Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agenda taipan Tomy Winata pada akhir pekan itu dipenuhi janji pertemuan dengan sejumlah menteri. ”Pak Tomy dipanggil Menteri Pekerjaan Umum, Menteri BUMN, lalu Menteri Keuangan, akhir minggu kemarin,” kata sumber Tempo, Kamis pekan lalu.
Pertemuan itu untuk membahas rencana proyek jembatan dan kawasan strategis Selat Sunda yang tak kunjung ada titik terangnya. Penyiapan proyek mandek gara-gara revisi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda sejak Juli lalu belum juga kelar. Para menteri ingin mendengar langsung kemauan pemilik perusahaan pemrakarsa megaproyek senilai Rp 200 triliun itu.
Sumber Tempo yang sama membisikkan, Komisaris Utama PT Graha Banten Lampung Sejahtera itu menyorongkan usul agar pemerintah yang menggarap studi kelayakan dan desain dasar proyek dengan cara membeli mayoritas saham Graha Banten. ”Intinya, Tomy tak ingin Perpres Nomor 86 diubah.” Lalu apa hasil pertemuan maraton itu? ”Tak ada hasil,” ujar sumber tadi.
Perpres Nomor 86 memang menguntungkan Graha Banten. Perusahaan konsorsium Pemerintah Provinsi Banten dan Lampung (masing-masing 2,5 persen) serta anak usaha Artha Graha, PT Bangungraha Sejahtera Mulia (95 persen), ini ditetapkan sebagai pemrakarsa yang menggarap studi kelayakan dan desain dasar proyek. Adapun pemerintah menjadi pendukung dan penjamin proyek. Graha Banten berhak atas ganti rugi biaya penyiapan proyek tadi jika pembangunan jembatan gagal.
”Keistimewaan” itu dikhawatirkan merugikan negara, sehingga Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta perpres diubah. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa lantas membentuk Tim 7 pada medio Juli lalu untuk menggodok revisi. Tim berisi tujuh menteri, termasuk Agus, dipimpin Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, yang juga Ketua Harian Dewan Pengarah Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda.
Menteri Agus dan Djoko tak menampik kabar telah bertemu dengan Tomy, walau mereka menolak membeberkan hasilnya. ”Saya belum bisa menjawab,” ujar Agus, Senin pekan lalu, di kantornya. Tapi, menurut Djoko, dalam pertemuan itu Tomy menyatakan tak keberatan studi kelayakan, yang berbiaya sekitar Rp 2 triliun, digarap pemerintah. ”Kami akan merapatkan untuk ditimbang plus-minusnya,” kata Djoko.
Tomy justru tak mengakui telah bernegosiasi dengan pemerintah. ”Belum ada pertemuan. Kata siapa itu?” ujar pemilik Grup Artha Graha ini kepada Tempo, Senin pekan lalu. ”Kami loyal, kami menunggu keputusan final pemerintah.”
Kendati proyek belum jelas, beberapa calon investor sudah menyatakan minat untuk menggelontorkan dana. Menjelang pertemuan sejumlah menteri dengan Tomy, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) menjanjikan kredit dengan bunga lebih rendah dari swasta untuk proyek jembatan penghubung Pulau Jawa-Sumatera itu. ”Jika uang tol agak tinggi, JBIC akan mempertimbangkan,” kata CEO JBIC Hiroshima Watanabe di kantor Kementerian Keuangan, Jumat dua pekan lalu.
Pembiayaan proyek memang masih menjadi ganjalan pembahasan di Tim 7. Menteri Agus tak mengharamkan studi kelayakan digarap dan didanai pemerintah. Biaya itu kelak diganti oleh perusahaan pemenang tender proyek konstruksi. ”Sesuai dengan aturan kerja sama pemerintah dan swasta,” ujarnya Rabu dua pekan lalu. Toh, perusahaan itu akan mendapat penghasilan dari pengelolaan jembatan dan kawasan strategis.
Sebaliknya, Hatta menentang ide itu dengan alasan memberatkan negara. ”Tim 7 bertahan tak menggunakan dana APBN,” katanya, Kamis pekan lalu. Ia juga memastikan revisi perpres tak banyak bergeser dari posisi semula. Salah satunya Graha Banten tetap mendapat rights to match 10 persen dalam tender konstruksi serta tak ada jaminan dari pemerintah.
Jobpie Sugiharto, Bernadette C., Istman M., Prihandoko, Angga S.W., Sutji D.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo