Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ojek Online Dinilai Sebagai Bisnis yang Gagal, Maxim: Kami Sudah Ada di 93 Kota

Business Development Manager Maxim Imam Mutamad Azhar buka suara usai pakar transportasi Djoko Setijowarno menilai ojek online sebagai bisnis gagal.

13 Oktober 2022 | 11.26 WIB

Ojek online Maxim. Foto : Maxim
Perbesar
Ojek online Maxim. Foto : Maxim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Business Development Manager Maxim Imam Mutamad Azhar buka suara usai pakar transportasi Djoko Setijowarno menilai ojek online atau ojol sebagai bisnis gagal. Menurut dia, seorang pakar yang memberikan opini atau pendapat dan diperbolehkan, tapi dari 2018 dengan lima kota batch pertama termasuk Jakarta, aplikasi ojol itu sudah berkembang di banyak kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Sekarang kami sudah buka di 93 kota, kalau dianggap gagal, apakah ini bisa menjadi parameter? Itu silakan saja jika ada dasarnya. Ya kami juga ada dasarnya menyampaikan bahwa alhamdulillah keberadaan kami bisa meberikan kontribusi. Paling tidak dari sisi itu saja," ujar Imam melalui sambungan telepon pada Kamis, 13 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Imam juga mengingatkan bahwa pihaknya adalah aplikator atau agregator seperti marketplace. Tugasnya, kata dia, hanya mempertemuam permintaan dan penawaran. Jika itu tidak memberikan manfaat atau pasar Maxim tidak menguntungkan buat yang bertransasksi, pasti sudah ditutup.

"Mengenai sebutan tidak mensejahterakan, ya mohon maaf ya apakah semua perusahaan yang ada di sini bisa mensejahterakan? To the point ya saya bilang bahkan perusahaan yang boleh kita bilang didanai atau dimiliki oleh pemerintah apakah itu bisa mensejahterakan semua?" ucap dia.

Menurut Imam, lebih baik penilaian suatu bisnis gagal atau tidak semata-mata dari keberhasilan menyejahterakan. Dia juga mempertanyakan apakah Maxim harus datang jadi sinterklas yang kerap memberikan hadiah. "Kan enggak. Bukan begitu, enggak begitu konsepnya."

Imam menuturkan Maxim datang karena distrupsi bisnis yang berubah total, bahkan mempermudah dan memperpendek mata rantai dari penjuan yang langsung bertemua dengan pembeli atau pengguna akhir. Dia mengatakan bahwa Maxim dari awal tidak menjanjikan untuk menyejahterakan, karena selama ini hubungan aplikator dengan driver ojol sifatnya memiliki kebebasan.

Selanjutnya: "Driver punya kebebasan. Mau bekerja, ya dapat uang."

"Dalam pengertian driver memiliki kebebasan untuk bekerja dengan aplikasinya. Dia mau bekerja, ya dia nanti dapat uang," tutur Imam. "Sementara dari segi keuntungan, Maxim hanya mendapatkan biaya komisi dari setiap transaksi."

Sehingga, kata dia, jika diukurkan bisa mensejahterakan itu terlalu berat. Dia juga mempertanyakan dasar untuk mensejahterakan itu dari mana. Imam memilih menyebutkan bahwa di Maxim lebih kepada memberikan tambahan penghasilan, bukan menyejahterakan.

Ia lalu mencontohkan satu keluarga ada lima orang otomatis untuk masuk tahap sejahtera akan sulit. Imam meminta agar hal-hal seperti itu juga perlu kejelasan. "Saya enggak meng-counter cuma memberikan gambaran saja. Saya melihat dari Maxim yang bertumbuh sampai sekarang dan terus on growing. Kita enggak mengklaim berkontribusi, tapi gampangnya kalau driver enggak merasakan manfaat, enggak gak merasakan hasil dari sini, pasti dia berhenti," kata Imam.

Sebelumnya, Djoko Setijowarno menilai ojol sebagai bisnis gagal karena driver-nya kerap mengeluh dan demo. Selain itu, kata dia, pengemudi ojol sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar

“Kegagalan bisnis transportasi daring sudah terlihat dari pendapatan yang diperoleh mitranya atau driver ojek daring,” ujar dia Djoko lewat keterangan tertulis pada Senin, 10 Oktober 2022.

Baca juga: Ojek Online Dinilai Sebagai Bisnis yang Gagal, Pengemudi: Saya Sepakat

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

M. Khory Alfarizi

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus