Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Optimisme versus pesimisme

Bila opec tak mampu menetapkan harga yang ditetapkan, sektor migas akan terpukul. sektor nonmigas lemah akan semakin terpukul oleh resesi. perlu diuji di berbagai asumsi, yang paling optimis atau pesimis.

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA yang mengenal OPEC dari dalam tahu betapa sulitnya kini bagi OPEC untuk bisa mengambil langkah yang berarti. Dengan mengatur produksi, OPEC resmi menjadi kartel. Kecaman luar tidak perlu digubris, sebab selama ini sudah dituduh sebagai kartel. Tetapi masalahnya adalah intern OPEC: ia terdiri dari negara-negara berdaulat dengan kepentingan nasional masing-masing. Selain itu, suatu kartel dalam dirinya sangat tidak stabil karena terdapat kemungkinan untuk masing-masing anggotanya melakukan kecurangan terhadap lainnya. Banyak alasan untuk mengatakan bahwa harga minyak dan volume produksi OPEC akan dipaksa turun. Semoga tidak. Bila banjir minyak masih belum bisa dihentikan dan pasar tunai masih kuat, dapatkah diharapkan bahwa Jepang berse, dia untuk tetap membeli minyak Indonesia dengan harga yang lebih tinggi daripada yano bisa diperoleh di tempat lain? Mungkin saja, bila Jepang ingiIl menunjukkan "good will" demi hubungan bilateral dengan Indonesia. Analisa A Fortiori Ada teknik analisa yang disebut analisa a fortiori: dalam keadaan yang penuh ketidakpastian, langkah yang diambil hendaknya diuji dengan menggunakan berbagai asumsi, termasuk yang paling optimistis atau yang paling pesimistis. Bila langkah itu memberikan hasil positif, baik dalam situasi yang optimistis maupun dalam perkiraan yang pesimistis sekalipun, maka langkah itu optimal. Membagi sumber-sumber penghasilan devisa bagi Indonesia dalam dua kelompok besar --sektor migas dan sektor nonmigas - bukan sekedar untuk: kemudahan analisa. Ekonomi Indonesia dilihat dari kacamata ini menunjukkan tajamnya dikotomi antara sektor migas dan sektor nonmigas. Sektor nonmigas kita yang masih lemah itu telah semakin terpukul oleh resesi yano berlarut-larut. Kelemahan selama ini terselimuti oleh rezeki dari sektor migas. Bila OPEC tak mampu menunjang harga yang tetap akan diberlakukan itu sektor migas pun akan terpukul. Rezeki minyak, yang langsung jatuh ke pangkuan pemenntah sejak permulaan Repelita II, jelas besar artinya bagi pembangunan. Tetapi efek negatifnya juga ada. Rezeki ini membawa akibat ekspansif pada suplai uang, tetapi pengelola moneter cukup berhasil mengamankan inflasi. Namun keberhasilan moneter ini ada harganya, yaitu ketimpangan struktural yang semakin tajam. Sektor produksi nomnigas sulit berkembang karena tingkat pertumbuhan kredit cenderung bersifat fluktuatif. Sebaliknya aspek konsumsi tidak banyak terganggu berkat anggaran pemerintah yang dipertahankan kuat, meningkat dan terjamin. Dalam suasana prihatin seperti sekarang ini, pengembangan sektor produksi nonmigas bisa dijamin apabila pengeluaran pemerintah bersifat fleksibel, artinya bisa disesuaikan ke bawah. Inilah inti kebijaksanaan mengetatkan ikat pinggang. Prof. Sumitro Djojohadikusumo sudah menyarankan: Sektor nomnigas tidak dapat dibenahi hanya dari segi eksternalnya, yaitu dengan rangsangan dan pengaturan baru di bidang ekspor. Segi produksinya yang harus ditata. Buku teks yang baik sudah mengajarkan, pada dasarnya sektor eksternal perdagangan --hanya merupakan pencerminan dari keseluruhan struktur dan tingkah laku ekonominya. Biarpun lemah, sektor nonmigas dimungkinkan untuk terus meningkatkan impornya berkat rezeki minyak itu. Segi eksternal sektor ini terus-menerus defisit walaupun untuk keseluruhan ekonomi pada umumnya berada dalam surplus. Efeknya terhadap nilai tukar rupiah menjadi rumit: harus mengalami apresiasi ataukah depresiasi? Bulan November 1978 secara resmi rupiah didevaluasi. Efek inflasinya menjalar ke seluruh ekonomi, tetapi beban terberatberada di sektor produksi nomnigas. Akibatnya beruntun: daya saing internasional sektor ini tidak banyak terbantu dan dengan impor yang semakin mahal defisitnya cenderung meningkat. Sementara ketimpangan struktural semakin tajam, muncul tekanan-tekanan baru terhadap nilai tukar rupiah. Dengan perombakan struktural di sektor produksi nonmigas akan bisa dipatahkan lingkaran setan itu. Kita tidak lagi perlu ditekan untuk memaksimalkan ekspor karena kebutuhan untuk meningkatkan impor bisa diminimalkan. Dengan struktur perdagangan yang berubah sebagai pencerminan struktur ekonomi yang lebih kebal, dalam keadaan depresi pun kita masih bisa bertahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus