JAUH sebelum devaluasi, sebelum harga bahan bangunan sedikit terjungkit naik, persatuan pengusaha real estate (REI) yang diwakili ketuanya, Siswono Judo Husodo, sudah mengeluh rumah-rumah yang mereka bangun sulit lakunya. Padahal, beberapa waktu sebelumnya, belum lagi batu fondasl selesal ditanam, calon penghuninya sudah bolak-balik saja ke lokasi. Apa lagi dalihnya kalau bukan daya beli melemah? Siswono punya usul jalan keluar: bunga kredit untuk pemilikan rumah (KPR) harap diturunkan. Usul itu ada benarnya. Sebab, menurut Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Sasonotomo, di hadapan puluhan developer yang mengikuti pendidikan di Surabaya belum lama ini, sesungguhnya tersedia dana milyaran rupiah untuk KPR. "Jadi," ujar Sasonotomo, "bukan BTN tak mampu memberi kredit, tapi pengusaha sendiri yang tidak bisa memenuhi persyaratan yang berlaku." Artinya, bagi yang luwes, urusan memang masih tetap lancar. Hal itu dapat dibuktikan dari pernyataan Kamaluddin Bachir dari Ika Muda Group: "Izin prinsipnya (CL) belum lagi keluar, kaplingnya saja sudah habis terjual." Kiatnya tak pelik, rupanya. "Hanya bagaimana caranya membangun rumah, untuk orang yang berpenghasilan antara Rp 75 ribu dan Rp 100 ribu, dengan bunga kredit yang murah." Bunga KPR-BTN berkisar antara 9% dan 15% -- tergantung tipe rumah dan jumlah kredit yang diperlukan. Untuk tipe T 36, misalnya, menurut ketentuan maksimum kreditnya Rp 5,7 juta, bunganya kena 15%, dengan angsuran Rp 74 ribu. Tapi di luar Jakarta, Ika Muda dapat menyediakan tipe yang sama, hanya dengan kredit maksimum Rp 3,5 juta. Dengan kredit sekian, angsurannya cuma sekitar Rp 32 ribu, dan dikenai bunga paling minimal: 9%. Ika Muda rupanya memang mengupayakan agar calon penghuni tak usah mengambil kredit maksimum kepada BTN. "Karena kami memang bisa membangun rumah antara 50% dan 90% dari plafon KPR-BTN," kata Soetrisno dari Ika Muda. Dengan caranya itu, menurut Kamaluddin Bachir dari Ika Muda, dana yang disediakan BTN bisa untuk membangun rumah lebih dari yang dianggarkan. Masa sekarang ini, menurut Dirut BTN Sasonotomo, "Memang tidak hanya memerlukan developer yang profesional, tapi juga BTN dituntut lebih profesional dalam mengelola dananya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini