RAPAT umum peme~gang saham (RUPS) ~luar biasa Bank Duta sudah tinggal menunggu hari. Kalau sesuai dengan rencana, RUPS itu akan diselenggarakan Kamis, 4 Oktober 1990, bertempat di Gedung Krida Bhakti, di sudut Jalan Veteran III, Jakarta. Gedung bercat putih dengan banyak pilar itu terletak berseberangan dengan Bina Graha, tempat ~~~~~Kabinet Pembangunan V secara rutin bersidang. Strategis memang. Sabtu pekan silam, enam orang pegawai Bank Duta tampak sibuk di podium ruang auditorium utama Gedung Krida. Mereka membahas persiapan RUPS, tapi enggan "membocorkan" mata acara apa saja yang penting pada hari itu. Keterangan di papan tulis menunjukkan bahwa 1.000 orang akan diundang ke sana. Apakah Dicky Iskandar Di Nata juga diminta datang, itulah yang sangat tidak jelas. Zahid Husein, ketua Yayasan Dakab dan salah seorang komisaris Bank Duta, mengatakan bahwa dalam RUPS yang akan dipimpin oleh bekas komisaris utama, Bustanil Arifin, akan ada acara tanya jawab. Sumber TEMPO di Bank Duta mengatakan, para bekas direksi pasti akan diundang, tapi belum jelas apakah mereka akan hadir atau tidak. Lalu bagaimana para investor, yang April lalu beramai-ramai membeli saham Bank Duta? Mereka boleh masuk dan berbicara dalam RUPS atau tidak? AD/ART Bank Duta menyebutkan, setiap saham memberi satu hak suara bagi pemiliknya. Tapi, "Sampai saat ini saya belum mendapat pemberitahuan apa-apa tentang RUPS," kata seorang investor, pemilik satu lot (100 lembar) saham Bank Duta. Biasanya pemberitahuan itu diumumkan -- lewat iklan -- paling sedikit dua minggu sebelum RUPS. Dari Menteri Sekretaris Negara Moerdiono, TEMPO kemudian mendapat kepastian bahwa RUPS luar biasa memang akan dilaksanakan 4 Oktober, Kamis pekan ini. Zahid Husein memperkuat keterangan itu. "Sudah saya cek, RUPS pasti tanggal empat," katanya. Perkara pemberitahuan melalui iklan, "Seingat saya, itu sudah dilakukan. Tapi saya lupa kapan, dan di harian mana itu dimuat," tutur Zahid. Setelah ditelusuri, pemberitahuan tentang RUPS ternyata memang sudah dimuat di surat kabar, 7 September lalu. Undangan untuk menghadiri RUPS itu -- lewat iklan ~-- lewat iklan -- dimuat dalam harian Suara Karya. Tapi bila masih ada yang bingung, hal itu bisa dimaklumi juga. Soalnya, sehari setelah iklan RUPS itu dimuat, Bank Duta kembali memasang iklan yang menyatakan bahwa RUPS 4 Oktober dibatalkan, dan baru akan diselenggarakan 24 Oktober 1990. Iklan yang satu ini ibarat teka-teki, membin~gun~kan. Lalu, mengapa kuasa direksi baru Bank Duta tidak meng-clear-kan duduk perkaranya? Entahlah. Kalau melihat AD/ART? RUPS itu memang harus diselenggarakan 4 Oktober. Sebab, pasal 13 AD/ART Bank Duta menyebutkan bahwa sebulan setelah direksi dibebastugaskan, Dewan Komisaris diwajibkan mengadakan RUPS. Kalau tidak, maka keputusan bebas tugas itu menjadi batal demi hukum. Hal lain yang menarik dari pasal 13 ialah adanya kesempatan bagi direksi yang lama untuk membela diri dalam RUPS. Dicky Iskandar Di Nata -- selaku tersangka yang kini mendekam di kamar tahanan Kejaksaan Agung -- maupun empat direksi lainnya (termasuk Abdulgani selaku direktur utama Bank Duta yang lama) berhak pula hadir dalam acara RUPS tersebut. Hanya sampai awal pekan ini, belum bisa dipastikan apakah Dicky, bekas wakil dirut Bank Duta yang dituduh sebagai pangkal malapetaka, akan dihadirkan dalam RUPS atau tidak. "Kita lihat saja nanti," kata Zahid Husein. Katanya, direksi lama hanya akan dipersiapkan untuk mendukung kelancaran rapat. Dan sesuai dengan AD/ ART, "acara ini juga akan membahas pertanggungjawaban direksi yang lama," kata sebuah sumber di Bank Duta. Tapi itu tidak berarti mereka harus hadir langsung dalam RUPS. "Teknisnya, masih sedang dirumuskan," sumber tadi mengungkapkan. Yang juga penting ialah bahwa RUPS 4 Oktober ini akan mengesahkan kuasa direksi yang baru. Lalu peme~gan~g saham kembali akan mengadakan rapat -- direncakan 24 Oktober -- yang akan mengesahkan kuasa direksi sebagai direksi penuh. Dan yang tak kalah pentingnya, rapat lanjutan itu juga akan mengangkat komisaris utama yang menggantikan bekas komisaris utama, Bustanil Arifin. Ketika dimintai keterangannya mengenai RUPS, Menteri Koperasi yang adalah kepala Bulog ini hanya menjawab "no comment". Tapi bukan berarti Bustanil sudah tak peduli. Dalam acara Pertemuan Pengusaha Muda Muhammadiyah Tingkat Nasional, akhir pekan lalu, ia ada mengatakan bahwa dirinyalah yang paling bertanggung jawab atas terjadinya musibah Bank Duta. Bagi Dicky Iskandar Di Nata, perkara tanggung jawab ternyata bukan pula hal yang terlalu asing. "Secara perbankan, saya bisa mempertanggungjawabkan semuanya," kata Dicky kepada Minang Warman, satu dari tiga pengacara yang mendampingi Dicky. Pernyataan ini diutarakan Minang pada wartawan TEMPO Karni Ilyas, di saat membicarakan kerugian Bank Duta yang jumlahnya sekitar US$ 297 juta. Minang Warman sendiri melihat kasus Bank Duta seperti kalau ia menatap lukisan Affandi. "Entah gambar harimau, entah kambing. Tidak jelas," ujar Minang. Pengacara ini bicara apa adanya. Tim Kejaksaan Agung yang bertugas menyidik kekayaan Dicky juga bingung. Mereka sulit memastikan yang mana harta Dicky dan mana yang bukan. Tak heran bila ada badan usaha yang berbau Dicky Iskandar Di Nata langsung diasumsikan sebagai perusahaan miliknya. Siddik Group, misalnya, yang bergerak di berbagai bidang usaha, telah dikelirukan sebagai milik Dicky, hanya karena mereka juga bernama Siddik (nama Dicky sebenarnya adalah Ahmad Sidik Mauladi). Padahal, "Perusahaan kami tak ada sangkut paut apa pun dengan Dicky. Dalam hubungan keluarga maupun bisnis," kata Abdulah Fawzy Siddik, salah seorang direktur Siddik Group. Mungkin sesudah RUPS, hal-hal yang tidak jelas seperti itu bisa menjadi terang. Budi Kusumah, Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini