PENINGKATAN hubungan bisnis RI-RRC kini makin dipacu dan tampaknya menjanjikan banyak keuntungan. Pekan silam -- 29 Januari sampai 3 Februari -- telah datang delegasi CITIC (China International Trust and Investment Corporation) ke Jakarta. Mereka, misalnya, bertemu dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Paian Nainggolan (didampingi Kasubdit Kerja Sama Antar-Negara Bob Haulusi) dan Dirjen Aneka Industri Ir. Susanto Sahardjo. Delegasi 12 orang tersebut diantar oleh Kadin Indonesia Komite Cina (KIKC). Adapun hubungan dagang kedua negara ditingkatkan oleh pihak RRC melalui penawaran mesin-mesin, chemical fibre untuk tekstil, dan traktor merek Xing Tai. Sebaliknya, RRC hendak mem- beli komoditi Indonesia berupa plywood dan roduk kayu lainnya. "Kami juga menawarkan karet. Tapi, untuk pembelian karet, prosedurnya harus melalui persetujuan pemerintah mereka," tutur Bob Haulusi. Di luar itu, menurut pihak Kadin, mereka juga berminat membeli CPO (minyak sawit) dan pupuk. Bahkan, menjajaki kemungkinan kerja sama pembuatan sutera. CITIC pada dasarnya merupakan kuasi merchant bank, yang investasinya di Hong Kong melebar ke mana-mana. Menurut buku PRC Business Firms in Hong Kong & Macau yang diterbitkan oleh The American Chamber of Commerce, CITIC antara lain menguasai 95% saham Ka Wah Bank dan menjadi anggota konsorsium pembangunan terowongan bawah laut Hong Kong yang nilainya US$ 564 juta. Pada 1988, sahamnya di maskapai penerbangan Cathay Pacific tercatat 12,5%. Tapi, menurut Ketua KKC Boedihardjo Sastrohadiwirjo, sekarang saham CITIC di Cathay Pacific sudah 30%. Melihat potensi CITIC tersebut, tidak mengherankan jika para pengusaha yang bergerak di bidang pupuk dan CPO bersemangat menjumpai mereka. Sudah adakah kontrak yang ditandatangani? Ini yang tidak segera bisa diketahui. Pertemuan-pertemuan di luar forum resmi mungkin membawa hasil. "Kadin hanya mempertemukan mereka dengan kalangan pengusaha yang berkaitan. Kami tidak mewajibkan mereka langsung membuat kontrak," kata Boedihardjo kepada Bambang Sujatmoko dari TEMPO. Tahap penjajakan memang bisa panjang. Yang penting, semua usaha itu akhirnya menambah volume perdagangan RI-RRC, yang pada 1990 sudah lebih dari US$ 1 milyar -- konon meningkat sekitar 24% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut Boedihardjo, ekspor kita lebih besar, yakni sekitar US$ 650 juta. Dilihat dari frekuensi kunjungan pengusaha kedua negara, peningkatan volume perdagangan bukan mustahil terjadi. Tahun lalu, pengusaha RRC yang ke Indonesia ada 5.790 orang (dari 1.368 perusahaan). Sebaliknya, dari Indonesia ke RRC, tercatat 1.063 orang, mewakili 574 perusahaan. Sedangkan sepanjang Januari lalu, pengusaha RRC yang ke sini sudah mencapai 805 orang. Biasa kan, di mana ada uang dan peluang, ke situlah pedagang datang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini