Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rabu siang, 19 September lalu, bahang matahari di perairan Kepulauan Riau terasa membakar kulit. Di tengah patroli rutin mengitari pulau-pulau tak berpenghuni di wilayah ini, perhatian para petugas Bea dan Cukai di atas kapal BC 8005 mengarah pada sebuah kapal yang dari kejauhan tampak berhenti di Tanjung Berakit.
Salah seorang personel mencoba memastikan apa yang dilihatnya dengan bantuan teropong binocular yang tergantung di lehernya. Ternyata tanker MT Martha Global berbendera Merah Putih itu sedang bergerak cepat. Haluannya mengarah ke luar wilayah perairan Indonesia.
Kecurigaan petugas Bea dan Cukai tak keliru. Setelah dihentikan, tanker itu kedapatan mengangkut hampir 32 ribu kiloliter minyak mentah tanpa dilengkapi dokumen. Nakhoda kapal berinisial EWI tak bisa menunjukkan perizinan pabean yang diperlukan bagi pengangkutan ataupun perdagangan komoditas strategis itu.
"Jelas mereka akan menyelundupkannya ke luar negeri,ā kata Andhi Pramono. Kepala Bidang Penyidikan dan Penanganan Barang Hasil Penindakan Bea dan Cukai di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, itu menceritakan kembali operasi penangkapan tersebut kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Andhi memperkirakan nilai muatan di lambung kapal berbobot mati 45 ribu ton itu tak kurang dari Rp 216 miliar. Sebanyak itu pula potensi kerugian material yang akan ditanggung negara jika minyak tersebut lolos. Kerugian lain yang akan timbul adalah hilangnya peluang bagi pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak di dalam negeri, yang selama ini menyedot banyak subsidi. "Karena itu, kerugiannya jangan dipandang segi materialnya saja,ā ujarnya.
MT Martha Global merupakan tangkapan terbesar selama September lalu di perairan Riau. Tiga kapal pengangkut minyak bumi lain yang dicokok sebelumnya di kawasan itu berukuran jauh lebih kecil. Pada 8 September lalu, MT Admiralty berbendera St Kitts & Nevis dicegat di perairan Pulau Seraya dengan muatan minyak jenis high speed diesel lebih dari 951 kiloliter.
Admiralty ditangkap saat memindahkan sekitar 9 ton muatannya secara ilegal ke kapal SB Siga-Siga. Kini nakhoda kapal berinisial AH ditahan oleh Bea dan Cukai untuk pemeriksaan lanjutan.
Selang beberapa hari kemudian, pada 13 September, petugas Bea-Cukai menangkap MT Hornet berbendera Ulan Bator (Mongolia) di Tanjung Berakit. Kapal ini mengangkut BBM jenis marine fuel oil sebanyak 102 ton tanpa dokumen, yang diperkirakan merugikan negara Rp 700 juta.
Hari berikutnya, giliran MT Sakthi berbendera St Kitts & Nevis, yang dinakhodai SF, yang dicegat lantaran membawa 650 ton minyak mentah ilegal. Bea-Cukai menduga muatan ini akan diselundupkan ke Malaysia.
"Nakhoda sempat bilang minyak itu akan diantarkan ke pulau-pulau di Kepulauan Riau. Mana ada pulau di sini menggunakan minyak mentah sebanyak itu?ā kata Andhi. Lalu dari mana asal minyak mentah dalam jumlah begitu besar yang dengan mudah dimuat ke atas kapal secara ilegal itu?
Deputi Pengendalian Operasi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Gde Pradnyana, yang dihubungi Rabu pekan lalu, mengakui banyaknya pencurian minyak mentah di wilayah operasi Sumatera. "Ini sudah mafia. Pelakunya ribuan orang dan melibatkan aparat keamanan. Ada polisi dan tentara juga,ā katanya.
Yang belum bisa dia pastikan adalah apakah kapal minyak yang ditangkap di perairan itu ada hubungannya dengan pencurian yang berlangsung di daratan. Karena itu, BP Migas sedang melakukan uji forensik atas sampel minyak mentah tangkapan Bea dan Cukai itu untuk melacak asalnya. "Kami juga bertanya-tanya, dari mana asal minyak itu? Tapi semestinya bisa diusut karena setiap minyak mentah memiliki ciri kimianya, semacam sidik jari, yang bisa dibandingkan dengan basis data kami.ā
Dari pengusutan itu, Gde mengetahui muatan minyak mentah yang ada di lambung MT Martha Global berasal dari sumur di Duri, yang dikelola Chevron Pacific Indonesia. "Itu adalah minyak jatah pemerintah dari sana,ā ujarnya.
Gde bercerita, beberapa hari sebelum penangkapan oleh Bea dan Cukai, BP Migas melakukan koordinasi pengapalan. Lantaran minyak dari Duri itu adalah jatah pemerintah, ditunjuklah PT Pertamina untuk mengangkut dan menjualnya. "Kalau jatah kontraktor production sharing, terserah mereka mau jual ke mana,ā dia menambahkan. "Dalam rapat koordinasi itu, Pertamina memberi presentasi tentang jumlah lifting, tujuan, dan kapal pengangkutnya.ā
Singkat cerita, minyak mentah sebanyak 200 ribu barel (1 barel = 159 liter) jatah pemerintah itu diangkut dengan MT Martha Global. Serah-terima dilakukan di pelabuhĀan Dumai, dengan pola freight on board. Artinya, pemerintah tak rugi karena penerimaan negara sudah terjadi saat penyerahan di terminal. Selanjutnya, tanggung jawab ada pada offtaker atau pembeli, dalam hal ini Pertamina.
"Dalam perjanjian, tujuan minyak mentah itu seharusnya ke kilang di Balongan, Jawa Barat,ā kata Gde. Ia mengaku bingung mengapa kapal itu ditangkap Bea-Cukai dan ditemukan tak berdokumen lengkap. "Aneh juga. Apalagi, saya dengar, kapal mencoba lari saat didekati patroli, lalu menyerah karena ada di perairan internasional yang sudah akan masuk wilayah Malaysia. Semestinya Pertamina bisa menjelaskan itu.ā
Juru bicara PT Pertamina, Ali Mundakir, mengakui pihaknya yang menyewa MT Martha Global untuk mengangkut minyak mentah ke kilang mereka. Pertamina, menurut Ali, amat berkepentingan dan mendukung pengusutan kasus ini oleh Bea dan Cukai. "Beberapa pegawai kami sudah dimintai keterangan,ā katanya.
Ali mengatakan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi di perairan Tanjung Berakit pada Rabu siang itu. "Kalau kapal itu telat sampai di kilang, akan kami kenai penalti. Kami tak bisa menduga-duga, jadi menunggu saja hasil penyidikan.ā
Adapun menyangkut muatan ilegal di tiga kapal lain, Ali mengatakan bisa jadi itu berkaitan dengan aktivitas pencurian yang marak di beberapa jalur pipa transmisi minyak di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. "Perairan di kawasan itu sangat terbuka. Tiap hari rata-rata seribuan barel minyak kami hilang.ā
Y. Tomi Aryanto, Rumbadi Dalle (Kepulauan Riau)
āMereka Hanya Korbanā
Alfian Sauri dimakamkan pada Kamis siang pekan lalu di tengah isak tangis kerabatnya. Lelaki 45 tahun itu tewas bersama Agus Bastiar, adik iparnya, dalam peristiwa ledakan pipa minyak mentah Pertamina di Kilometer 219, Dusun II Simpang Bayat, Desa Sri Maju, Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, sehari sebelumnya. Ledakan diduga terjadi akibat percikan api di dekat pipa yang dilubangi para pencuri minyak.
Sampai Kamis malam itu, tujuh korban tercatat meninggal akibat luka bakar dalam peristiwa ini. Belasan lainnya luka-luka dan dirawat di Rumah Sakit Dokter Bratanata. "Kak Alfian dan Agus itu penyadap karet. Mereka bukanlah pencuri minyak seperti yang disebut-sebut di media massa,ā kata Safarudin, adik ipar Alfian lainnya yang ditemui di rumah duka, sambil menahan tangis.
Shaufi, yang mewakili keluarga korban, mengatakan kedua kerabatnya itu tak punya cukup modal dan kemampuan untuk mencuri dari pipa Pertamina. Kalaupun mereka berada di lokasi kejadian dan sedang memunguti ceceran tumpahan minyak, bukan berarti mereka melakukan pencurian.
"Mereka korban permainan orang berduit dan berpangkat. Mana mungkin mereka pelaku pencurian. Coba lihat isi rumah ini,ā kata Shaufi. Nyaris tak ada yang berharga di rumah panggung berdinding papan dan beratapkan seng seluas 5 x 4 meter milik Alfian itu. Hanya tampak tikar kusam dan kursi plastik reot.
Kenyataan itu amat kontras dengan fakta bahwa ribuan barel minyak mentah Pertamina hilang saban hari karena pencurian. Perusahaan mengaku merugi lebih dari Rp 200 miliar di jalur Tempino-Plaju saja. "Dalam lima bulan terakhir, total pencurian mencapai 242.504 barel,ā ujar Manajer Humas Pertamina EP Agus Amperianto, Rabu pekan lalu.
Agus mengatakan Kecamatan Bayung Lencir tercatat memiliki kasus penjarahan tertinggi. Pada 2011, terjadi 158 kasus, dan sepanjang Januari-September tahun ini meningkat menjadi 373 kasus.
Kepala Kepolisian Resor Musi Banyuasin Ajun Komisaris Besar Toto Wibowo memastikan adanya puluhan orang yang beraktivitas di sekitar lokasi ledakan. Ia juga menemukan ratusan kolam selebar satu meteran dengan kedalaman hingga dua meter di sekitarnya. "Sepertinya kolam kecil ini untuk penampungan sementara minyak mentah,ā katanya. Tapi entah mengapa Toto membiarkan aktivitas haram yang terjadi di depan matanya itu.
Y. Tomi Aryanto, Bernadette Christina, Parliza Hendrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo