Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEROMBONGAN pejabat Jamsostek pekan ini silih berganti menyatroni Markas Besar Kepolisian RI. Jangan salah, aparat berseragam cokelat itu tak hendak membeli layanan asuransi. Yang hendak dikorek polisi dari para pejabat Jamsostek itu adalah pengetahuan mereka tentang sejumlah transaksi investasi.
Jamsostek memang tercantum dalam kelompok pertama badan usaha milik negara (BUMN) dan departemen yang akan dibersihkan oleh tim pemberantasan tindak pidana korupsi. BPK telah menyerahkan hasil audit atas Jamsostek ke tim itu pada pertengahan Mei lalu. "BPK menemukan ada kesalahan dalam investasi Jamsostek," kata Anwar Nasution waktu itu.
Dalam laporan audit 2004 itu, BPK menemukan 29 pelanggaran. Sembilan temuan pelanggaran terkait dengan kegiatan investasi, sepuluh berhubungan dengan kegiatan pengadaan dan pemanfaatan barang jasa. Sisanya merupakan pelanggaran yang berasal dari kegiatan operasional.
Tim yang dipimpin oleh Hendarman Supandji, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, langsung bergerak. Sekitar tiga pekan lalu, empat aparatdua dari kepolisian dan dua dari kejaksaanmenyatroni kantor pusat Jamsostek. Segepok data yang berkaitan dengan segala kegiatan investasi Jamsostek sejak empat tahun lalu diangkut ke Mabes Polri.
Sepanjang pekan lalu tim pemberantasan korupsi mulai memanggil pejabat Jamsosteksetingkat kepala biro di bagian investasi. "Mereka dipanggil terkait dengan investasi di bank yang sudah tak beroperasi serta penempatan dana Jamsostek dalam medium term notes (surat utang jangka menengah)," kata Iwan Pontjowinoto, Direktur Utama Jamsostek.
Transaksi busuk yang tengah ditelisik oleh tim pemberantasan memang bukan kasus baru. Investasi yang kini dipersoalkan, misalnya, dilakukan oleh Jamsostek pada 2001-2002. Beberapa investasi di surat utang itu malah sudah dihapus dari pembukuan Jamsostek, seperti surat utang Sapta Prana Jaya ataupun surat utang PT Volgren Indonesia.
BPK dalam audit empat tahun terakhir di Jamsostek selalu mempersoalkan pembelian surat utang itu. Kendati tak terang-terangan menyebut transaksi itu tindak pidana, BPK mengkritik "kenekatan" manajemen Jamsostek berinvestasi di surat utang jenis medium term notes (MTN).
Sejatinya, aturan investasi Jamsostek yang dikeluarkan oleh pemerintah (saat itu) memang tak melarang secara tegas investasi dalam surat utang jangka menengah. Hanya, BPK menemukan banyak transaksi pembelian surat utang yang serampangan. Akibatnya, Jamsostek menderita kerugian sedikitnya Rp 80 miliar dari investasi surat utang tersebut (Tempo, 26 April 2004).
Investasi Jamsostek di Bank Global merupakan pelanggaran lain. Jamsostek sebenarnya telah melakukan penempatan di Bank Global sejak empat tahun lalu. Semula investasi ini tak terlihat bermasalah. Indikasi kisruh baru tercium setelah bank itu dibekukan pemerintah.
Gara-gara termakan gombal Bank Global, Jamsostek diperkirakan merugi Rp 103 miliar. Jumlah itu merupakan penempatan Jamsostek dalam bentuk obligasi Bank Global. Ahmad Junaedi, Direktur Utama Jamsostek pada saat investasi itu dilakukan, menolak dipersalahkan. "Saat itu BI pun menyatakan Bank Global sehat," katanya, sehari setelah pergantiannya. "Lagi pula, obligasi itu juga mendapat peringkat A."
Junaedi mungkin ada benarnya. Namun BPK menemukan bahwa Jamsostek telah melanggar aturan jumlah maksimal investasi di bank swasta. Jamsostek seharusnya tak boleh menempatkan uang lebih besar dibandingkan modal keseluruhan bank.
Larangan itu ditabrak karena Jamsostek pernah menempatkan uang di Bank Global lebih besar dari modal bank tersebut, yaitu Rp 300 miliar. Selain membeli surat utang Bank Global yang nilainya sekitar Rp 100 miliar, Jamsostek juga diketahui menempatkan dana dalam bentuk deposito.
Pada pekan pertama pemeriksaan, belum seorang pun mendapat status tersangka. "Semuanya sekarang baru dipanggil sebagai saksi," ujar Hendarman. Satu sumber Tempo menuturkan, sejumlah direksi lama Jamsostek sudah sibuk menyusun strategi pembelaan sejak BPK menyerahkan laporan audit ke tim pemberantasan korupsi.
Thomas Hadiwinata
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo