Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman mengungkapkan rencana jangka panjang program transmigrasi adalah pengembangan ekonomi baru. Ia berharap program ini turut menyejahterakan masyarakat yang tinggal di wilayah yang diberdayakan lahannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menerangkan, sebagai salah satu kekuatan utama, ada 153 kawasan transmigrasi sebagai lahan potensial yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari 153 kawasan transmigrasi itu, kata Iftitah, Kementrans memiliki kurang lebih sekitar 3,1 juta hektare hak pengelolaan lahan (HPL).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Nah itulah yang nanti ingin kami berdayakan, tidak hanya dimanfaatkan untuk para transmigran, tetapi juga untuk pertumbuhan ekonomi, jadi pengembangan ekonomi baru,” ujarnya dalam konferensi pers usai bertemu dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani di Jakarta pada Senin, 18 November 2024.
Selain ketersediaan lahan, di dalam paparannya Iftitah menjelaskan keunggulan program transmigrasi terletak pada jumlah tenaga kerja. Akan tetapi, sebagian dari mereka masih berstatus unskilled atau uneducated.
Selain itu, beberapa aspek lain seperti pemasaran dan ketersediaan modal juga masih memerlukan dukungan dari pemangku kebijakan dan kementerian terkait. “Jadi potensinya ada, tapi modalnya tidak ada."
Oleh karena itu, ia membuka peluang bagi para investor untuk menanamkan modalnya di wilayah-wilayah transmigrasi. Namun, investor yang akan berinvestasi di kawasan transmigrasi perlu berkomitmen untuk meningkatkan skill dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) transmigran dan warga setempat
“Sehingga tentu saja para investor ingin para pekerjanya itu terlatih dengan baik (well trained), sangat memiliki keterampilan, kemudian juga cakap, dan yang paling penting adalah produktif. Tentu akan ada komitmen itu," ujar Iftitah.
Kementrans juga turut ingin tercipta transfer teknologi dan pengetahuan dari para iinvestor yang akan berinvestasi di kawasan transmigrasi kepada transmigran dan masyarakat setempat. Sebagai contoh, ia menyebut pengetahuan akan pemeliharaan mendasar pada alat-alat penunjang seperti traktor.
"Sehingga tidak hanya menggunakan traktor kemudian ketika rusak dibuang begitu saja. Hal-hal seperti itu, melakukan edukasi kepada para pekerjanya juga menjadi semacam komitmen kami dari Kementerian Transmigrasi dan insya Allah nanti juga dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi," kata dia.
Dengan demikian, SDM transmigran dan masyarakat setempat di kawasan transmigrasi akan meningkat dan menjadi semakin andal, kompeten, dan mampu beradaptasi.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa konteks transmigrasi yang dicanangkan lebih luas dari aspek pengembangan ekonomi di sektor pangan dan pertanian saja, melainkan juga direncanakan akan merambah ke sektor peternakan dan perikanan. “Bahkan, kami juga bisa mensupport, untuk misalkan industri pariwisata,” kata dia.
Hal itu sebagai upaya Kementerian Transmigrasi dalam memberikan kontribusi dengan mendatangkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui aliran dana investor di wilayah-wilayah transmigrasi. Dengan keterbatasan anggaran, pihaknya berusaha menilai potensi wilayah sebagai nilai tambah yang dapat menarik calon pemilik modal.
Akan tetapi, pihaknya masih ingin memastikan penataan aspek legalitas, administrasi, dan aspek–aspek lain dalam menunjang kolaborasi bersama Kementerian Investasi dan Hilirisasi.