Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menjelang Akhir Sejarah Panjang

Konsolidasi dua perusahaan percetakan ke dalam Perum Lembaga Kantor Berita Antara menuai protes. Ada yang untung, ada yang buntung.

7 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Segala yang bernuansa tempo dulu di kompleks kantor Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Jakarta Pusat, seakan-akan berdampingan dengan modernisasi. Di lobi kantor, mesin pencetak Oeang Republik Indonesia (ORI) pertama pada 1945 dipajang bersama cetakan ORI dan sejumlah koran resmi pemerintah dari zaman penjajahan Belanda. Tak jauh dari sana, ada pengamanan superketat dengan pagar tinggi dan pintu berkode angka. Semua orang yang hendak masuk diperiksa kartu identitas dan kartu aksesnya oleh petugas. Soalnya, sebagian kompleks ini menjadi salah satu tempat memproduksi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Wajah PNRI mungkin akan kembali berubah seiring dengan rencana perampingan badan usaha milik negara, yang digagas Menteri BUMN Dahlan Iskan. PNRI mulanya tak masuk daftar BUMN yang akan dikonsolidasikan. Namun, awal tahun ini, Dahlan mewacanakan rencana menjadikan Perum PNRI dan PT Balai Pustaka (Persero) sebagai anak usaha Perum Lembaga Kantor Berita Nusantara Antara.

Kendati kedua perusahaan percetakan masih memberikan laba kepada negara, Dahlan tak yakin masa depan bisnis percetakan bakal cerah. Selain itu, "Saya tidak ingin Antara ngobyek. Saya ingin Antara melakukan tugas jurnalistik dengan benar," kata mantan Direktur Utama Grup Jawa Pos itu kepada Tempo, Selasa pagi pekan lalu.

Konsolidasi itu, menurut Dahlan, dapat membuat Antara tak bergantung pada penyertaan modal negara atau subsidi untuk menjalankan bisnis. Sejak menjadi BUMN pada 2007, Antara rutin mengajukan proposal penyertaan modal negara. Awal tahun ini, misalnya, Antara mengajukan permohonan permintaan penyertaan modal negara sebesar Rp 300 miliar. Dahlan menolak proposal Antara dan sejumlah BUMN lain. "Saya tak ingin BUMN manja," ujarnya.

Tanpa penyertaan modal negara, Antara sebenarnya telah mendapat subsidi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam bentuk imbal siar setiap tahun. Tahun lalu subsidi imbal siar itu mencapai Rp 89 miliar. Namun angka itu, menurut sejumlah direksi, tidak cukup menopang perusahaan.

"Beban perusahaan besar," kata Direktur Utama Antara Syaiful Hadi merujuk pada 800 karyawan yang bekerja di perusahaan. Menurut dia, kesejahteraan karyawan meningkat setelah perseroan dijadikan perusahaan umum. Karyawan kini memperoleh 16 kali gaji dalam setahun, yang mencakup 12 kali gaji bulanan, tunjangan hari raya satu kali gaji, tunjangan cuti satu kali gaji, dan jasa produksi dua kali gaji.

Di lain pihak, ujar Syaiful, Antara punya tugas menjadi public relations negara dan memberikan dividen kepada pemerintah. Saat ini, kata dia, perusahaan tengah mengembangkan e-media, yang mencakup berita tertulis pemerintah paling kini disertai siaran visual. "Sudah kami pasang di beberapa titik," ucapnya.

Menurut Syaiful, rencana bisnis perusahaan akan tetap dilaksanakan meski proposal penyertaan modal negara ditolak. Namun jumlah dividen yang disetorkan ke pemerintah tidak sebesar rencana semula. Syaiful mengaku kaget ketika Dahlan pertama kali mewacanakan rencana konsolidasi tiga BUMN itu ke media pada Februari lalu. "Kami tahunya belakangan," ujarnya.

Dahlan serius terhadap rencana konsolidasi itu. Sebagai langkah awal, dia berencana menjadikan salah satu Direktur Antara menjadi direktur baru di Perum PNRI. Direktur Komersial Antara Hempi Prajudi membenarkan jika disebut telah diuji kelayakan oleh Kementerian sebulan lalu. "Belum ada kelanjutan," ucapnya.

Rencana Dahlan itu meresahkan karyawan Perum PNRI. Sebagian besar karyawan emoh bila perusahaan yang berdiri pada 1809 itu digabungkan dengan Antara, yang baru menjadi BUMN lima tahun lalu. "Kalau digabungkan, ya sama BUMN yang core business-nya sama dengan kami sebagai induk. PNRI itu punya sejarah 200 tahun," kata salah seorang karyawan yang minta namanya tak ditulis. Ketua Serikat Pekerja PNRI Sutisna mengatakan hak untuk melebur BUMN ada di tangan Kementerian. "Tapi negara lain memiliki percetakan negara yang berdiri sendiri," ujar Sutisna.

Yang jelas, Antara bakal mereguk untung andai kata diberi hadiah PNRI. Laporan keuangan PNRI dari tahun ke tahun dinyatakan sehat. Terlebih setelah PNRI memenangi tender pengadaan e-KTP bersama empat perusahaan lain tahun lalu. Laba perusahaan melonjak hampir 800 persen tahun lalu. Adapun aset perusahaan meningkat lebih dari 400 persen sepanjang 2012 (lihat tabel).

"Sebagian besar keuntungan ditopang oleh proyek e-KTP," kata Direktur Utama PNRI Isnu Edhi Wijaya. Perusahaan juga tengah mengembangkan bisnis ke sektor percetakan elektronik, percetakan sekuriti, dan percetakan dokumen bisnis manajemen di masa mendatang. "Potensinya besar," ujarnya.

Berbeda dengan PNRI, Balai Pustaka lebih terbuka terhadap rencana Dahlan. Menurut Direktur Utama Balai Pustaka Saiful Bahri, rencana untuk konsolidasi telah beberapa kali dibicarakan dengan Antara. Dalam master plan BUMN, perusahaan yang telah berdiri selama 100 tahun ini akan dilikuidasi pada awal 2013.

Menghadapi "ancaman" itu, jajaran direktur berusaha menyelamatkan perusahaan dengan melakukan transformasi sejak 2010. Jumlah karyawan sekitar 350 orang dipangkas hingga tinggal 100 orang lewat penawaran pensiun dini. Menurut Saiful, sebagian besar karyawan kini berusia di bawah 40 tahun. "Kultur perusahaan sudah jauh berubah," katanya.

Tahun lalu Saiful memperkirakan Balai Pustaka memperoleh laba di kisaran yang sama seperti tahun sebelumnya sebesar Rp 5 miliar. "Masih dihitung," ujarnya. Menurut Saiful, pendapatan perusahaan sebenarnya besar. Sepanjang tahun lalu, misalnya, Balai Pustaka memenangi tender percetakan ujian sekolah menengah atas DKI Jakarta, surat suara pemilihan kepala daerah Jakarta, dan surat suara pemilihan kepala daerah Jawa Barat. "Tapi utang masa lalu enggak kalah besar," katanya merujuk pada utang perusahaan sejak delapan tahun silam. Secara buku anggaran, ujar dia, laporan keuangan belum benar-benar sehat. "Kami mengarah ke sana."

Deputi Menteri BUMN Bidang Industri Strategis dan Manufaktur Dwijanti Tjahjaningsih mengatakan rencana konsolidasi tiga BUMN itu ada di tangan Menteri BUMN. Namun, ujar dia, sebelum PNRI dan Balai Pustaka dijadikan anak usaha, beberapa peraturan pemerintah mesti diubah dan dibikin lebih dulu. Sebab, perum tidak boleh membawahkan perum dan persero tidak bisa dijadikan anak usaha. "Perum dan perum yang lain itu sejajar," katanya.

Selain ketiga BUMN itu, Kementerian tengah mengkaji rencana konsolidasi PT LEN Industri dan PT Inti. Keduanya bergerak di sektor bisnis jasa penilai. Rencana awalnya, PT Inti akan dilebur ke dalam PT LEN Industri, yang membukukan laba lebih besar. Namun, menurut Dwijanti, pihaknya menunggu hasil evaluasi rencana itu. Direktur Utama LEN Abraham Mose mengatakan pihaknya menunggu perintah dari pemegang saham. "Proyek-proyek untuk sementara masih berjalan seperti biasa," ucapnya.

Kementerian BUMN sejak tahun lalu berencana memangkas jumlah BUMN. Soalnya, dari 141 BUMN yang ada, dividen yang diperoleh pemerintah hanya didominasi 25 BUMN. Dahlan berencana menyisakan hanya 91 BUMN pada 2014. Akhir Maret lalu, PT Surveyor Indonesia dilebur ke dalam PT Sucofindo. Beberapa BUMN lain tampaknya bakal segera menyusul.

Amandra Mustika Megarani, Ananda Putri


PerusahaanNilai Aset 2011Nilai Aset 2012Laba 2011Laba 2012
Perum LKBN AntaraRp 96,2 miliarBelum dilaporkanRp 1,71 miliarBelum dilaporkan
Perum PNRIRp 154 miliarRp 489 miliarRp 5,12 miliarRp 40,5 miliar
PT Balai PustakaRp 150 miliarBelum dilaporkanRp 5,44 miliarBelum dilaporkan
PT LEN IndustriRp 930 miliarRp 1,45 triliunRp 39,24 miliarRp 60 miliar
PT IntiRp 1 triliunBelum dilaporkanRp 10,23 miliarBelum dilaporkan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus