Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak resmi dibuka Rabu pekan lalu, Indonesia dan negara berkembang lainnya terus berkonsolidasi dalam Konferensi Badan Perdagangan Dunia (WTO) Tingkat Menteri V, di Cancun, Meksiko.
Mereka saling melobi dan merapatkan barisan untuk menghadapi sang Goliath, Amerika Serikat dan Eropa, yang bernafsu meliberalisasi perdagangan di sektor pertanian.
Ibarat David, Indonesia serta sekitar 31 negara lain memang harus berjuang ekstrakeras untuk memperoleh perlakuan khusus bagi produk-produk strategis. Pasalnya, tanpa perlakuan khusus, para petani lokal tak mampu bertahan karena dilibas produk impor yang disubsidi. Negara-negara itu juga akan mendesak negara maju agar menurunkan subsidi yang telah lama menggerus para petani.
Dalam pidato pembukaannya, Sekjen PBB Kofi Annan mengingatkan, wajah ekonomi global dipenuhi oleh praktek perdagangan yang tak adil. Yang terjadi dewasa ini adalah suatu ironi dari suatu retorika mengenai perdagangan bebas. ”Alih-alih menciptakan pasar yang terbuka, justru saat ini terdapat begitu banyak hambatan yang memperlambat, mencekik, dan menimbulkan kelaparan,” tuturnya, seperti dikutip Reuters.
Divestasi Lippo Diulur
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) akhirnya memperpanjang masa penawaran penjualan 52,05 persen saham PT Bank Lippo Tbk. Alasannya, para investor butuh waktu lebih lama untuk mengkaji dan menyiapkan dokumen yang diperlukan guna penawaran awal.
Dengan begitu, jadwal divestasi Bank Lippo juga digeser. Batas penerimaan penawaran awal, yang semula adalah pekan kedua September, diundur menjadi minggu keempat bulan ini. Uji tuntas oleh para calon investor akan dimulai akhir September hingga pekan ketiga Oktober 2003.
Jika semua proses berjalan lancar, diharapkan pada minggu kedua November penentuan pemenang dapat diumumkan dan perjanjian jual-beli juga dapat diteken sekaligus.
Antonius Napitupulu, Wakil Presiden Direktur Bank Lippo, mengatakan bahwa Bank Lippo bakal melepas aset yang diambil alih (AYDA). Untuk itu, manajemen bank ini akan mengadakan rapat umum pemegang saham dan meminta persetujuan BPPN sebagai pemegang saham.
Empat yang Dilebur
Pemerintah berencana menggabung empat badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang farmasi, yakni PT Kimia Farma Tbk., PT Indofarma Tbk., PT Phapros, dan PT Bio Farma. Penggabungan diperkirakan akan terealisasi tahun 2005.
Pada tahap awal, keempat BUMN itu akan melakukan sinergi usaha terlebih dahulu. Saham perusahaan induk hasil merger keempat perusahaan farmasi tersebut kemudian akan dijual pemerintah lewat penawaran saham perdana kepada masyarakat (IPO).
Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Logistik dan Pariwisata, Ferdinand Nainggolan, menjelaskan merger itu dilakukan untuk memperkuat daya saing dan penguasaan pasar industri obat-obatan, baik di pasar domestik maupun di luar negeri.
Sinergi keempat BUMN itu terlihat ketika Juli lalu mereka meneken kesepakatan kerja sama yang meliputi pengadaan bahan baku, produksi, pemasaran dan promosi, riset dan pengembangan, serta teknologi informasi.
Gelembung Harga di Cepu
Realisasi investasi ExxonMobil di Cepu diragukan. Pasalnya, audit sementara Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan bersama Pertamina menunjukkan investasi yang bisa dipertanggungjawabkan hanya sekitar 25 persen. Padahal nilainya mencapai US$ 459 juta atau sekitar Rp 4,1 triliun.
Audit itu meliputi seluruh pengeluaran ExxonMobil selama berada di ladang gas Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur, hingga 2002.
ExxonMobil ingin pengeluarannya diperhitungkan kembali dalam negosiasi perpanjangan kontrak—dari 2010 menjadi hingga 2030—dengan Pertamina. Tapi, menurut Direktur Utama Pertamina Baihaki Hakim, biaya-biaya itu pun banyak diragukan dan tidak bisa diterima.
Mengenai soal ini, juru bicara ExxonMobil, Deva Rachman, menegaskan bahwa sebagian pengeluaran telah dikaji melalui proses audit normal, sesuai dengan kontrak kerja sama bidang migas. Biaya lainnya akan dikaji dengan cara sama. Jadi, semua dana investasi dapat dipertanggungjawabkan. ”Kami berharap bahwa tambahan biaya yang diajukan untuk mendapatkan cost recovery akan dikaji melalui proses yang biasa,” kata dia
Babak Baru Semen Padang
Setelah terkatung-katung sekitar lima bulan, akhirnya direksi dan komisaris Semen Padang yang baru berhasil masuk kantornya Senin pekan lalu.
Mereka masuk kantor di Indarung, Padang, dengan dikawal ratusan polisi. Proses ini berjalan mulus karena tak ada penolakan dari karyawan. Padahal sebelumnya karyawan sempat mengancam akan menghadang direksi baru. Direktur Utama Semen Padang, Dwi Sutjipto, pun mengucap syukur. Ia lalu bertekad menyelesaikan laporan keuangan dan menuntaskan audit keuangan. ”Jika terbukti ada kecurangan dalam penggunaan keuangan oleh direksi lama, akan ditempuh langkah hukum,” kata dia.
Kemelut di tubuh Semen Padang telah dimulai sejak dua tahun lalu begitu gagasan pemisahan dari perusahaan induk, PT Semen Gresik, bergulir. Konflik kian panas setelah manajemen baru diangkat pada 12 Mei silam.
Para pejabat baru itu tak bisa masuk kantor karena ditolak manajemen lama serta sekelompok karyawan, dan terpaksa berkantor di hotel. Akhirnya, mereka bisa masuk setelah Pengadilan Negeri Padang memutuskan direksi yang lama harus hengkang dari kantor Semen Padang.
Lesu karena Tenor
Lelang obligasi negara seri FR0023, Selasa pekan lalu, berlangsung kurang gairah. Permintaan investor atas surat utang berjangka waktu sembilan tahun ternyata tak berlebih seperti dua kali lelang sebelumnya. Nilai penawaran hanya mencapai Rp 4,7 triliun, sedangkan rencana penerbitan obligasi seri ini dipatok hingga Rp 5 triliun.
Minat pasar yang rendah ini diduga karena tenor yang ditawarkan pemerintah, yaitu sembilan tahun, dianggap terlalu panjang sehingga pasar pun tak tertarik. Menurut Kepala Pusat Manajemen dan Obligasi Negara (PMON) Fuad Rahmany, kondisi ini sudah diprediksi sebelumnya. ”Ada kejenuhan pasar obligasi di tenor-tenor tertentu,” katanya.
Tapi, ia membantah target lelang tak tercapai, karena hasil lelang hanya mencerminkan kondisi pasar saat itu saja. Meski begitu, pasar yang terkesan ”kurang darah” itu tak akan dibiarkan berlangsung lama. Pemerintah akan mengkaji penyebabnya. Namun, belum dipastikan apakah obligasi yang akan diterbitkan akan diperpendek dari jangka waktu sembilan tahun dalam jumlah yang lebih banyak.
KPC Masih Menggantung
Kontroversi penjualan saham PTKaltim Prima Coal (KPC) terus berlanjut. Rapat terbatas menteri bidang perekonomian Jumat pekan lalu memutuskan membawa permasalahan proses divestasi KPC ke sidang kabinet.
Keputusan ini diambil setelah mendengarkan pemaparan hasil kerja tim penyelesaian divestasi 51 persen saham perusahaan pertambangan batu bara itu. ”Tinggal para menteri bicara kepada presiden,” kata Roes Aryawijaya, Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Pertambangan, setelah rapat terbatas.
Rapat terbatas digelar setelah tim divestasi 51 persen saham KPC menyimpulkan KPC telah melakukan dua pelanggaran berat. Pertama, soal kontrak perjanjian penjualan ke depan senilai US$ 73 juta (Rp 630 miliar) yang kemudian dibagikan sebagai dividen untuk BP dan Rio Tinto (pemilik KPC) pada Juli 2003. Pelanggaran yang kedua, KPC belum menyelesaikan divestasi 51 persen saham sesuai dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Presiden Direktur KPC, Noke Kiroyan, beberapa waktu yang lalu telah membantah tudingan ini. Menurut dia, KPC tidak pernah melakukan perjanjian penjualan ke depan. Yang dilakukan adalah fuel supply agreement (perjanjian pengadaan bahan bakar) dengan perusahaan energi Amerika Serikat. ”Itu perjanjian bisnis biasa, dan tidak ada yang dilanggar.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo