BANK Summa bisa tersungkur, tapi kepercayaan pihak asing terhadap dunia usaha di sini tidak ikut luntur. Setidaknya di mata The Overseas Economic Cooperation Fund (OECF), sebuah lembaga keuangan yang menyalurkan kredit lunak dari pemerintah Jepang. Sejak tahun lalu, OECF menyalurkan dananya ke 13 bank nasional (swasta dan pemerintah) melalui two step loan. Ini berarti, duit dikucurkan via pemerintah (Departemen Keuangan dan BI), yang lantas meneruskannya ke pihak bank penyalur. Total pinjaman OECF tahun 1992 mencapai US$ 1,3 miliar terdiri dari pinjaman senilai US$ 1,2 miliar dan sisanya berupa hibah. Tahun ini, pinjaman dinaikkan menjadi US$ 1,4 miliar, yang dibagikan ke 8 sektor, di antaranya pertanian, transportasi, pendidikan, kesehatan masyarakat, penghutanan kembali, dan lingkungan. Yang menarik, pinjaman lunak itu kini juga tersalur ke kocek bank swasta. ''Ini dimungkinkan karena proyek yang dibiayai begitu banyak,'' ujar sumber TEMPO di OECF Jakarta. Dari 13 bank penyalur, 5 adalah swasta, yakni BII, BCA, BUN, Lippo, dan Bank Danamon. Kelimanya dipilih secara ketat. Selain dinilai sehat, jaringannya luas, juga berpengalaman mengelola pinjaman lembaga keuangan internasional. BII, misalnya, konon akan kebagian Rp 13 miliar. Jangka pengembaliannya 20 tahun, dengan grace period 5 tahun. Selain itu, OECF mengharuskan kreditnya disalurkan ke industri kecil (semacam KUK) atau industri pengolah limbah. ''Setiap perusahaan yang ingin membuat pengolahan limbah bisa mendapatkan kredit ini,'' kata seorang manajer di BII. Untuk itu, BII mencanangkan pinjaman pada perusaahaan yang serius mengolah limbahnya, seperti PT Jaya Kertas di Mojokerto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini