Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan, sistem pertanian di Indonesia keliru karena berjalan tanpa satu komando. Hingga saat ini, Kementerian Pertaian (Kementan) tak menjadi penentu seluruh produksi dari hulu hingga hilir. Padahal kementeriannya, menurut Amran, bertugas meningkatkan produksi dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun karena sejumlah urusan pertanian dikelola BUMN, ia mengatakan instansinya tak bisa mengintervensi. Ia mencontohkan, Kementan tak bisa mengintervensi Bulog sebagai offtaker produksi dalam negeri. Karena itu, Amran mengusulkan adanya satu komando pertanian dari hulu hingga hilir. "Sehingga ke depan ada pemikiran, ini satu komando. Menteri Pertanian bertanggung jawab. Kalau ada apa-apa, menterinya diganti karena satu komando dari hulu ke hilir," ucap Amran dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 6 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama ini, di bagian hulu, urusan memastikan ketersediaan benih unggul diatur BUMN dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sedangkan urusan pupuk dan padi gogo dikelola BUMN. Belum lagi urusan irigasi yang ditangani Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (Pupera). Lalu, urusan penyuluh dan kadistan ditangani pemerintah daerah. Sedangkan di hilir, urusan penyimpanan atau cadangan pangan dikelola Perum Bulog dan BUMN pangan, serta biodiesel B50 oleh PT Perkebunan Nusantara (Persero).
Masalah petani kekurangan pupuk, menurutnya merupakan salah satu akibat pengelolaan yang tak satu komando. Menurut dia, di ujung pemerintahan Joko Widodo, PT Pupuk Indonesia (Persero) sempat mencatat untung Rp 6 triliun. Namun, ketersediaan pupuk di petani hanya 50 persen. Meski Pupuk Indonesia untung, ia mengatakan petani di seluruh Indonesia berteriak kekurangan pupuk.
Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah menambah pasokan pupuk bersubsidi hingga 100 persen. Hingga saat ini, baru 60 persen di antaranya yang terserap. Ia mengatakan penambahan ini diusulkan oleh Menteri Pertahanan saat itu Prabowo Subianto kepada Jokowi.
Dengan adanya subsidi itu, Amran mengklaim saat ini ketersediaan pupuk justru berlebih. Stok ini tak akan terserap hingga akhir tahun, karena baru akan didistribusikan sempurna pada Juni hingga Juli 2025. "Pupuk sudah tidak masalah lagi," ucap Amran.
Amran menambahkan, kekeliruan pertanian juga terletak dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di sana, pupuk dianggarkan dalam Rupiah atau Dolar. Padahal menurut Amran, tanaman itu dihitung secara kuantum. "Kelihatan sepele tapi ini menyebabkan masalah besar di pertanian. Hanya satu kata, tapi menghancurkan petani Indonesia," ucap Amran.