Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mereka rindu tengkulak

Kud kabupaten karawang, menolak gabah hasil panen raya para petani karawang, karena banyak mengandung butir hijau. para petani merindukan para tengkulak, karena gabah itu mau dibelinya. (eb)

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETANI Kabupaten Karawang panen raya. Tahun lalu setiap bahu (sekitar 7.500 m2) hanya menghasilkan 2 ton gabah. Kini meningkat dengan rata-rata di atas 4 ton, suatu prestasi yang membuat mereka gembira. Tapi kegembiraan petani hanya sebentar. KUD (Koperasi Unit Desa) ternyata tidak mau menerima gabah hasil panen mereka--kendati sudah dijemur dan dikebut secara baik. "Kepada tiga KUD, gabah ini saya kirimkan, dan semuanya menolak," ujar Adang Rosid, 54 tahun, petani Kampung Balonggandu, Kecamatan Jatisari. KUD terpaksa menolak gabah karena Dolog Jawa Barat tidak mau menerima gabah yang mengandung banyak butir hijau. KUD Balonggandu, misalnya, sudah sejak 1 Maret tidak lagi menerima gabah dari petani. "Kalau beli terus masalahnya jadi lebih berat. Gabah itu jika disimpan di gudang bisa susut, mungkin bisa busuk," kata Nanda Suwanda, 2 7 tahun, Sekretaris KUD Model Balonggandu. Iim Ibrahim Wiradisastra, Wakil Kepala Dolog Jabar, bisa memahami jika pada panen raya sekarang, gabah petani Karawang banyak mengandung butir hijau. Hal itu jelas "bukan kesalahan petani. Namun karena pembawaan varitas, dan iklim yang menyebabkan banyak trun hujan," katanya. Menurut sarjana lulusan IPB itu, Varitas Unggul Tahan Wereng (VUTW) IR 36 yang ditanam petani Karawang -pada areal 108 ribu ha--kendati memiliki (laya anakan tinggi, masaknya tidak merata. Butir padi di sebelah atas yang banyak tertimpa sinar matahari, mungkin lebih cepat masak, sementara yang di bawah karenaterlindung lebih lambat. Karena butir IR 36 yang masak malah rontok, demikian Ibrahim, petani tentu tidak bisa menunggu lebih lama padi itu masak semua. Tapi, menurut dia, kualitas padi pada panen sekarang lebih bagus ketimbang tahun lalu. "Ketika itu di samping ada butir hijau, juga ada butir kuning yang mencapai 20%. Sementara Bulog hanya memperbolehkan butir kuning (maksimum) 3% saja," katanya. "Namun butir-butir kuning relatif lebih mudah diatasi." Rindu Menurut Ibrahim, butir hijau akan mengandung banyak kapur yang mudah menyerap air jika gabah sudah digiling. "Beras akan lembek dan mudah busuk. Padahal beras yang dibeli Dolog harus tahan lama, minimal tiga bulan, dan maksimal satu tahun," katanya. Dolog masih memberikan kelonggaran kepada petani. Untuk Maret ini, gabah dengan 15% butir hijau, yang jika digiling berasnya akan mengandung 7% kapur, masih bisa diterima. Gabah asal Karawang pada panen saat ini rata-rata mengandung butir hijau di atas 10%-sedang gabah Indramayu, Subang, dan Cirebon berada di bawah 10%. Karena soal butir hijau itulah, Dolog Karawang sampai pertengahan bulan ini baru membeli 290 ton beras dari target (1982/83) 9.400 ton, sementara gabah masih nol-padahal targetnya 20.300 ton. Namun Ibrahim yakin, sesudah Maret butir hijau pada gabah--terutama asal Karawang --akan menurun persentasenya. Sebab "saya kira bulan-bulan mendatang hujan tidak terlalu banyak turun," ujarnya. Pada mulanya memang, KUD Balonggandu juga pernah berusaha memberikan kelonggaran kepada petani. Caranya: pada setiap kuintal gabah yang mengandung butir hijau 5%, timbangannya dikurangi 7 kg. Toh upaya yang dianggap cukup kompromistis ini tak disukai petani. Kenapa Sebab harga dasar yang ditetapkan KUD itu, Rp 80-85 per kg, masih jauh di bawah harga dasar Dolog yang Rp 135 per kg. Cara seperti itu juga diterapkan KUD Jatisari. Kandungan butir hijau pada gabah ditetapkan 5%--dengan harga dasar Rp 135 per kg. Jika butir hijaunya lebih dari 5% (maksimum sampai 10ø i,maka bobot gabah harus dilcurangi 5% dari seluruh total beratnya. Namun jika butir nijaunya lebih dari 10% terpaksa "ditolak," ujar Kusnandar, Ketua KUD Jatisari. Situasi tak menguntungkan tersebut tentu saja, semakin memojokkan petani. Karena didesak kebutuhan, sejumlah petani terpaksa melego gabahnya ke pabrik beras PPPT (Perusahaan Penggilingan Padi Tjikampek) dengan harga Rp 90 per kg. Sobandi, pengurus PPPT, senlula pernah merencanakan akan membeli gabah petani Karawang sebesar 4.000 ton. Rencana itu akhirnya terpaksa dibatalkannya sesudah diketahuinya Dolog menolak gabah yang banyak mengandung butir hijau. Apalagi dia kemudian juga tahu, jika gabah semacam itu hanya akan menghasilkan beras 65 kg dari setiap kuintal gabah. Di halaman rumah, dan di pinggir jalan di Karawang hari-hari ini mudah dijumpai jajaran puluhan karung gabah yang menunggu pembeli. Gabah Adang Rosid, misalnya, yang sudah dijajakan lebih sepekan lamanya di halaman rumah, hanya ditawar Rp 80 per kg. 8ituasi semakin tambah sulit mengingat para pembeli kini juga cenderung lebih menyukai gabah yang mampu menghasilkan nasi pulen -- seperti padi jenis Cisadane, atau Cimandiri. "Jika begini terus, saya malah rindu lagi pada tengkulak. Siapa pun yang membeli tak jadi soal, pokoknya gabah ini laku terjual dengan harga tak terlau rendah," kata Rosid, ayah dari delapan anak. Sejak KUD bermunculan, para tengkulak sudah lama hilang dari pedesaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus