Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mimpi Mobil Listrik Belum Mati

Terganjal di sana-sini, harapan mewujudkan industri kendaraan listrik masih menyala. Teknologi berbahan bakar fosil masih akan bertahan satu generasi lagi.

27 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bengkel produksi Dasep Ahmadi di Depok, Jawa Barat, pekan pertama Oktober lalu, empat pekerja mekanik terlihat sibuk menggarap sebuah bus besar berwarna putih. Dua di antara mereka sibuk merapikan kabel di bagian dalam, sedangkan dua lainnya bekerja di bagian mesin, yang letaknya di bagian belakang bus.

Dari luar, kendaraan dengan kapasitas 40 penumpang ini sekilas tak ada bedanya dengan bus biasa. Tapi, begitu bagian mesin ditengok, akan tampak jelas bus ini tak lagi menggunakan mesin diesel, yang umumnya digunakan sebagai dapur pacu. Inilah bus bertenaga listrik yang dikembangkan Dasep. "Bus besar ini pesanan Kementerian Riset dan Teknologi. Mereka mengejar target penyelesaian akhir tahun ini," kata Dasep menunjuk para pekerjanya.

Sempat tersendat dalam proyek mobil elektrik untuk keluarga, Dasep tak mau surut. Awal tahun lalu, dia memperkenalkan bus listrik karyanya. Sejak itu pesanan bus listrik ukuran medium tercatat sudah 20 unit. Nilainya sekitar Rp 20 miliar. Pesanan datang dari beberapa perusahaan pelat merah, seperti PT PLN, PT Pertamina, dan beberapa kementerian. Sedangkan dari perusahaan swasta, setidaknya Dasep telah memproduksi empat unit bus pesanan Taman Mini Indonesia Indah.

Sukses memproduksi bus pesanan untuk beberapa perusahaan, pria lulusan teknik mesin Institut Teknologi Bandung ini kini mengincar proyek pengadaan bus Transjakarta. Dia membandingkan dengan perusahaan bus asal Swedia, yang beberapa waktu lalu menawarkan bus gandeng ke pemerintah DKI Jakarta dengan harga sekitar Rp 5,8 miliar per unit. "Dengan harga sebesar itu, kami juga siap memproduksi bus gandeng bertenaga listrik. Secara teknologi tak terlalu sulit," ujar Dasep.

Tak hanya menjamin penyediaan busnya, Dasep memastikan semua fasilitas pengisian listrik untuk armada itu bisa ia pasok jika pengelola Transjakarta mau memesan dari pabriknya. Sebab, bila harga per unitnya setara dengan bus Swedia itu, dia sudah akan mampu membangun pembangkit listrik tenaga matahari dengan kapasitas daya sekitar 70 ribu watt, ditambah dua unit pengisian cepat (fast charging) dan sepuluh unit pengisian normal. "Asalkan pemerintah Jakarta memesan minimal 20 unit."

Ia menjelaskan, bus produksinya yang diberi label "Ahmadi" ini pun secara umum tak beda dengan bus pada umumnya. Kerangkanya sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Begitu juga bodi dan interior, yang bisa dikerjakan industri karoseri lokal. "Bedanya hanya di mesin," katanya. "Komponen utamanya, yakni motor penggerak, kontrol listrik, dan baterai, memang masih harus diimpor dari Amerika."

l l l

Nama Dasep Ahmadi sudah tak asing dalam pengembangan industri mobil listrik di Tanah Air. Selain membuat bus, pria 50 tahun ini mempunyai produk mobil listrik yang ia beri nama Evina, singkatan dari Electric Vehicle Indonesia. Meski sempat dipamerkan dan diuji coba bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun lalu, untuk Evina, Dasep masih belum berani menawarkannya ke pasar saat ini. "Untuk mobil kecil, pesaingnya masih terlalu berat. Masyarakat juga belum teredukasi soal mobil listrik," dia beralasan.

Pada awal 2013, Dasep sempat berharap Evina bisa terjual 1.000-2.000 unit dalam setahun. Ketika itu dia bahkan berani menyebut harga jualnya bisa di bawah Rp 200 juta. Namun upaya menembus pasar otomotif, terutama di kelas kendaraan keluarga, rupanya tak mudah.

Itu sebabnya saat ini Dasep lebih memilih berkonsentrasi memproduksi bus listrik dibanding Evina. Kebutuhan akan transportasi publik di kota-kota besar di Indonesia dia anggap sebagai peluang bisnis yang menggiurkan. Dasep membidik pasar pemerintah daerah untuk pasar bus listriknya. Selain itu, ia melirik instansi yang menyediakan bus antar-jemput karyawan sebagai pasar potensialnya. Menurut dia, angkutan listrik semestinya bisa jadi salah satu solusi atas besarnya beban subsidi bahan bakar minyak dan tingginya polusi udara di kota.

Salah satu strategi untuk menarik minat pasar, Dasep menawarkan harga paket Rp 25 miliar kepada pembeli. Dengan harga itu, dia berjanji sanggup menyediakan 10 unit bus ukuran medium dengan kapasitas penumpang 20 orang, plus pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 70 ribu watt. "Jaminan servis dan suku cadang selama lima tahun."

Kesanggupan menyediakan pembangkit listrik itu ia tawarkan sebagai jawaban atas kekhawatiran konsumen yang menganggap kendaraan listrik akan merepotkan dan mahal karena pasokan energinya. Dalam paket ini, dia hanya membutuhkan lahan 20 x 25 meter untuk menjamin pasokan listrik dari pembangkit dengan panel surya yang ia bangun. "Lahan di bawahnya bisa dimanfaatkan untuk garasi bus."

Meski yakin rancangannya cukup matang, mantan chief engineer produsen otomotif terbesar di Indonesia ini mengakui campur tangan pemerintah masih amat ia perlukan. Terutama untuk promosi pentingnya beralih ke angkutan umum berbasis listrik. "Sekarang ini kami masih merasa dilepas," ucap Dasep setengah mengeluh.

Budi Darmadi, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi di Kementerian Perindustrian, menganggap pengembangan kendaraan listrik di Indonesia masih kalah bersaing dengan mobil konvensional. Dia memperkirakan masih butuh satu generasi bagi mobil listrik agar bisa berkembang di Tanah Air.

Menurut Budi, internal combustion engine yang menjadi basis teknologi kendaraan berbahan bakar fosil masih akan berkembang satu generasi lagi. Jika sekarang masih 1 liter bahan bakar untuk 20 kilometer, mungkin ke depan bisa meningkat menjadi 1 liter untuk 30 kilometer. "Ini akan menjadi pesaing utama mobil listrik. Apalagi infrastruktur kita belum siap, sehingga kendaraan listrik masih mahal."

Budi menganggap strategi Dasep memasarkan bus listrik untuk transportasi publik sudah tepat sebagai tahap awal "pemanasan" pasar. Bus listrik dianggap cocok untuk transportasi publik karena rute dan jam operasionalnya jelas. "Rutenya point to point, sehingga mudah untuk mendirikan fasilitas pengisian baterainya. Malam hari saat tak beroperasi bisa digunakan untuk charging."

Kementerian Perhubungan menyatakan, untuk bisa sampai produksi massal, Dasep harus punya rencana bisnis yang jelas dan melalui uji kelayakan. "Jangan sampai seperti yang sudah-sudah. Mereka sudah mendapat izin, lalu berhenti di tengah jalan. Kami akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian soal ini," kata Suroyo Alimoeso, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.

Kementerian Perhubungan juga akan melihat apakah bus listrik Dasep memakai komponen merek lain. "Berdasarkan undang-undang, harus ada rekomendasi dari pemegang merek jika dia gunakan komponen dari mobil lain," kata Julius Andravida Barata, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan.

Masalahnya, bus listrik Dasep hingga kini belum mengantongi rekomendasi dari perusahaan komponen yang dia pakai. Problem lain, menurut dia, Kementerian Perhubungan menilai sistem pengereman produk ini belum memenuhi standar. Walhasil, masih perlu perjuangan panjang bagi Dasep untuk mewujudkan mimpinya.

Amir Tejo


Nama produk bus: Ahmadi
Ukuran bus: Medium
Kapasitas penumpang: 20-25 penumpang
Kecepatan: 80 kilometer per jam
Kapasitas baterai: 7.000 watt
Jarak tempuh: 120 kilometer
Lama isi baterai: 45 menit (fast charging) 7 jam (normal)
Produsen: PT Sarimas Ahmadi Pratama & Partner
Alamat: Jatimulya 52, Kampung Sawah Cilodong, Depok, Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus