PETANI Kabupaten Karawang panen raya. Tahun lalu setiap bahu
(sekitar 7.500 m2) hanya menghasilkan 2 ton gabah. Kini
meningkat dengan rata-rata di atas 4 ton, suatu prestasi yang
membuat mereka gembira.
Tapi kegembiraan petani hanya sebentar. KUD (Koperasi Unit Desa)
ternyata tidak mau menerima gabah hasil panen mereka--kendati
sudah dijemur dan dikebut secara baik. "Kepada tiga KUD, gabah
ini saya kirimkan, dan semuanya menolak," ujar Adang Rosid, 54
tahun, petani Kampung Balonggandu, Kecamatan Jatisari.
KUD terpaksa menolak gabah karena Dolog Jawa Barat tidak mau
menerima gabah yang mengandung banyak butir hijau. KUD
Balonggandu, misalnya, sudah sejak 1 Maret tidak lagi menerima
gabah dari petani. "Kalau beli terus masalahnya jadi lebih
berat. Gabah itu jika disimpan di gudang bisa susut, mungkin
bisa busuk," kata Nanda Suwanda, 2 7 tahun, Sekretaris KUD Model
Balonggandu.
Iim Ibrahim Wiradisastra, Wakil Kepala Dolog Jabar, bisa
memahami jika pada panen raya sekarang, gabah petani Karawang
banyak mengandung butir hijau. Hal itu jelas "bukan kesalahan
petani. Namun karena pembawaan varitas, dan iklim yang
menyebabkan banyak trun hujan," katanya.
Menurut sarjana lulusan IPB itu, Varitas Unggul Tahan Wereng
(VUTW) IR 36 yang ditanam petani Karawang -pada areal 108 ribu
ha--kendati memiliki (laya anakan tinggi, masaknya tidak merata.
Butir padi di sebelah atas yang banyak tertimpa sinar matahari,
mungkin lebih cepat masak, sementara yang di bawah
karenaterlindung lebih lambat.
Karena butir IR 36 yang masak malah rontok, demikian Ibrahim,
petani tentu tidak bisa menunggu lebih lama padi itu masak
semua. Tapi, menurut dia, kualitas padi pada panen sekarang
lebih bagus ketimbang tahun lalu. "Ketika itu di samping ada
butir hijau, juga ada butir kuning yang mencapai 20%. Sementara
Bulog hanya memperbolehkan butir kuning (maksimum) 3% saja,"
katanya. "Namun butir-butir kuning relatif lebih mudah diatasi."
Rindu
Menurut Ibrahim, butir hijau akan mengandung banyak kapur yang
mudah menyerap air jika gabah sudah digiling. "Beras akan lembek
dan mudah busuk. Padahal beras yang dibeli Dolog harus tahan
lama, minimal tiga bulan, dan maksimal satu tahun," katanya.
Dolog masih memberikan kelonggaran kepada petani. Untuk Maret
ini, gabah dengan 15% butir hijau, yang jika digiling berasnya
akan mengandung 7% kapur, masih bisa diterima. Gabah asal
Karawang pada panen saat ini rata-rata mengandung butir hijau di
atas 10%-sedang gabah Indramayu, Subang, dan Cirebon berada di
bawah 10%. Karena soal butir hijau itulah, Dolog Karawang sampai
pertengahan bulan ini baru membeli 290 ton beras dari target
(1982/83) 9.400 ton, sementara gabah masih nol-padahal targetnya
20.300 ton.
Namun Ibrahim yakin, sesudah Maret butir hijau pada
gabah--terutama asal Karawang --akan menurun persentasenya.
Sebab "saya kira bulan-bulan mendatang hujan tidak terlalu
banyak turun," ujarnya.
Pada mulanya memang, KUD Balonggandu juga pernah berusaha
memberikan kelonggaran kepada petani. Caranya: pada setiap
kuintal gabah yang mengandung butir hijau 5%, timbangannya
dikurangi 7 kg. Toh upaya yang dianggap cukup kompromistis ini
tak disukai petani. Kenapa Sebab harga dasar yang ditetapkan
KUD itu, Rp 80-85 per kg, masih jauh di bawah harga dasar Dolog
yang Rp 135 per kg.
Cara seperti itu juga diterapkan KUD Jatisari. Kandungan butir
hijau pada gabah ditetapkan 5%--dengan harga dasar Rp 135 per
kg. Jika butir hijaunya lebih dari 5% (maksimum sampai 10ø i,maka
bobot gabah harus dilcurangi 5% dari seluruh total beratnya.
Namun jika butir nijaunya lebih dari 10% terpaksa "ditolak,"
ujar Kusnandar, Ketua KUD Jatisari.
Situasi tak menguntungkan tersebut tentu saja, semakin
memojokkan petani. Karena didesak kebutuhan, sejumlah petani
terpaksa melego gabahnya ke pabrik beras PPPT (Perusahaan
Penggilingan Padi Tjikampek) dengan harga Rp 90 per kg. Sobandi,
pengurus PPPT, senlula pernah merencanakan akan membeli gabah
petani Karawang sebesar 4.000 ton. Rencana itu akhirnya terpaksa
dibatalkannya sesudah diketahuinya Dolog menolak gabah yang
banyak mengandung butir hijau. Apalagi dia kemudian juga tahu,
jika gabah semacam itu hanya akan menghasilkan beras 65 kg dari
setiap kuintal gabah.
Di halaman rumah, dan di pinggir jalan di Karawang hari-hari ini
mudah dijumpai jajaran puluhan karung gabah yang menunggu
pembeli. Gabah Adang Rosid, misalnya, yang sudah dijajakan
lebih sepekan lamanya di halaman rumah, hanya ditawar Rp 80 per
kg. 8ituasi semakin tambah sulit mengingat para pembeli kini
juga cenderung lebih menyukai gabah yang mampu menghasilkan nasi
pulen -- seperti padi jenis Cisadane, atau Cimandiri.
"Jika begini terus, saya malah rindu lagi pada tengkulak. Siapa
pun yang membeli tak jadi soal, pokoknya gabah ini laku terjual
dengan harga tak terlau rendah," kata Rosid, ayah dari delapan
anak. Sejak KUD bermunculan, para tengkulak sudah lama hilang
dari pedesaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini