Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Naik gaji ? Garuda mampu, tapi ...

Dibanding penerbang singapore airlines, gaji pilot garuda kecil. mereka menuntut kenaikan, manajemen garuda dianggap tak adil. tuntutan itu bisa terpenuhi, tapi terikat aturan pemerintah.

29 Juli 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang salah di kamus The New Grolier - Webster. Pilot, yang di situ disebut "pekerjaan dengan bayaran sangat besar", extremely high paid, ternyata tak selalu begitu. Paling tidak di Garuda. Gaji mereka tak perlu menimbulkan rasa iri. Paling banter, setara dengan manajer rendahan di perusahaan swasta. Pilot Garuda memang kurang beruntung dibanding rekannya dari maskapai lain. Contohnya, seorang kapten Boeing 747 dengan masa kerja 16 tahun cuma bergaji pokok Rp 170.000. Ini tentu jauh dari layak. Maka, diberikanlah berbagai tunjangan. Ke dalamnya termasuk tunjangan terbang - cuma diberikan jika pilot itu terbang - tunjangan masa kerja, dan lain-lain. Dengan demikian, pendapatan kapten pilot Garuda itu bisa didongkrak sampai Rp 1,55 juta. Setelah dipotong pajak dan berbagai angsuran, ia akan membawa pulang Rp 1,05 juta. Untuk seorang kapten pilot B 747 yang cukup senior, upah sekian terasa amat sedikit. Apalagi jika ia melihat iklan Singapore Airlines yang terpampang di majalah International Flight Juni lalu. Para penerbang kita itu akan mengetahui betapa besar gaji koleganya. Penerbang yang punya rating B 747--semacam SIM untuk pesawat tertentu - yang baru masuk saja sudah akan mendapat imbalan dolar Singapura yang jika dirupiahkan bisa sampai Rp 5,7 juta sebulan. Dan itu belum semua. Mereka tentu akan semakin gigit jari jika tahu masih ada berbagai tunjangan dan fasilitas lain yang bisa dinikmati rekannya di SIA. Termasuk bonus dan juga pembagian keuntungan, yang besarnya tergantung penampilan perusahaan. Godaan sehebat itu tentu akan mengguncangkan iman dan patriotisme yang tebal sekalipun. Terlebih lagi SQ - nama kode Singapore Airlines di kalangan penerbang - memang sedang membutuhkan penerbang untuk B 747 seri 400-nya, yang akan berdatangan. Antara Juli dan November tahun ini saja, SQ akan mendapat 3 buah B 747 dari 14 yang dipesannya. Keinginan pilot Garuda untuk bisa menerbangkan pesawat-pesawat SQ itu makin terkipas gara-gara perlakuan manajemen Garuda yang menurut mereka kurang adil. Di mata pilot, perlakuan terhadap awak darat sungguh lebih manis. "Masa, bayaran pilot yang sudah mau mati kalah sama gaji manajer di darat," tutur seorang kapten senior DC 10. Ia lantas menunjuk daftar gaji karyawan Garuda, lengkap dari golongan 1 sampai 17, yang kemudian dibandingkannya dengan daftar gaji pilot-pilot. Di situ memang bisa dilihat, seorang karyawan darat golongan 16 akan bisa membawa pulang paling banyak Rp 1,69 juta. Sedangkan untuk Kapten Pilot Wide Body II golongan paling tinggi untuk pilot - maksimum "cuma" bisa mengantungi Rp 1,58 juta. Lewat angka, ketimpangan itu memang terasa. Jerit kepedihan hati pilot bukannya tak sampai ke telinga para direksi. Cuma, seperti biasa, ada saja yang kurang pas. Soal Pawai darat yang golongan 16 itu, misalnya. Saat ini, menurut sumber di kalangan pembuat keputusan Garuda, tak ada karyawan Garuda bergolongan 16. "Golongan 15 pun cuma seorang," sumber itu menegaskan. Ia lantas menunjuk para kepala divisi