yang merupakan terowongan terakhir dalam proyek kereta cepat Jakarta Bandung, di Purwakarta, Jawa Barat, 21 Juni 2022. TEMPO/Hendartyo Hanggi

Kala itu, kontraktor perencanaan teknik, pengadaan, dan konstruksi proyek ini, High Speed Railway Contractor Consortium (HSRCC), mengajukan penyesuaian harga EPC yang berpotensi membuat biaya proyek membengkak. Seiring dengan pengerjaan proyek, pembengkakan biaya juga disumbang oleh biaya pembebasan lahan, biaya head office dan pra-operasi, biaya kontingensi, serta biaya pendanaan atau financing.

Untuk menghitung pembengkakan biaya tersebut, pemerintah sudah meminta BPKP melakukan review. Dari tinjauan tersebut, BPKP menyebutkan pembengkakan biaya itu lebih besar US$ 1,176 juta dari nilai awal yang sebesar US$ 6,071 miliar. Namun nominal tersebut belum termasuk pembengkakan akibat perubahan harga dari kontraktor HSRCC. Tambahan dana dari perubahan harga tersebut rencananya diselesaikan lebih dulu melalui Dewan Penyelesaian Sengketa, sebagaimana diatur dalam kontrak konstruksi.

Kementerian BUMN lantas menghitung biaya lain yang belum termasuk dalam review. Pada 19 Mei 2022, Menteri BUMN Erick Thohir bersurat kepada anggota Komite Kereta Cepat, yang isinya menyebutkan nilai cost overrun hasil review BPKP, adanya potensi beban biaya perubahan harga, serta usulan dana cadangan sebesar 5-8 persen dari nilai kontrak EPC.

Kementerian juga memasukkan potensi tambahan eksposur pajak yang berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) cost overrun, perubahan kebijakan PPN 10 persen menjadi 11 persen, dan eksposur pajak atas pengadaan tanah. Hitungan Kementerian BUMN ini menghasilkan angka cost overrun US$ 1,9 miliar.   

Atas dasar itu, PT KAI sebagai pemimpin konsorsium Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) mengajukan PMN sebesar Rp 4,1 triliun pada tahun ini. Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, mengatakan suntikan modal negara itu dibutuhkan karena arus kas PT KCIC diperkirakan hanya bertahan sampai September 2022.

"Sehingga kalau ini (PMN) belum turun, penyelesaian yang diharapkan pada Juni 2023 akan terancam mundur," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Rabu, 6 Juli 2022.

Saat Tempo menanyakan kabar terbaru mengenai PMN tersebut, kemarin, Vice President Public Relations KAI, Joni Martinus, mengatakan suntikan dana tersebut belum cair. "Saat ini masih dalam pembahasan teknis dengan Kementerian Keuangan," ujarnya. Ia menegaskan bahwa kemajuan pekerjaan proyek kereta kencang tersebut berpotensi terhambat apabila suntikan modal pemerintah itu tidak segera cair.  

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan pemerintah harus menegosiasikan penyelesaian bengkaknya biaya proyek kereta cepat itu agar solusinya dapat dicapai dengan seadil-adilnya. Menurut dia, cost overrun semestinya sudah dihitung matang dan diantisipasi sejak awal oleh para pemodal. 

"Paling tidak 75 persen harus ditanggung investor untuk keadilan dan good investment. Walau pemerintah punya kepentingan, kan investor menyanggupi untuk tidak ditanggung pemerintah pada awalnya," ujar Faisal.

CAESAR AKBAR
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus