Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono melaporkan neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2022. Neraca perdagangan mencatatkan surplus baik di triwulan empat 2022 maupun secara kumulatif sepanjang tahun 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BPS, kata dia, mencatat bahwa surplus perdagangan barang pada triwulan empat tahun 2022 sebesar US$ 14,69 miliar atau tumbuh 42,34 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu surplus sepanjang tahun 2022 itu mencapai US$ 54,53 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Usai Larang Ekspor Nikel dan Bauksit, Jokowi Akui Industri Masih Sulit Cari Dana Bangun Smelter
“Atau tumbuh 53,96 persen kalau dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar dia dalam konferensi pers virtual pada Senin, 6 Februari 2023.
Margo menuturkan, surplus neraca perdagangan itu terutama didorong oleh naiknya komoditas ekspor unggulan yang memberikan windfall bagi perekonomian domestik.
“Tiga komoditas ekspor unggulan yang mengalami peningkatan nilai signifikan di antaranya berasal dari batu bara, besi dan baja, serta minyak kelapa sawit,” ucap Margo.
Ekonomi tumbuh solid
Dia juga mengungkap bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,01 persen pada triwulan empat 2022. Angka tersebut cukup mengesankan di tengah pelambatan ekonomi global yang terus berlanjut.
“Indonesia menutup tahun 2022 dengan pertumbuhan ekonomi yang solid sebesar 5,31 persen,” kata Margo.
Lebih jauh, Margo menjelaskan, sepanjang tahun 2022, kinerja pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor global dan domestik. Secara global, Indonesia diuntungkan dengan relatif tingginya harga komoditas ekspor unggulan di pasar global yang memberikan keuntungan layaknya duran runtuh atau windfall dan mendongkrak kinerja ekspor serta surplus neraca perdagangan.
“Namun demikian, harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global sudah mulai menunjukkan tren penurunan,” kata dia.
Sedangkan secara domestik, kombinasi aktivitas masyarakat yang semakin menggeliat dan bauran kebijakan fiskal serta moneter untuk menjaga daya beli mampu mendorong aktivitas ekonomi, baik dari sisi produksi maupun konsumsi.
Namun, pertumbuhan beberapa lapangan usaha yang menjadi sektor yang memimpin, seperti industri, pertanian, pertambangan, dan konstruksi masih berada di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi nasional.
“Di sisi lain, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga masih belum kembali pada level sebelum pandemi,” ucap Margo.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi RI pada 2022 Tembus 5,31 Persen, BPS: Solid di Tengah Pelambatan Ekonomi Global
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.