Garuda - cuma seorang yang termasuk golongan 14. Padahal, kepala divisi adalah jabatan tertinggi yang bisa dicapai karyawan Garuda. Sedangkan direktur, yang selapis di atasnya, sudah bukan lagi jabatan struktural, melainkan jabatan politis, yang langsung diangkat menteri. Sementara itu, untuk gaji, direksi Garuda punya kilah lain. "Kami BUMN, jadi terikat aturan pemerintah," kata Direktur Niaga, Sunarjo, yang dalam wawancara dengan TEMPO pekan lalu ditunjuk untuk mewakili Dirut Soeparno. Kalau cuma itu, tentu akan tak terlalu kuat alasannya untuk menghalangi kenaikan gaji pilot. Mengapa? Ketika Dirut Garuda terdahulu, R.A.J. Lumenta, bisa menaikkan gaji sampai 70%, tentulah hal itu dilakukannya tanpa melanggar aturan. Pada tahun 1985 Lumenta malah berjanji akan memperbaiki lagi gaji itu 3 tahun berikutnya. Jika ditilik lebih ke belakang, makin jelas terlihat bahwa Garuda sebenarnya tahu bahwa gaji pilotnya kurang. Di masa Wiweko Supono menjadi dirut, adalah hal lumrah jika ada pilot membawa barang dalam kopornya untuk dibisniskan. Demikian pula dalam era Lumenta. Itu memang tidak dilarang. "Asal tahu batas," begitu kompromi Lumenta. Pilot memang diharapkan untuk tidak berlebihan. Singkatnya, tahu diri. Berlebihan yang dimaksud Lumenta, misalnya, kalau sampai pilot-pilot itu membawa emas. Jika koran atau majalah yang ditenteng, sudah bukan cerita baru lagi. Ternyata, setelah Lumenta menaikkan gaji 70%, bisnis barang tentengan ini jauh menurun. "Kalau gaji cukup, mereka tak akan melakukan itu," kata Lumenta. Tampaknya, direksi Garuda hanya ingin menghindari isu soal upah. Sebenarnya, sudah ada perbaikan yang dilakukan direksi untuk memenuhi janji itu. Cuma tak dibuat nyata dalam bentuk kenaikan gaji. Tahun lalu, karyawan Garuda dapat gaji 14 kali. Kalau dikonversikan, jelas ada kenaikan," kata sumber tadi. Selain itu, menjelang akhir tahun kemarin, ada ikhtiar baru dengan memberikan Production Allowance (PA) untuk pilot berbarengan pada saat gajian. Sebelumnya, uang itu diberikan setiap kali pilot akan berdinas lebih dari sehari ke luar kota atau luar negeri. PA ini jelas ditambahi, meskipun sedikit. Seorang kapten DC 9 bercerita bahwa ia bisa mendapat PA sampai Rp 300 ribu sebulan. Pilot memang lebih suka jika PA diberikan belakangan. "Kalau diberikan tiap kali jalan, biasanya selalu habis," katanya. Jika mau berpikir agak panjang, tak perlu sebenarnya berdebat soal gaji. Hitung saja berapa biaya yang sudah dikeluarkan Garuda untuk mencetak seorang pilot. Secara kasar, biaya pendidikan agar bisa sampai ke kokpit B 747 bisa mencapai ratusan juta rupiah. Belum lagi jam terbang pilot yang puluhan ribu itu jelas tak terhitung berapa nilainya jika diuangkan. Melihat sedemikian besar dana tersedot ke sana, sudah layak jika itu dianggap sebagai investasi yang harus diamankan. Belum lagi jika dilihat waktu yang dibutuhkan tak cuma setahun dua. "Makanya, banyak airline cenderung menarik pilot berpengalaman," tutur Kepala Pusat Latihan dan Pengembangan Garuda, Kapten Dharmadi. Itu memang jalan pintas yang paling gampang, untuk mendapatkan pilot cakap dalam waktu dekat. Sebenarnya, bisa saja penyeberangan pilot dicegah. Sebab, seperti kata sumber yang sangat tahu kondisi Garuda, "Secara finansiil Garuda mampu menaikkan gaji." Yopie H., L.P. Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum