Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perhelatan digelar di lantai lima kantor PT Sang Hyang Seri di Wisma Benih, kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Kamis malam pekan lalu itu, direktur utama perusahaan benih negara tersebut, Kaharuddin, secara resmi menyerahkan posisinya kepada sang pengganti, Upik Rosalina Wasrin. Menebar senyum, Kaharuddin menyalami satu per satu jajaran komisaris, direksi, dan puluhan karyawan Sang Hyang yang berbaris menghampirinya.
Serah-terima jabatan tersebut buntut pencopotan Kahar oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dua hari sebelumnya. Musababnya, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam dugaan korupsi pengadaan benih pada 2008-2012. "Saya ingin berkonsentrasi menghadapi proses hukum," kata Kaharuddin kepada Tempo.
Selain menetapkan Kahar, Kejaksaan menetapkan Hartono dan Subagyo Manatan sebagai tersangka kasus itu. Hartono, Manajer Sang Hyang Tegal, sebelumnya menjabat Manajer Sang Hyang Lampung Timur. Adapun Subagyo Manatan Manajer Sang Hyang Lampung Timur. "Dari hasil penyelidikan, kami menemukan bukti penyimpangan," kata Adi Toegarisman, Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Pengadaan benih ini merupakan proyek untuk menunjang program benih bersubsidi, cadangan benih nasional, dan bantuan langsung benih unggul. Komoditasnya berupa benih padi, benih kedelai, dan jagung. Kejaksaan menengarai negara dirugikan puluhan miliar rupiah dalam proyek itu. Kepada Tempo, seorang penyelidik menuturkan, duit yang menguap itu diduga dijadikan bancakan petinggi Sang Hyang, broker proyek, dan petinggi Kementerian Pertanian serta untuk setoran ke sejumlah anggota partai di Senayan. "Aliran uangnya masih ditelusuri," ujarnya.
Modus korupsi yang ditemukan tim jaksa pidana khusus dalam kasus pengadaan benih ini beraneka ragam. Dari program bantuan langsung benih unggul 2012 yang seolah-olah melalui lelang, biaya pengelolaan yang tidak disalurkan, rekayasa penentuan harga, pendistribusian ke kios-kios yang tidak terdaftar, hingga pengadaan benih fiktif.
Setelah hampir setahun menelusuri berbagai modus itu, dari meminta keterangan kepada belasan pihak terkait hingga melakukan pengecekan ke lapangan, sembilan penyelidik yang dipimpin jaksa Aditya Warman menemukan dua bukti kuat indikasi korupsi di Sang Hyang. Pada 7 Februari lalu, tim memaparkan hasil penyelidikan kasus itu ke petinggi Kejaksaan. Sehari kemudian, kasus tersebut naik ke tingkat penyidikan.
Praktek dugaan korupsi yang diendus jaksa, misalnya, terjadi pada proses lelang Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) 2012 yang dimenangi Sang Hyang. Menurut seorang jaksa, dari hasil penelusuran tim, lelang pengadaan paket II-V yang dimenangi Sang Hyang dibuat seolah-olah ada. Padahal, kata dia, sejak awal Panitia Lelang Kementerian Pertanian sudah menyiapkan Sang Hyang sebagai pemenangnya.
Lelang pada 2012 itu sebenarnya lelang perdana pengadaan benih bersubsidi melalui sistem BLBU. Sebelumnya, penyediaan benih dengan program ini dilakukan dengan mekanisme public service obligation (PSO). Dua BUMN yang ditunjuk menggarap program ini adalah PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani. Belakangan Badan Pemeriksa Keuangan menengarai sistem PSO ini rawan permainan. Karena itu, BPK mendesak Kementerian Pertanian menggelar lelang terbuka.
Karena melalui tender, pada 2012, Kementerian Pertanian mengalokasikan dana Rp 1,074 triliun guna pengadaan benih di sejumlah kawasan di Indonesia. Sebelumnya, dengan sistem PSO, dananya masuk ke anggaran pos 999 pada Kementerian Keuangan.
Tender pengadaan benih ini digelar sampai dua kali. Tender pertama batal karena sistem komputer lelang bermasalah. Sebulan kemudian tender kedua digelar. Tender paket pertama Rp 209 miliar untuk Sumatera, kecuali Lampung, dimenangi PT Hidayah Nur Wahana, perusahaan swasta yang baru bermain dalam bisnis benih. Sedangkan tender paket II dan V sekitar Rp 800 miliar dimenangi PT Sang Hyang. Wilayah yang digarap Sang Hyang meliputi Lampung, Jawa, Kalimantan, dan Papua.
Kemenangan Sang Hyang belakangan dipersoalkan jaksa. Menurut sumber Tempo, dominasi Sang Hyang sebagai pemenang tender menjadi pintu masuk ketidakberesan lelang. Apalagi, kata dia, tendernya diulang. Perusahaan pelat merah benih ini menyisihkan sedikitnya 40 perusahaan. Padahal, sumber ini menyebutkan, dalam verifikasi awal Sang Hyang dianggap tidak memenuhi syarat teknis. "Pemenangnya sudah ditentukan jauh-jauh hari," ucapnya.
Indikasi korupsi lainnya ditemukan jaksa dalam proses pengadaan benih Sang Hyang dengan pola PSO sepanjang 2008-2011, di antaranya dugaan korupsi biaya pengelolaan Program Cadangan Benih Nasional tahun 2009-2011. Biaya ini seharusnya disalurkan ke kantor regional Sang Hyang. Tapi Kejaksaan menemukan, selama kurun tiga tahun itu, dana tidak pernah disalurkan ke kantor regional. Nilai penyimpangannya pada 2009 sebesar Rp 10,4 miliar, pada 2010 sebesar Rp 10,63 miliar, dan pada 2011 sebesar Rp 15,277 miliar.
Ketika memverifikasi data di lapangan, jaksa juga menemukan sejumlah bukti penyimpangan itu. Misalnya jaksa menemukan pengadaan benih kedelai fiktif senilai Rp 4,6 miliar di Kabupaten Lampung Timur. Di kabupaten itu, jaksa juga menemukan penggelembungan (markup) harga dan volume benih kedelai senilai Rp 1 miliar.
Dugaan penyaluran fiktif dan penggelembungan harga benih kedelai di Lampung Timur itu terjadi pada 2008-2012. Setelah ditelusuri, yang meneken perjanjian jual-beli benih kedelai adalah Hartono, Manajer Sang Hyang Lampung Timur periode 2008-2011, dan Subagyo Manatan, Manajer Sang Hyang Lampung Timur periode 2011-2012. Karena peran itu, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
Penentuan harga di sejumlah daerah, seperti di Lampung Timur, menurut temuan Kejaksaan, ternyata ditentukan berdasarkan arahan pejabat kantor pusat Sang Hyang di Jakarta. Kejaksaan sejauh ini baru menemukan keterlibatan Kaharuddin, yang saat itu menjabat Direktur Pemasaran Sang Hyang, sebagai orang yang aktif mengarahkan penentuan harga benih di sejumlah kantor cabang, tak terkecuali Lampung. Adapun Kahar menjadi direktur utama sejak 30 Juli 2012.
Menurut seorang petinggi Kejaksaan, dalam perkara korupsi benih tersebut, seorang bekas Direktur Utama Sang Hyang juga dibidik. Selain itu, kata jaksa ini, beberapa petinggi Kementerian Pertanian tengah diincar. "Teropong" penyidik itu diarahkan ke sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang menangani pengadaan benih. "Direktur Jenderal Tanaman Pangan itu juga kuasa pengguna anggaran duit PSO," ujarnya.
Untuk mengurai keterlibatan pejabat Kementerian Pertanian, Kamis pekan lalu, Kejaksaan Agung memeriksa empat pejabat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, di antaranya Direktur Perbenihan Bambang Budianto dan Kepala Subbidang Perbendaharaan Yusman. Pada saat bersamaan, tim juga menggeledah kantor PT Sang Hyang di Wisma Benih. Menggunakan mobil boks, sejumlah dokumen dan data elektronik terlihat diangkut dari kantor itu ke Kejaksaan Agung.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, empat pejabat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan itu diperiksa untuk memperjelas penyidikan perkara ini. Untung tak bersedia berkomentar perihal keterlibatan mereka. "Itu sudah masuk materi perkara," katanya. Direktur Penyidikan Pidana Khusus Adi Toegarisman menyatakan pihaknya akan mengusut siapa saja yang terlibat kasus itu. "Ini baru tahap awal. Untuk sementara baru tiga dulu," ujarnya.
Kamis pekan lalu, Tempo menghubungi Direktur Jenderal Tanaman Pangan Undhoro Kasih Anggoro. Mengaku tengah berada di Surabaya, Undhoro menolak berkomentar perihal diperiksanya sejumlah anak buahnya oleh Kejaksaan. Dia menegaskan, selama ia menjadi direktur Jenderal sejak 1 November 2010, pelaksanaan PSO benih sudah sesuai dengan prosedur. Proses lelang, kata dia, juga dilakukan terbuka dan memakai sistem elektronik yang transparan. Direktur Perbenihan Bambang Budianto juga irit bicara. Dia menyatakan ingin berfokus menghadapi pemeriksaan jaksa. "Tanya yang lain saja," katanya.
Inspektur Jenderal kementerian Pertanian Aziz Hidajat, yang juga Komisaris Utama Sang Hyang, mengatakan sudah menjalankan sistem pengawasan lelang dengan ketat. Sedangkan untuk pola PSO, sebagai inspektur jenderal, ujar Aziz, ia tak berwenang dalam kebijakan itu. "Tapi, sebagai Komisaris Utama Sang Hyang, saya selalu melihat laporannya." Menteri Pertanian Suswono, kepada Fransico Rosarians dari Tempo, menyatakan tak mau berkomentar perihal kasus ini. "Saya belum tahu banyak informasi kasus itu," kata Suswono.
Anton Aprianto, Indra Wijaya, Ananda Putri
Dilema Sang Hyang
BERMULA dari perusahaan perkebunan besar milik swasta dari Inggris, PT Sang Hyang Seri (Persero) menjadi perintis perusahaan benih di Indonesia. Sayap usahanya melebar ketika status perusahaan berubah dari perusahaan umum menjadi persero pada 1995. Sejak itu, perusahaan pelat merah yang bertekad menjadi perusahaan agroindustri benih nasional kelas dunia ini tak hanya menggarap proyek pertanian, tapi juga proyek perbenihan untuk hortikultura, pupuk, dan makanan ternak.
Sejak berstatus perusahaan umum pada 1971, perusahaan ini sudah mulai menyalurkan program benih bersubsidi. Sedangkan untuk cadangan benih nasional, menurut Direktur Pemasaran Sang Hyang Gigih Dwikoranto, digarap sejak 2004. Adapun program bantuan langsung benih unggul baru dikerjakan Sang Hyang pada 2008.
Belakangan, karena banyak menggarap proyek penugasan dari pemerintah, Sang Hyang mulai terseok-seok. Menurut Direktur Utama Sang Hyang Upik Rosalina Wasrin, sistem penugasan penyaluran benih bersubsidi ini sebenarnya tidak menguntungkan perusahaan. Tapi, sebagai perusahaan negara, Sang Hyang tak punya pilihan. Marginnya, kata Upik, terus menurun sampai di bawah satu persen. Apalagi Upik berkeluh kesah pengadaan benih bersubsidi itu kini menimbulkan risiko hukum. "Ibaratnya, habis jatuh tertimpa tangga," ujarnya.
AA
Curang di Mana-mana…
Kejaksaan Agung menemukan sejumlah modus kecurangan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan benih bersubsidi oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) sepanjang 2008-2012. Inilah berbagai modus itu.
1. Biaya pengelolaan cadangan benih nasional yang tidak disalurkan ke sejumlah kantor regional.
2. Penentuan harga komoditas antara Sang Hyang dan perusahaan pihak ketiga diintervensi atau diarahkan direksi perusahaan benih pelat merah itu.
3. Perbedaan volume program cadangan benih nasional pada 2009-2010 tidak sesuai dengan realisasi di sejumlah dinas pertanian wilayah garapan. Misalnya di tiga kabupaten di Lampung.
4. Pengadaan benih kedelai fiktif di Lampung Timur senilai Rp 4,627 miliar.
5. Penggelembungan harga benih kedelai di Lampung Timur senilai Rp 1,018 miliar.
6. Penyaluran benih bersubsidi di Kabupaten Brebes tidak disalurkan ke kios yang terdaftar di Kementerian Pertanian.
Matriks PSO
Dugaan korupsi pada Sang Hyang lebih banyak terjadi dalam pengadaan benih melalui sistem public service obligation atau PSO. Sistem ini merupakan penugasan yang dibiayai anggaran negara karena ada perbedaan harga pokok penjualan dengan harga produk yang ditetapkan pemerintah, supaya produk itu terjangkau masyarakat.
Aturan pengadaan proyek tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2007 tentang Pencairan Dana Cadangan Benih Nasional dan Bantuan Langsung Benih Unggul.
1. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, selaku kuasa pengguna anggaran, mengusulkan anggaran program itu ke Kementerian Keuangan. Syaratnya:
2. Pencairan anggaran oleh Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Direktur Jenderal Tanaman Pangan kemudian melaporkan penggunaan anggaran itu per semester.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo