Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mereka Buru-buru Hengkang

Manulife Indonesia dikabarkan akan segera mengambil alih bisnis asuransi ING Aetna Life. Mengapa banyak perusahaan asuransi asing mundur dari Indonesia?

14 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menelusuri berbagai iklan baris sudah menjadi aktivitas rutin pagi hari buat Ira (bukan nama sebenarnya). Wanita yang berkarier di ING Aetna Life itu juga rajin menanyakan lowongan kerja pada rekan-rekannya.

Sekadar memperjelas, Ira sebenarnya tidak memburu rupiah lebih banyak atau karier yang lebih menantang. Ia hanya sedang berupaya menemukan sekoci baru. Selama beberapa bulan terakhir, Ira dan beberapa staf ING Aetna memang mendengar rencana penutupan ING Aetna di Indonesia.

Berita burung seputar ING Aetna juga dibenarkan oleh sumber TEMPO yang lain. Sumber ini malah berani memastikan bahwa bisnis asuransi ING Aetna segera beralih ke PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. "Negosiasi sudah hampir selesai. Mungkin akan done akhir bulan nanti," katanya lagi.

Tapi kabar itu dibantah keras oleh ING Aetna. Melalui surat elektronik, Bram Boon, Presiden Direktur PT ING Aetna Life, menyatakan bahwa perusahaannya tidak berencana untuk merger. Bantahan juga datang dari pihak Manulife. "Saya belum mendengar isu itu," ucap Adi Pramono, Wakil Presiden Direktur Manulife. Namun, diakui juga oleh Adi bahwa Manulife menerapkan strategi akuisisi sebagai bagian dari pengembangan usaha. "Kondisi kita memungkinkan untuk itu," ujarnya.

Dari posisi keuangan dan penguasaan pasar, Manulife memang berpeluang mengakuisisi ING Aetna. Perusahaan asuransi yang berpusat di Kanada itu pada pertengahan tahun ini memiliki nilai aset Rp 6,8 triliun dengan rasio risk based capital (RBC)—merupakan indikator utama kesehatan perusahaan asuransi—sebesar 159,60 persen. Posisi Manulife di pasar asuransi jiwa juga kukuh. Dengan jumlah nasabah 450 ribu, Manulife merupakan satu dari empat perusahaan asuransi jiwa terbesar di Indonesia, bersama AJB Bumiputera 1912, AIG Lippo, dan Asuransi Jiwasraya. Sedangkan ING Aetna, yang disebut-sebut akan diakuisisi, memiliki aset senilai Rp 137 miliar dengan rasio RBC sebesar 158,14 persen akhir tahun lalu.

Kondisi keuangan yang sehat, ditambah sejarah panjang dalam mengakuisisi, telah menyebabkan Manulife sering disebut-sebut sebagai jago yang tiap kali siap mengambil alih perusahaan asuransi yang akan tutup. "Itu logis saja," kilah Adi.

Selama enam tahun terakhir, ada dua perusahaan patungan dan satu perusahaan lokal yang diambil alih Manulife. Pada 1997, Manulife mengambil alih AMP Panin, perusahaan asuransi jiwa patungan antara Australian Mutual Provident dan Panin Life. Selang setahun, giliran Ongko Life yang dilebur ke Manulife. Principal adalah perusahaan terakhir yang diakuisisi Manulife di tahun 2001.

Jika jadi mundur, ING Aetna akan menjadi perusahaan asuransi jiwa asing kelima yang hengkang dari Indonesia. Sebelumnya sudah ada AMP, Principal, Allstate, dan New York Life.

Bagi AMP, Principal, Allstate, New York Life, dan ING Aetna, uang tampaknya bukan penyebab utama hengkang dari Indonesia. Apalagi kelima nama itu berkilauan di negerinya, bahkan di cakrawala asuransi internasional. Di Australia, AMP adalah pemain asuransi nomor satu. Sedangkan Principal merupakan jagoan dalam menjual program dana pensiun di Negeri Abang Sam. Allstate dan New York Life juga tergolong pemain kakap di AS.

Lalu, mengapa hengkang? Secara umum, Hotbonar Sinaga, Ketua Dewan Asuransi Indonesia, menyatakan bahwa penyebabnya terletak pada kesalahan strategi atau tidak matangnya persiapan saat perusahaan itu masuk ke Indonesia. Pemicu khusus tentu juga ada, seperti ketidakcocokan dengan mitra lokal, yang dialami New York Life. "Jadi, kendati hasil yang mereka petik di sini bagus, toh mereka memilih keluar," Bonar melanjutkan.

Ada juga perusahaan asing yang tutup buku di Indonesia karena kantor pusat mereka ingin berkonsentrasi di negara lain. Motif inilah yang memicu Principal segera hengkang. "Mereka memilih tempat lain karena di sini dinilai kurang menarik," Bonar menambahkan.

Pihak ING Aetna Life sejauh ini masih belum mau membuka diri. Pertanyaan yang diajukan TEMPO sampai Jumat pekan lalu tidak dijawab. Namun, melihat data keuangan dari ING Group, induk ING Aetna Life, keinginan keluar dari Indonesia tampaknya tidak terkait dengan masalah uang. Nilai aset ING Group pada akhir kuartal pertama tahun 2003 sebesar 732,9 miliar euro atau hampir setara dengan Rp 7.000 triliun.

Dengan modal begitu besar, bisa jadi ING merasa sesak dengan pasar asuransi di sini yang sungguh belum matang. Itu bisa terlihat dari rasio pendapatan premi terhadap nilai produk domestik bruto, yang hanya 0,01 persen pada akhir tahun 2001. (Data terbaru tidak tersedia di DAI.)

Celakanya, tahun ini iklim bisnis bagi perusahaan asuransi jiwa justru kian buruk. Bonar memprediksi, pertumbuhan pendapatan premi asuransi jiwa akan menyusut 5 hingga 10 persen dibandingkan dengan angka rata-rata selama tiga tahun terakhir. "Wajarlah, tingkat pendapatan masyarakat kan belum terlalu membaik," katanya sedikit prihatin.

THW, Nugroho Dewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus