Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi
Semen Gresik

Berita Tempo Plus

Sinyal di Luar Arbitrase

Cemex melepas Gresik demi pabrik baru. Sampoerna dan Boral disebut calon investor.

6 Juni 2005 | 00.00 WIB

Sinyal di Luar Arbitrase
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBARAT marathon, sengketa antara Cemex dan pemerintah Indonesia mulai mendekati garis finish. Dua bulan menjelang sidang arbitrase, tersiar kabar perusahaan semen Meksiko itu bersedia melepaskan kepemilikan di Semen Gresik sebesar 25,37 persen. "Pemerintah sudah mendapat kepastian soal itu," kata Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie.

Sengketa ini mencuat sejak dua tahun silam. Cemex menilai pemerintah Indonesia gagal menghormati kontrak investasi yang ditandatangani pada 1998. Cemex dijanjikan akan menguasai kepemilikan di Semen Gresik. Tenggat penyerahan kendali mayoritas ke Cemex ditetapkan pertengahan 2001.

Janji tinggal janji, hingga kini Cemex hanya berhasil menggenggam 25,53 persen saham Semen Gresik. Sebanyak 14 persen saham Semen Gresik diperoleh Cemex ketika menandatangani perjanjian jual-beli, selebihnya diraup dari lantai bursa saham Jakarta.

Langkah Cemex untuk menguasai Semen Gresik kemudian mandek, diganjal berbagai aksi penolakan dari internal Semen Gresik. "Pemberontakan" pertama meledak di Semen Padang, anak perusahaan Semen Gresik. Para pekerja, termasuk jajaran eksekutif, dengan dukungan para politisi lokal, ramai-ramai menuntut agar perusahaan semen urang awak itu disapih dari sang induk.

Tuntutan itu tak dipenuhi pemerintah, dan Semen Padang tetap di bawah kendali Semen Gresik. Seakan terinspirasi oleh perjuangan rekan-rekannya di Semen Padang, para pekerja di Semen Gresik pun rame-rame menolak kehadiran calon tuan baru mereka. Ditolak berkali-kali, Cemex akhirnya patah arang.

Dua tahun lalu, Cemex mengadu ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID). Cemex menuduh pemerintah gagal melindungi kepentingan investasinya seperti yang tertuang dalam perjanjian jual-beli saham Semen Gresik. Cemex meminta ganti rugi US$ 500 juta.

Nilai itu dihitung dari harga saham Semen Gresik yang harus ditebus kembali oleh pemerintah Indonesia, ditambah bunga plus denda. Gugatan ini bukan kabar menggembirakan bagi Indonesia, yang memiliki anggaran supertipis sejak krisis keuangan. Apalagi, Indonesia punya pengalaman bertanding yang tak elok di lembaga arbitrase.

Dalam sidang arbitrase terdahulu dengan Dieng Patuha dan Karaha Bodas, Indonesia tak pernah menang. Dalam situasi seperti itu, tak mengherankan jika pemerintah mati-matian menghindari lembaga arbitrase dan mencoba menyelesaikannya di meja perundingan. Apalagi, Cemex disebut-sebut mengantongi kartu as berupa addendum perjanjian yang hanya diketahui oleh pejabat Indonesia yang mengurusi soal divestasi Semen Gresik saat itu (Tempo, 17 April 2005).

Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilancarkan sejak zaman pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Agenda penyelesaian sengketa dengan Cemex juga diprioritaskan oleh pemerintahan sekarang. Menteri Negara BUMN membentuk tim perunding khusus yang merancang belasan opsi—kemudian tersaring hingga tersisa tiga.

Pertama, Cemex mendapat pabrik semen di Tuban, yang menghasilkan sekitar 60 persen dari pendapatan operasional Gresik. Kedua, pemerintah menebus kembali saham Semen Gresik yang ada di tangan Cemex, yang nilainya sekitar Rp 4,5 triliun. Ketiga, Cemex membuka pabrik baru di Indonesia. Pabrik baru itu kemudian akan diinjeksikan ke Semen Gresik sebagai penyertaan saham Cemex sesuai dengan nilai investasi.

Pada awal 2005, opsi ini dianggap sebagai jalan keluar yang paling masuk akal. Cemex pun dikabarkan sudah terpikat. Sidang arbitrase yang semula dijadwal akhir Januari lalu pun ditunda. Sumber Tempo menyebutkan, semula Cemex bersedia menerima opsi pemerintah dengan memiliki hingga 51 persen saham Semen Gresik. Namun, aksi penolakan karyawan Semen Gresik yang terjadi berulang-ulang menjadi alasan Cemex untuk meminta lebih.

Mereka bersikukuh meminta kepemilikan Gresik tak kurang dari 71 persen. Permintaan itu ditolak pemerintah. Komposisi kepemilikan saham Semen Gresik adalah pemerintah Indonesia (51 persen), Cemex (25,53 persen), dan sisanya dikuasai publik.

Acara penandatanganan nota kesepahaman, yang dijadwalkan berlangsung pada acara BUMN Summit di penghujung Januari lalu, akhirnya batal. Setelah negosiasi membentur tembok, Cemex kembali mengumumkan akan menempuh jalan arbitrase. Jadwal sidang ditetapkan pada akhir Juli nanti.

Tapi, Cemex sepertinya masih berat hati meninggalkan Indonesia. Kesan itu tertangkap dari pernyataan Aburizal yang mengaku telah bertemu dengan para petinggi Cemex. Selain menyatakan berniat menjual ludes kepemilikannya di Semen Gresik, para petinggi Cemex juga menyatakan tak akan meninggalkan Indonesia. "Saya tanyakan apa mereka akan keluar dari Indonesia. Mereka bilang tidak. Jadi, tidak masalah," kata Aburizal.

Sejauh ini tak banyak yang diketahui tentang rencana penjualan saham Cemex. "Inisiatif penjualan datang dari pihak Cemex," ujar sumber Tempo. Tak aneh jika tim perunding resmi Indonesia mengaku tak tahu-menahu tentang rencana penjualan saham Semen Gresik. "Tapi, jika itu benar, tentu merupakan sinyal yang baik," ujar Deputi Menteri Negara BUMN, Roes Aryawijaya.

Yang sudah bisa dipastikan adalah saham itu tak akan ditebus balik oleh pemerintah. "Pemerintah secara aktif mempertemukan Cemex dengan para calon investor," ujar Aburizal. Di masa pemerintahan Megawati, nama perusahaan semen asal Prancis, Lafarge, dan jagoan investasi asal Amerika, Farallon, disebut sebagai kandidat kuat pengganti Cemex. Kini ada dua nama yang disebut meminati Semen Gresik.

Nama yang pertama adalah Putera Sampoerna, yang beberapa waktu lalu menjual lebih dari 30 persen saham HM Sampoerna ke Philip Morris. Sejak mengantongi hasil penjualan sebesar Rp 18 triliun, nama Putera Sampoerna selalu dikait-kaitkan dengan peluang investasi. Untuk membujuk pensiunan juragan rokok itu, pemerintah telah mempertemukan anggota keluarga Sampoerna dengan perwakilan Cemex.

Namun, dalam pertemuan Komisi Perdagangan, Industri, dan BUMN DPR dengan Serikat Pekerja Semen Gresik, pekan lalu, muncul nama lain. "Sampai saat ini yang berminat baru investor asing, belum ada investor lokal," kata Ketua Komisi Perdagangan, Industri, dan BUMN, Khofifah Indar Parawansa.

Yang dimaksud dengan investor asing adalah Boral, produsen bahan baku bangunan dan konstruksi. Di Australia, Boral memasuki industri semen melalui anak perusahaannya, Blue Circle Southern Cement.

Pihak Cemex sendiri menolak menjelaskan alasan penjualan saham itu. "Sekarang ini tak ada yang bisa kami komentari," ujar Direktur Komunikasi Cemex Indonesia, Maria Gil De Antunano. Para pejabat Indonesia menyatakan Cemex bersedia menjual kepemilikan saham di Semen Gresik setelah mendapat lampu hijau untuk mendirikan pabrik semen baru. "Ada investasi baru berarti ada peningkatan kapasitas. Bagus buat perekonomian," ujar Aburizal.

Industri semen nasional mulai bergairah kembali selama lima tahun terakhir. Tren penjualan semen selalu mencatat kenaikan. Dua tahun lalu, konsumsi semen di dalam negeri telah kembali ke situasi sebelum krisis. Hingga kuartal pertama tahun ini, penjualan semen juga mengalami pertumbuhan 8,4 persen. Angka itu memang sedikit di bawah pertumbuhan pada periode sebelumnya yang mencapai 9,7 persen.

Namun, secara keseluruhan prospek industri semen dalam negeri dipercaya sangat cerah. Niat pemerintah menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai lokomotif penarik kegiatan ekonomi adalah pemicu utama. Tak aneh jika para analis percaya, dua tahun lagi Indonesia bakal kekurangan pasokan semen sampai dua juta ton. Tahun berikutnya, defisit bakal berlipat empat. Tentu saja ini membuat Cemex berpikir dua kali untuk hengkang dari Indonesia.

Untuk mengantisipasi defisit itu, pemerintah tak keberatan jika ada dua pabrik semen baru muncul. Satu tetap di bawah Semen Gresik, satunya lagi dikuasai Cemex. "Yang Semen Gresik pasti di Jawa Tengah," ujar Khofifah. Cemex mengincar lokasi di Jawa Barat.

Bagi Indonesia, rencana Cemex melepas saham Semen Gresik dan membangun pabrik baru jauh lebih baik ketimbang legal battle di lembaga arbitrase. "Ini jalan keluar yang melegakan," ujar Khofifah. Pihak pemerintah sendiri belum berani memastikan apakah Cemex akan mencabut gugatannya. Logikanya, kata Roes, kalau Cemex menjual seluruh saham Semen Gresik, berarti kita bebas dari ikatan perjanjian.

Thomas Hadiwinata, A. Tito Sianipar, M. Nafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus