Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengisap Rokok, Menyedot Anggaran

BPJS Kesehatan menanggung kenaikan klaim akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok.

26 Januari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
13-terkaitHL-ilustrasi-penyakitKarenaRokok-bebaniKeuanganNegara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMASUKI usia lanjut, Maman membatasi jumlah rokok yang dia isap. Dari satu-dua bungkus dalam sehari, kini pria berusia 65 tahun tersebut cuma menghabiskan paling banyak tiga batang rokok. Apalagi, pensiunan polisi itu mulai terserang batuk dan sesak napas. "Sampai akhirnya dokter bilang jantung dan paru-paru saya sudah tak sekuat dulu," kata dia kepada Tempo, Ahad lalu.

Meski begitu, Maman belum bisa berhenti merokok secara total. Dia pun tak ambil pusing jika harus bolak-balik berobat lantaran sebagian biayanya ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Saya tahu merokok itu bikin penyakit. Tapi, ya kalau soal mati, enggak merokok juga orang akan mati," begitu dia berdalih.

Maman boleh saja cuek. Tapi kenyataannya BPJS Kesehatan bisa boncos lantaran mesti menanggung pengobatan penyakit katastropik, alias penyakit mematikan akibat komplikasi, yang salah satunya disebabkan oleh rokok, seperti jantung, kanker, hingga gagal ginjal. Pada tahun lalu saja, BPJS Kesehatan membayar Rp 14,58 triliun biaya manfaat atau klaim pelayanan kesehatan cuma untuk penyakit katastropik. Nilainya setara 21,73 persen dari total biaya manfaat seluruh penyakit.

Juru bicara BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, mengatakan tahun lalu biaya manfaat untuk penyakit katastropik naik 4,1 persen dari 2015. Menurut dia, rokok bisa menjadi penyebab utama atau pemicu tambahan dalam setiap kasus penyakit katastropik. "Meski tidak bisa diklaim 100 persen," ucapnya. Agar biayanya tak terus membengkak, BPJS Kesehatan berupaya menekan jumlah kasus penyakit katastropik melalui program pengelolaan penyakit kronis. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat mendaftarkan diri dalam program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terdekat.

Bukan cuma BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan juga ikut berupaya menekan konsumsi rokok, dengan menaikkan harga cukai. Sejak 1 Januari lalu, pemerintah memberlakukan tarif cukai rokok rata-rata 10,54 persen dan mengerek harga jual eceran rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. "Kami melihat ada kemungkinan untuk menaikkan cukai lagi," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara.

Konsultan Dewan Jaminan Sosial Nasional, Hasbullah Thabrany, mengatakan wajar jika semua lembaga berupaya menekan konsumsi rokok. Sebab, mengisap rokok sama dengan menyedot jatah anggaran negara untuk masa depan. Jika terus dibiarkan, generasi mendatang harus merogoh kantong lebih dalam untuk membiayai pelayanan kesehatan. "Ancaman yang tangible itu biaya berobat makin mahal, dan yang intangible adalah usia harapan hidup lebih rendah," katanya.

Hasbullah mengingatkan situasi ini pada Inggris puluhan tahun silam. Ketika itu, warga Inggris begitu banyak yang kecanduan mengisap tembakau. Hingga akhirnya saat ini pemerintah kesulitan mengendalikan dampak penyakit yang ditimbulkan rokok bertahun-tahun kemudian. "Inggris sekarang babak belur. Makanya mereka sekarang sangat aktif melarang merokok di seluruh negeri."

Menurut Hasbullah, penyakit yang berkaitan dengan rokok paling membebani JKN. Dia menyebut empat jenis penyakit katastropik mengambil jatah 25 persen dari total biaya klaim JKN. Padahal ada 1.200 jenis penyakit yang mesti ditanggung.

Adapun Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Mohamad Subuh, mengungkapkan manfaat ekonomi dari cukai rokok tidak ada artinya dalam jangka panjang. Dia memberi ilustrasi, pendapatan dari cukai rokok bisa mencapai Rp 115 triliun setahun, "Tapi apakah manusia yang sakit dan meninggal bisa digantikan oleh nilai uang itu."

Biaya Pelayanan Kesehatan Penyakit Katastropik 2015-2016 *

Katastropik 2015 Biaya Klaim 2016 Biaya Klaim
Gagal ginjal Rp 2.784.047.841.283Rp 2.586.657.808.865
Kanker Rp 2.469.933.941.058Rp 2.295.619.010.592
Jantung Rp 6.938.440.986.118Rp 7.423.000.670.016
Stroke Rp 1.155.270.021.635Rp 1.274.228.295.595
SUMBER: LAPORAN BPJS DESEMBER 2016 UNAUDITED | *BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI ROKOK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus