Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pabrik sepatu Bata di Purwakarta, Jawa Barat, resmi ditutup setelah 30 tahun beroperasi. PT Sepatu Bata Tbk. telah mendirikan pabrik di Purwakarta sejak 1994. Hasil produksi selama ini dijual di sekitar 400 ritel toko di Indonesia. Siapa pemilik sebenarnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan laman resminya, pemilik sekaligus pendiri sepatu Bata adalah tiga orang bersaudara asal Zlin, Cekoslowakia, yang bernama Tomas, Anna, dan Antonin Bata. Mereka adalah inovator awal yang pertama kali mendirikan bata pada 21 September 1894.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengenalan mesin pembuat sepatu yang digerakkan oleh uap pada 1897, mengawali periode modernisasi sepatu dengan cepat. Hal ini memungkinkan perusahaan yang didirikan oleh tiga bersaudara itu menjadi salah satu produsen sepatu massal pertama di Eropa. Perusahaan ini telah menjelma menjadi raksasa sepatu dunia dengan operasi di lebih dari 90 negara.
Kiprah Bata di Indonesia sendiri dimulai sejak 1931. Awalnya, mereka menjalin kerja sama dengan NV Nederlandsch Indische Schoenhandel Maatschappij (NV NIS) sebagai importir sepatu yang beroperasi di kawasan Tanjung Priok, Jakarta. Kerja sama ini terjalin selama enam tahun, hingga akhirnya sang visioner Tomáš Bata memutuskan untuk mendirikan pabrik sepatu di Indonesia.
Menariknya, lokasi pabrik pertama Bata di Indonesia tidak berada di kawasan industri modern. Tomáš Bata justru memilih area perkebunan karet di kawasan Kalibata, tepatnya di Jalan Kalibata Raya, Jakarta Selatan. Keputusan ini terbilang unik, namun mencerminkan semangat inovatif Bata kala itu. Produksi sepatu di pabrik Kalibata pun resmi dimulai pada 1940.
Sosok Tomáš Bata sendiri dikenal sebagai "Raja Sepatu" di negara asalnya. Berbekal modal awal 350 dolar AS yang sebagian besar merupakan pinjaman dari sang ibu, ia dan para saudaranya berhasil membangun kerajaan bisnis sepatu.
Kejeniusan Tomáš Bata tidak hanya terletak pada pemilihan lokasi pabrik yang strategis, namun juga pada inovasi teknologinya. Ia tercatat sebagai pelopor penggunaan mesin pembuat sepatu bertenaga uap pada tahun 1897, yang secara drastis mempercepat proses produksi dan membawa era modernisasi dalam industri sepatu.
Setelah Tomáš Bata wafat pada tahun 1932, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan tetap berada di tangan keluarga Bata. Kini, Thomas Bata Jr., cucu sang pendiri, menjabat sebagai Chairman of the Board of Directors Bata Shoe Organization. Hal ini menunjukkan komitmen kuat keluarga Bata untuk terus memajukan warisan bisnis yang dirintis oleh para leluhur mereka.
Meskipun pabrik di Kalibata sudah tidak beroperasi lagi, kehadiran Bata di Indonesia terus berlanjut. Sepanjang perjalanannya, Bata telah memiliki beberapa pabrik di Tanah Air, termasuk di kota Bandung dan Tangerang. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan pergeseran peta bisnis global, beberapa pabrik tersebut terpaksa ditutup.
Pada 1994, Bata kemudian membangun pabrik terbesar di Purwakarta. Pembangunannya pun rampung di tahun yang sama. Selama 30 tahun beroperasi, pabrik Bata di Purwakarta itu menjadi salah satu pemasok utama sepatu Bata di Indonesia. Bata memiliki spesialisasi produk sepatu injeksi untuk konsumsi dalam dan luar negeri.
Bata selama ini dikenal sebagai produsen sepatu sekolah dan sepatu pria dan perempuan dewasa. Bisnis perusahaan juga membawahi beberapa merek lainnya, yakni Marie Claire, Comfit, Power, Bubblegummers, North Star, B-First, and Weinbrenner.
ANDIKA DWI | RADEN PUTRI