Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu Sanksi Otoritas Bursa

Sebuah konsorsium broker diduga telah mengacaukan transaksi saham HM Sampoerna di pasar segera, akhir September lalu. Otoritas bursa tengah memeriksa mereka dengan intensif. Akan menguap seperti kasus BCA?

14 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGGORENG saham adalah soal biasa, tapi dijatuhi sanksi gara-gara menggoreng saham, nah, itu luar biasa. Kebetulan sekali yang digoreng pada Senin, 24 September silam, adalah saham HM Sampoerna—di bursa dikenal dengan inisial HMSP—yang tergolong blue chip. Peristiwa itu dianggap berbau skandal karena ada kejanggalan serius pada harga HMSP. Saham yang harga pasarnya Rp 17 ribu pada hari Senin itu di pasar segera ditawarkan Rp 3.600 per lembar. Seperti diketahui, kejatuhan atau kenaikan harga seperti itu bisa dijadikan alasan oleh pihak Bursa Efek Jakarta (BEJ) untuk menghentikan perdagangan saham. Dan memang, keputusan suspensi dijatuhkan pada sesi kedua, setelah jual-beli terjadi dengan seru pada sesi pertama. Sampai kini, kisruh perdagangan saham HMSP belum terkuak karena belum ada titik terang. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) masih terus mendalami kasus ini. Sejumlah broker diperiksa. Demikian juga para direksi BEJ. Broker yang terbukti terlibat—Senin itu ada 86 pialang yang ikut transaksi HMSP—akan dicabut izinnya, sementara para direksi BEJ terancam dicopot dari jabatannya. Sumber TEMPO di BEJ menyebutkan, saat ini, otoritas bursa tengah intensif memeriksa tiga perusahaan sekuritas, yakni PT Madani Sekuritas, PT Semesta Indovest, dan PT Makefin. Ketiganya diperiksa khususnya mengenai keterlibatan mereka dalam aksi goreng-menggoreng HMSP. Dari sekitar 86 broker, otoritas bursa membagi mereka dalam empat kategori: broker yang sengaja bertransaksi, broker teledor, broker pemicu, dan broker pengikut transaksi. Belum jelas broker mana saja yang masuk dalam empat kategori itu. Namun, berdasarkan tabel penjualan saham Sampoerna di BEJ, Madani adalah broker pertama yang menawarkan saham dengan harga Rp 3.600 per lembar. Adapun kekisruhan itu terpicu oleh rencana pemecahan nilai saham HMSP dari nominal Rp 500 per lembar menjadi Rp 100. Otoritas bursa menjadwalkan transaksi di pasar segera bahwa akhir penjualan saham nominal lama adalah tanggal 26 September dan permulaan perdagangan nominal baru tanggal 27 September. Informasi ini sudah disebarkan ke anggota bursa. Namun, pada perdagangan Senin, 24 September lalu, ada broker yang menawarkan saham Sampoerna seharga Rp 3.600 per lembar. Tawaran itu menarik karena, di penutupan perdagangan hari Jumat, saham blue chip itu ditutup pada harga Rp 17.500 per lembar. Berangkat dari harga Rp 3.600 per lembar, harga saham Sampoerna terus naik dan ditutup pada Rp 13.500 per lembar. Kenaikan harga terjadi sangat cepat, tapi otoritas bursa terlambat mengendusnya. Pada pembukaan perdagangan sesi kedua, saham Sampoerna diperdagangkan dengan harga pembukaan Rp 13.600 per lembar. Se-telah 10 menit dan harga menjadi Rp 14.600, barulah BEJ sadar bahwa ada yang tidak beres dengan saham HMSP di pasar segera. Dengan alasan terjadi kesalahan persepsi pelaku pasar terhadap pelaksanaan perdagangan, pada pukul 11.55 BEJ mengumumkan pembatalan semua transaksi saham Sampoerna di pasar segera. Melihat kronologi transaksi, Heryanto Tanuwijaya, pengacara Aries Yuwono—investor beli yang memborong satu juta lembar saham Sampoerna—mencurigai adanya sebuah konsorsium broker nakal yang bermaksud mengambil keuntungan. Konsorsium ini memancing dengan tawaran harga yang rendah agar ada investor yang tergoda. "Kalau ada yang terpancing, mereka yang memborong," kata pengacara dari kantor pengacara Faisal & Panggabean ini. Dugaan itu dibenarkan oleh Direktur Utama BEJ Mas Achmad Daniri. Menurut Daniri, mustahil broker tidak tahu jadwal resmi perdagangan saham hasil pemecahan (stock split). "Aksi jual mereka lakukan untuk menjebak agar terjadi aksi susulan dan mereka bisa menyikat habis," katanya. Ternyata, aksi banting harga itu justru membuat mereka buntung. Tidak ada yang terpancing, sementara kerugian mereka kian membesar. "Itu sebabnya mereka meminta kepada otoritas bursa agar transaksi dibatalkan," Heryanto menjelaskan. Pengacara ini memperkirakan, para broker itu tidak memiliki saham Sampoerna. Karena harganya sangat tinggi, saham Sampoerna hanya dimiliki segelintir pialang besar, seperti Merrill Lynch, Lehman Brothers, dan beberapa sekuritas asing lainnya. Klien Heryanto sendiri, Aries Yuwono, tetap menuntut agar 18 perusahaan pialang—beberapa di antaranya pialang papan atas seperti Trimegah Securities, Bahana Securities, dan Panin Sekuritas—menyerahkan 2.000 lot (satu juta lembar) saham yang dibelinya. Ia tidak bisa menerima kebijakan BEJ yang membatalkan transaksi saham HMSP. Keputusan itu menyebabkan ia kehilangan potential gain sekitar Rp 10 miliar. Banyak investor lain yang bernasib seperti Aries. Volume perdagangan HMSP hari itu mencapai 16,3 juta lembar, dengan rincian 6,2 juta lembar diperjualbelikan di pasar segera dan 10,1 juta di pasar reguler. Kerugian potential gain diperkirakan Rp 38,99 miliar. Kini mereka menunggu langkah tegas Bapepam. Masalahnya, apakah Bapepam mampu bertindak tegas? Hartono, I G.G. Maha Adi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus