BANDARA Polonia Medan kini sepi dari celoteh calo. Para penjaja tiket itu, yang ternyata karyawan agen resmi GIA, tak lagi punya nyali untuk berkeliaran di ruang lobi, sejak awal September ini. Beberapa calo tertangkap tangan, dalam sebuah operasi penertiban, selagi membujuk-bujuk calon penumpang atau melakukan transaksi. Sanksi jatuh atas lima buah biro perjalanan dan sebuah agen pengiriman barang. Keenam agen itu terbukti membiarkan orangnya menjual tiket atau Surat Muatan Udara (SMU) tidak pada tempat semestinya, yakni dalam ruang kantor masing-masing. Perusahaan-perusahaan jasa itu diskorsing satu minggu sampai sebulan. Pelanggaran ini diakui oleh Ben Sukma, 37, pimpinan Sukma Wisata Tour & Travel. Tapi dia punya dalih. "Para calon penumpang sendiri sering minta agar tiket diserahkan di Polonia, setelah pesan lewat telepon," ujar Ben. Dan permintaan itu dilayani. "Penumpang 'kan raja," katanya lagi. Pengakuan yang sama juga dikemukakan oleh Nelly, dari Trophy Travel Service. "Karena yang membeli adalah langganan kental kami," tutur Nelly, yang anak buahnya ikut terjaring ketika operasi GIA dilancarkan. Nelly masih boleh bersyukur: perusahaannya masih boleh beroperasi walaupun masa skorsing belum usai. Dan ini membuat Ben Sukma bisa bersikap tenang "Semua sudah saya kemukakan, dan tampaknya GIA bisa paham," ujarnya. Garuda bisa paham, tapi ada repotnya jika penertiban oleh Lumenta akhirnya kendur. Sebab, upaya memberikan "pelayanan terbaik" bagi penumpang Garuda, oleh agen, nyatanya sering meleset. "Hampir setiap hari ada pertengkaran antara petugas travel dan penumpang," tutur seorang petugas pengamanan di Polonia. Keributan ini timbul, antara lain, lantaran para calo sering bikin jengkel dalam gaya membujuk yang setengah memaksa itu. Atau, lebih gawat, ketika penumpang yang telah dijanjikan mendapat kursi ternyata harus kecele: sesampainya di check-in counter dia tak memperoleh boarding pass, karena tak ada kursi yang tersisa. Dirut GIA R.A.J. Lumenta mengakui, kecurangan di Garuda tak hanya terbatas pada pelanggaran tempat dan sopan santun penjualan tiket. Manipulasi SMU, penggunaan tiket bekas, manipulasi umur (supaya dapat potongan harga), dan tujuan penumpang (supaya murah) adalah sederet kejahatan yang menggerogoti perusahaan negara ini. Dalam inspeksi mendadak awal September ini, tim penertiban misalnya menemukan manipulasi SMU. Dalam catatan ada 6.400 kg barang yang diangkut dengan pesaat airbus Garuda dari Jakarta ke Medan. Tapi, setelah ditimbang ulang, ternyata jumlah muatan barang seluruhnya 7.000 kg. Dalam sekali penerbangan ini, Garuda dirugikan sekitar Rp 1 juta. "Yang saya khawatirkan kalau nanti terjadi kelebihan muatan. Itu sangat berbahaya." ujar Lumenta. Kontrol terhadap praktek semacam ini diakui oleh Lumenta, masih sulit dilakukan dengan segera. Pencocokan sobekan tiket di check-in counter dengan sobekan pesawat, misalnya, terpaksa makan waktu panjang, karena masih harus dilakukan secara manual. Padahal, menurut Dirut Garuda ini dalam setahun terjual 4 juta tiket untuk penerbangan domestik, dan 1,4 juta untuk internasional. Maka, apa yang bisa dilakukan? Dalam waktu dekat, GIA akan memasang 150 unit komputer pengoreksi tiket. "Tahun depan, mudah mudahan semuanya beres," ujar Lumenta, optimistis. Sementara itu, keterlibatan orang dalam sendiri diakuinya. Sampai saat ini, 15 karyawan petugas bagian tiket terpaksa diberhentikan. Akan halnya keenam agen di Medan itu, menurut Lumenta, masih dikenakan sanksi sementara. Tapi Lumenta mengancam, "Jika mereka terbukti melakukan manipulasi, ya, akan saya setop untuk selamanya." Sementara itu tunggulah komputer. Putut Tri Husodo, Laporan Biro Jakarta & Medan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini